Chapter 2 : Diatas Hogwarts Express
Happy Reading.
Enjoy!!!
~~~~~"Mau beli sesuatu dari troli, anak-anak?" kata seorang penyihir perempuan yang membuka pintu kompartemen mereka. "Halo, Maya." Sirius mengedip pada penyihir perempuan yang bersemu merah itu. "Pangil aku Mrs. Montez, Black." James tertawa melihat tingkah Sirius. Remus hanya memutar mata dan berjalan mendekati troli. Eve mengikutinya di belakang. "Apa ada Mars Bars?" tanyanya. "Mars apa dear?" tanya Mrs. Montez bingung. "Aku tak punya Mars yang kau cari itu, tapi disini ada Cokelat Kodok, Kacang Segala Rasa Bertie Bott, Permen Karet Tiup Paling Hebat Drooble, Pastel Labu, Bolu Kuali, Tongkat Likor dan - "
"Dan intinya kau lihat saja, Dickinson. Aku sudah lapar." James menyambar beberapa makanan, membayarnya dan menutup pintu kompartemen mereka. Eve memasukkan beberapa cokelat kodok ke dalam saku sweaternya dan menyerahkan beberapa lembar poundsterling. "Ini apa nak?" tanya Mrs. Montez. "Untuk membayar makanan ini." Tunjuk Eve pada sakunya. "Kau tak punya uang penyihir?" kata seorang laki-laki bertumbuh pendek untuk ukuran laki-laki seusianya. Ia terlihat pucat dan tubuhnya bergetar. Melihat Eve yang melongo laki-laki itu mengambil beberapa makanan dan membayar makanannya dan Eve. "Terimakasih, Peter. Aku tak tahu kalau poundsterling tak bisa digunakan disini." Peter hanya tersenyum dan membuka pintu kompartemen. "Kau membayar dengan poundsterling? Yang benar saja." Kata Sirius. "Apa itu poundsterling?" tanya James. "Uang muggle." Sahut Remus tanpa melepaskan pandangannya dari buku.
"Aku tak tahu kalau poundsterling tak bisa dipakai disini. Professor Dumbledore tidak memberitahuku." James melongo. "Lalu bagaimana kau membeli kebutuhan sekolahmu tahun ini?" tanya James. "Professor Dumbledore yang membelikan semua kebutuhan sekolahku." Kata Eve. "APAAAAA??" James dan Sirius memekik keras. Sejak kapan Hogwarts sebegitu perhatiannya dengan seorang murid sampai membiayai semua kebutuhannya? "Dan apa yang membuatmu layak mendapatkan perlakuan khusus begitu?" James mengucapkannya dengan pelan tapi kata-katanya menusuk tajam ke hati Eve.
"James!" seru Remus. James yang tak mengerti kenapa sahabatnya begitu melihat kearah gadis berambut hitam bergelombang itu. Ia menunduk. James langsung merasa bersalah. "Eeh.. Evelyn maafkan aku, oke. Aku tak bermaksud menyinggungmu atau apa. Hanya saja aku tak pernah mendengar kepala sekolah langsung yang turun tangan untuk membeli keperluan sekolah salah satu muridnya."
"Eve. Panggil aku Eve saja. Well - aku, aku - " Eve kehabisan kata-kata. "Tak perlu beritahu kami kalau kau tak mau." Kata Remus. Bukunya ia letakkan diatas pangkuannya. "Well. Tak apa. Kalian sepertinya baik. Tapi kukira kalian tak ingin mendengarnya." Kata Eve. "Well. Kami pendengar yang baik kau tahu. Bahkan dua orang pembuat onar itu - Remus menunjuk James dan Sirius. "Hey! Kau juga Marauders, Moony!" - bisa diam dan mendengarkan."
Kompartemen sunyi sejenak. Eve menghela napasnya dan berbicara pelan. "Aku mengalami kecelakaan ketika berumur 9 tahun. Kondisiku tidak bisa dikatakan baik. Aku koma selama - James menyela "Apa itu koma?" "Ssssshhh!" Sirius, Remus dan Peter mendesis menyuruh James diam."Koma itu kondisi dimana kau tak sadarkan diri dalam waktu tertentu. Kau hanya terbaring di tempat tidurmu."
"Berapa lama kau koma, Eve?" Tanya Peter. James, Sirius dan Remus menatap teman mereka yang satu itu. Peter yang biasanya lebih pemalu dibandingkan Remus tidak gugup ketika berbicara dengan Eve dan langsung memangil Eve dengan nama panggilannya. "Hampir 6 tahun. Aku baru sadar tiga bulan yang lalu." Remus menatapnya dengan ekspresi yang tak bisa dimengerti Eve. "Apa yang kau rasakan ketika pertama kali terbangun?" Tanya Remus.
"Well. Katanya ketika kau koma, kinerja otakmu tetap sama. Tapi aku tak bisa mengingat apapun dan kenapa aku bisa berada di rumah sakit. Aku - well. Aku bahkan tak ingat namaku sendiri." Kata Eve lirih. "Kau amnesia?" tanya Sirius. "Ya - melihat James yang mengernyit Eve menjelaskan - Amnesia itu kondisi dimana kau tak bisa mengingat apa yang terjadi padamu sebelumnya, pengalamanmu, bahkan namamu sendiri. Dokter bilang - "Apa itu, Dokter?" tanya James - "Oh diamlah sebentar, Prongs." Kata Sirius. "Dokter itu seperti Healer di dunia kita." Jelas Remus. "Oohhh!" kata James nyengir membuat ia menerima jitakan di kepala dari Sirius. Mereka berdua berguling di lantai kompartemen saling bergulat - "Dokter bilang aku mengalami amnesia karena cedera otak."
"Apa ada kemungkinan ingatanmu akan kembali?" tanya Remus. "Aku tak tahu, Remus. Bahkan dokter tak bisa memberi tahuku dengan pasti. Kadang aku merasa putus asa kau tahu." Kata Eve. "Kenapa? Aku malah ingin bisa menghilangkan ingatan tentang keluargaku yang brengsek itu." Geram Sirius yang sudah lepas dari cengkraman James. Eve menatap Sirius. Ada sorot kebencian dan kerinduan di saat yang bersamaan di binar matanya. Seberapapun Sirius membenci keluarganya, setidaknya ia pasti merindukan saat bahagianya bersama mereka.
"Percaya padaku, Sirius. Kau tak akan mau jadi sepertiku. Kau memang terlihat hidup diluar. Tapi disini - Eve meletakkan tangan diatas dadanya - disini kosong. Tak ada kenangan apapun yang bisa diingat. Tak ada yang bisa dijadikan pedoman hidup disaat segala sesuatu terasa berat untuk dijalani." Kata Eve. "Itu yang kurasakan saat masa-masa terapiku - masa pemulihanku. Tubuhku kaku karena tak digerakkan selama hampir 6 tahun. Jadi aku harus memulai menggerakkan tubuhku sedikit demi sedikit. Disaat seperti itu aku selalu berharap setidaknya ada seseorang yang bisa kuingat. Yang bisa membuatku bertahan. Dan ketika melihat kedekatan kalian, aku merasa senang. Kuharap aku juga akan menemukan teman baik di Hogwarts." Kata Eve.
"Hey. Kau bisa menjadi teman kami!" Seru Sirius. "Kalian mau menjadi temanku?" Tanya Eve tak percaya. "Tentu. Tapi kau harus mengerjakan semua pekerjaan rumah kami." Sirius menyeringai. "Oh tentu saja. Tapi aku tak jamin jika nilai kalian nanti bisa dikatakan memuaskan. Kau meminta bantuan pada orang yang sama sekali tak tahu dunia sihir." Seringai Eve. Dia terdiam lalu bergumam pelan. "Pasti aku yang paling bodoh di kelas." James dan Sirius tertawa. "Akhirnya, akan ada yang lebih bodoh dibandingkan kita, Prongs." Kata Sirius. "Aku tak menyangka hari seperti ini akan datang, Padfoot." Seringai James.
Eve tahu mereka bercanda. Ia ikut tertawa bersama James dan Sirius. "Tak akan kubiarkan aku memiliki satu lagi teman yang bodoh. Cukup dua saja." Desah Remus dramatis. James dan Sirius menatapnya galak dan Remus tergelak. "Tenang saja. Aku akan mengajarimu. Jika kau belajar sungguh-sungguh kau bisa mengejar ketertinggalanmu." Kata Remus. "Benarkah? Thanks Remmy." Kata Eve memeluk Remus. Tubuh Remus menegang. Ia tak pernah dipeluk seorang perempuan sebelumnya. Ia mencium aroma mint dan vanilla.
"Ehmmm. Bernapaslah, Remmy." Kata Sirius tergelak menggoda Remus. Remus memberinya tatapan mematikan tetapi Sirius malah tertawa semakin keras. Eve melepaskan pelukannya dan terlihat khawatir. "Apa aku memelukmu terlalu erat? Kau merasa tersesak? Karena itukah wajahmu memerah?" Tanya Eve khawatir. Sedangkan Remus wajahnya semakin merona. James menyeringai lebar dan tertawa keras bersama Sirius yang sudah memegangi perutnya dan Peter yang mengusap air matanya karena tertawa terlalu keras. Remus ingin menyumpal mulut ketiga temannya itu sebelum seseorang yang masuk ke kompartemen mereka menyelamatkannya.
"Remus. Kita harus ke gerbong Prefect." Kata seorang perempuan cantik berambut merah dengan mata hijau cemerlang. "Hai Bunga-Lily. Akhir minggu depan, kau mau pergi ke Hogsmeade bersamaku?" Tanya James memasang senyum paling menawannya. "Tidak. Berapa kali harus kukatakan tidak sampai kata-kata itu masuk ke kepalamu, huh?" Kata Lily. Wow. Itu cukup kasar, pikir Eve. Tapi James hanya menanggapinya dengan santai ketika Remus pamit menyusul Lily yang sudah pergi terlebih dahulu dan meninggalkan kompartemen mereka menuju gerbong Prefect. Tinggal Eve, James, Sirius dan Peter.
"Kalian harus menceritakan padaku tentang dunia sihir." Kata Eve semangat. "Kau mau tahu tentang apa?" Tanya James. "Semuanya." Kata Eve. "Woow. Slow down, girl. Kami tidak tahu semuanya tentang dunia sihir. Kami tidak membaca buku membosankan sebanyak Moony." Kata Sirius. Tapi toh pada akhirnya Sirius, James dan Peter menceritakan banyak hal pada Eve. Tentang Hogwarts dan ada banyak sekolah sihir lain di dunia. Azkaban. Kementrian Sihir. Diagon Alley. Hogsmeade. St. Mungos. Dan ketika membicarakan tentang Quidditch wajah James maupun Sirius berbinar bahagia. Mereka menjelaskan secara detail bagaimana cara bermain Quidditch, jumlah pemain, bahkan Piala Dunia Quidditch yang akan dilaksanakan ketika mereka libur sebelum memasuki tahun ketujuh.
Eve tak menyadari waktu berlalu begitu cepat ketika ia sibuk mendengarkan cerita dan lelucon Marauders. Itu nama grup mereka. James Potter, Sirius Black, Remus Lupin, dan Peter Pettigrew. Ia sudah mengganti pakaiannya dengan jubah sekolahnya. Ia melihat Hogwarts dari kejauhan dan tak dapat menyembunyikan binar kebahagiannya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Moon, Love, And Tragedy (Harry Potter: Marauder's Era)
FanfictionEvelyn, gadis berusia 15 tahun itu akan memasuki sebuah sekolah. Tapi bukan sekolah biasa. Itu sekolah sihir bernama Hogwarts. Disana ia menemukan kenyamanan berteman dengan empat laki-laki terpopuler di sekolah (Marauders) dan menguak kisah tentang...