Grey 9 : Prejudice

3.6K 597 8
                                    

"Jungkook-ssi, kau dimana?" Gyeoul kembali mengaduk cokelat panasnya. Ia baru saja selesai melakukan operasi tadi.

Terdengar suara sedikit gaduh di sana. "Aku sedang bekerja," suara di sebrang sana menyahut dengan nada pelan.

Gyeoul mengernyit, ia mendudukkan diri di kursi kerjanya. "Kenapa bicaramu lirih sekali?"

"Ah, ya, aku sedang rapat."

"Pantas gaduh sekali,"

"Benarkah? Disini memang ada sedikit perdebatan."

"Hmm, dasar kalian para pebisnis."

Jungkook terkekeh disana. "Oke, sayangku. Aku tutup dulu, ya!"

"Eum, selamat bekerja, jaga kesehatanmu."

"Kau juga, dah!"

Gyeoul menyunggingkan senyum kecil saat panggilan itu terputus. Ia harus membiarkan Jungkook bekerja, kan? Lagipula selama satu bulan hubungan mereka, Jungkook sudah meluangkan banyak waktunya untuk Gyeoul. Justru Gyeoul yang sering membatalkan janji mereka karena kesibukan di rumah sakit.

"Sunbae, kita kedatangan pasien yang ingin operasi usus buntu," Hae Soo tiba-tiba masuk ke ruangannya.

"Ah, iya, dia Nyonya Cheon yang kemarin, kan? Dia memang sudah ada janji denganku," ujar Gyeoul. Dia mengambil jas dokternya yang tersampir di kursi.

"Tapi ini sudah malam, Sunbae. Apa kau tidak pulang? Tidak ada janji dengan kekasihmu?"

Gyeoul menggeleng. "Dia sedang ada pekerjaan. Sudahlah, ayo cepat! Lagipula aku sudah berjanji dengan pasien itu."

"Baiklah kalau itu maumu. Aku tunggu di ruang operasi nomor dua."

Gyeoul mengangguk paham.


***


Jungkook menutup panggilannya. Ia cukup senang bisa mendengar suara Gyeoul. Dia tidak bisa bicara terlalu keras dan mengakibatkan semua orang tahu tentang kekasihnya. Sekarang ia sedang dalam misi untuk menghukum si penghianat Cypher. Pria itu telah membocorkan rahasia Cypher sehingga membuat Kim Taehyung murka.

"Tolong ampuni aku, Tuan. Ampuni nyawaku,"

Pria yang sudah babak belur itu memohon dengan darah yang sudah membanjiri wajahnya. Ia berlutut sambil menyatukan kedua tangan, berharap supaya adik angkat dari ketua kelompok Cypher itu memaafkannya.

Jungkook tersenyum remeh. Walau hanya dengan setengah wajah yang terlihat, senyum itu tetap masih terlihat bagai senyuman malaikat pencabut nyawa.

Jungkook berjalan mendekati pria menyedihkan itu. "Kau pikir aku bisa mengampuni nyawamu dengan mudah? Jangan bodoh, sialan!" Jungkook menendang perut pria itu hingga sang pria jatuh tersungkur, hampir saja bibir pria itu menyentuh ujung sepatu hitam mengkilap milik Jungkook.

"Siapapun yang berani membuat kakakku murka, tidak pantas untuk melihat dunia lebih lama," Jungkook kembali berujar dengan ujung sepatu yang mengangkat dagu tawanannya. Memperlihatkan wajah penuh luka itu dengan lebih jelas.

"Ampuni aku, tolong. Aku minta maaf, sungguh meminta maaf," lirih sang tawanan dengan suara yang hampir mirip tikus sekarat.

Jungkook kembali tersenyum miring. "Pria ini sungguh membuatku muak."

Pria Jeon itu menyingkirkan kepala tawanannya dengan ujung sepatunya. "Bunuh dia, aku sudah malas mendengar suaranya."

Dua orang pria disana pun mengangguk mengerti. Sedetik kemudian, suara tembakan menggema dalam gudang pengap itu. Lalu genangan darah mulai terbentuk dari sebuah kepala yang berlubang.

"Bakar saja mayatnya, aku tidak peduli. Bahkan jika kau mau mencincang dan memberi makan Soonshim dengan dagingnya, itu juga tak apa. Aku pergi."

"Baik, Tuan JK. Kami mengerti."

Jungkook pun melangkah meninggalkan tempat penyiksaannya. Ia masuk ke dalam mobilnya, berniat ingin mengunjungi Gyeoul barang sebentar. Ia sungguh merindukan kekasihnya itu.

Dia melepas topengnya dan menaruh benda itu di kotak khusus yang sudah ia siapkan. Sang pembunuh nomor satu Cypher, JK, akan berubah menjadi seorang Jeon Jungkook sang direktur utama Vante Corp sekarang.



***



Gyeoul baru saja selesai mandi saat mendengar pintu rumahnya diketuk oleh seseorang. Ia melirik jam dinding, pukul sebelas malam. Siapa yang bertamu selarut ini? Ah tunggu, mungkin ia tahu siapa orangnya.

"Jeon Jungkook?"

Gyeoul melihat Jungkook yang mengenakan kaos hitam tersenyum manis saat ia membuka pintu. "Hai, Sayang!"

Gyeoul mempersilahkan Jungkook untuk masuk. "Kenapa datang malam-malam begini?" tanya Gyeoul.

"Hanya tiba-tiba merindukanmu saja, tidak boleh?"

"Bukan begitu, harusnya kau tidur sekarang, bukankah pekerjaanmu di kantor cukup banyak?"

Jungkook tersenyum. Ia suka jika Gyeoul menaruh perhatian padanya seperti sekarang. "Tidakkah kau melihat pakaianku sekarang? Aku sudah siap untuk menginap, loh."

Gyeoul terkekeh. "Jadi kau ingin menginap?"

"Jika dibolehkan—dan ya, pilihanku masih sama, ya atau ya," ujar Jungkook.

Gyeoul mendengus kesal. "Kalau begitu maka jawabanku, ya. Sudah puas?"

"Sangat puas, Nona Dokter."

"Kau mau teh atau kopi?" tanya Gyeoul menawarkan.

"Teh saja, aku tak terlalu suka kopi."

"Benarkah? Pantas kau selalu meminta teh saat datang," ujar Gyeoul. Ia mulai menuangkan teh yang sudah ia buat sebelumnya. "Kalau aku lebih suka kopi. Kau tahu pekerjaanku selalu saja sampai larut, kan? Dan kafein ternyata cukup membantu."

Gyeoul menyodorkan teh yang telah dibuatnya. Jungkook tersenyum.

"Terima kasih," ujar Jungkook. Pria itu pun menyersap teh hangatnya. "Ngomong-ngomong kau baru mandi?"

Gyeoul sedikit merapikan rambutnya yang masih setengah basah. "Iya, aku baru pulang."

"Kau tahu jika mandi malam itu tidak baik, kan? Sebenarnya kau ini dokter macam apa?"

"Aku tahu, kok. Hanya saja aku mendadak sangat ingin mandi tadi."

Jungkook mendengus. Ia dengan secepat kilat menghabiskan tehnya. "Oke, sekarang bisa kita tidur?" ujar Jungkook sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Dasar pria ini. Baiklah, aku akan mengunci pintu dulu."

Jungkook mengangguk cepat sambil tersenyum sampai memperlihatkan dua gigi kelincinya. Gyeoul hanya bisa mendengus pelan. Gadis itu berjalan menuju pintu depan. Tangannya bergerak untuk mengambil sepatu Jungkook yang masih tertinggal di luar.

Namun matanya tertuju pada sebuah noda di ujung sepatu Jungkook.

Gyeoul mengernyit bingung. Nodanya terlihat berwarna merah agak tua, memang warnanya sedikit tidak jelas karena sepatu Jungkook yang berwarna hitam.

"Jungkook-ssi, sepatumu terkena noda apa? Warnanya kenapa merah seperti ini?" Gyeoul sedikit berteriak supaya Jungkook bisa mendengar.

"A-ah itu, noda saus, mungkin?"

"Oke, ku masukkan sepatumu, ya!"

"Iya, sayangku."

Gyeoul mengernyit, mencoba berpikiran positif. Pikirannya sudah mulai menjurus ke yang tidak-tidak sekarang. Ia jelas tahu apa itu, setiap hari ia berkutat dengan hal itu. Itu adalah ... darah. []

***
Terima kasih bagi semua yang merespon baik si bontot ini :")
Semoga bisa disukai kaya kakak kakaknya

Makasih udh mau baca :)

Grey ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang