🌞16. Sorry, Galins.🌞

326K 18.2K 1.9K
                                    

Baik itu sebuah keharusan, bukan sesuatu yang perlu dipamerkan untuk memanen pujian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baik itu sebuah keharusan, bukan sesuatu yang perlu dipamerkan untuk memanen pujian.

-Inara-



"Bawel. Gak usah nangis juga. Gue ga suka liat lo nangis." entahlah. Apa Galins sadar saat mengatakan itu?

"Dulu juga kaki Ayah berdarah gini. Gak lama setelah itu ... Ayah meninggal." cerita yang menakjubkan!

Kekehan terdengar dari Galins, berubah menjadi tawa saat Inara setia dengan ekspresi lugunya. "Gue gak akan mati cuma gara-gara kaki gue bedarah dikit. Aneh lo."

Inara mengerucut. "Tapi kan aku takut."

Sebelah alis Galins terangkat. "Lo takut gue mati?"

Inara mengangguk semakin membuat Galins ingin mengetahui takut dalam artian seperti apa yang dimaksudkan.

"Kenapa takut?" tanya Galins.

"Kalo kamu mati, artinya aku ingkar janji."

Galins tersenyum tipis sebagai tanggapan.

"Sekarang tidur ya... besok bangun pagi biar seger." Inara membantu Galins memperbaiki posisi tidurnya. Menarik selimut sampai batas dada.

"Gimana kencan lo sama Algi?" lihat, sekarang Galins kepo. Mungkin karena belum mengantuk, tapi malah disuruh tidur.

Inara tersenyum. "Kencan itu buat orang pacaran. Aku sama kak Algi cuma jalan-jalan. Kita kan gak pacaran."

"Emang lo mau jadi pacarnya Algi?" Galins merasa pertanyaannya mulai tidak jelas.

"Gak tau. Hehe... tapi kak Algi baik. Siapa yang gak mau!"

Gengsi bagi Galins untuk mengakui jika dirinya tak menyukai kata-kata Inara barusan. "Oh. Kalo seandainya Algi nembak lo, gimana?"

Inara menoleh cepat. "Gak mungkin!"

Dahi Galins mengernyit tak mengerti. Apa Inara tidak sadar jika Algi sedang mendekatinya? "Kenapa gak mungkin?"

"Kak Algi baik! Gak mungkin tega nembak aku. Kak Algi gak mungkin bunuh orang." Inara memasang wajah tidak jelas.

Galins menarik tangannya dari dalam selimut, lalu menyentil dahi Inara. "Begok lo jangan dikeluarin sekarang, napa!"

"Aduh..." Inara mengusap dahinya yang terasa sedikit panas. Gadis itu terkekeh. "Iya gak mungkin... kata Mbak Tania itu kan, aku bukan tipenya kak Algi."

"Itu kan seandainya, kalo Algi beneran nembak lo. Lo terima?"

Tak ingin menjawab, Inara memilih menarik kembali selimut berwarna cream. "Tidur. Besok aku buatin sarapan spesial yah... ayo. Baca doa dulu."

Cowok itu mulai memejamkan mata. Menutup iris cokelat terang itu.

"Ih, disuruh baca doa malah langsung merem aja. Jangan-jangan gak hafal doa tidur nih!" Inara hanya bicara pada angin.

Diam-diam Galins tersenyum tipis mendengarkan gerutuan gadis itu. Mencoba benar-benar terlelap. Sampai Galins merasakan sesuatu lembut menyentuh dahinya. Inara menyingkirkan rambut Galins yang mulai panjang sampai mngenai bibirnya. Tak hanya itu, Inara juga mengusap kerutan kecil di dahi Galins. Sosok sang Mama seperti muncul di depan Galins sekarang. Kenyamanan detik ini membuatnya lebih merasa hidup.

"Selamat malam pangeran galak. Maafin Nara yah..."

"Good night Mama kecilku."

••••••

PART DIHAPUS DEMI KEPENTINGAN PENERBITAN!

Light By You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang