Grey 12 : Suspicion

3.4K 503 9
                                    

Jeon Jungkook sebenarnya adalah seorang yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Jungkook tidak punya siapa-siapa lagi. Karena itu, dengan terpaksa, polisi membawanya ke panti asuhan.

Jungkook kecil sebenarnya sangat menderita hidup di panti. Kalian tahu jika banyak anak-anak di Korea yang sudah suka membully teman-temannya sejak kecil, kan? Dan itu yang dirasakan oleh Jungkook.

Jungkook bukanlah anak yang suka bermain dan bersosialisasi. Dia adalah anak yang pendiam dan tertutup. Meski begitu, ia adalah anak baik yang disayang oleh semua orang. Itulah yang membuat teman-temannya tidak menyukainya.

Jungkook hanya bisa diam saat teman-temannya menjauhinya, kadang mengejek dirinya bisu hanya karena jarang bicara, bahkan berkata yang tidak-tidak mengenai orang tuanya. Jungkook ingin sekali marah dan menghajar semua anak itu, tapi dia tidak bisa. Ia tidak mampu melakukannya.

Lalu suatu hari, seorang pria muda dengan dandanan bak pangeran, datang ke panti asuhannya. Ia memperkenalkan diri sebagai Kim Taehyung, anak dari teman ayahnya.

Jungkook bingung sekali saat tiba-tiba ibu panti berkata jika Taehyung mengadopsinya. Saat itu Jungkook berusia sekitar tiga belas tahun. Taehyung membawanya pergi ke rumah besar milik pria itu.

"Siapa kau sebenarnya, Tuan?" Jungkook muda bertanya heran.

Taehyung tersenyum. "Aku adalah orang yang akan merawatmu dan memberimu kebahagiaan. Apa kau bersedia tinggal bersamaku dan menjadi adikku?"

Jungkook yang masih tidak mengerti dunia itu hanya mengangguk lugu. "Tentu, Hyung. Aku akan menyerahkan segala yang aku punya padamu, bahkan hidupku."

Taehyung tertawa. Ia mengacak rambut Jungkook. "Bagus, kau berjanji, kan?"

"Aku berjanji!"

Taehyung menaruh kedua tangannya di bahu Jungkook. Ia mengusap bahu yang belum terlalu lebar itu. "Kau sangat naif. Tapi tak apa," ujar Taehyung. "Namun satu yang harus kau ingat, janji itu hutang. Karenanya, kau harus berhati-hati saat mengutarakan sebuah janji."

Dan Jungkook tidak pernah menyesali janji itu hingga saat ini. Saat dimana hatinya telah berlabuh di tempat yang salah.


***



"Sepertinya persaingan antar para pebisnis tambah mengerikan sekarang,"

Jungkook menaikan alisnya. Sedari tadi Gyeoul terus saja mengomel tentang persaingan bisnis. Jungkook yang baru saja sampai hanya bisa mendengarkan omelan kekasihnya sambil sesekali menyeruput teh.

"Sebenarnya kau kenapa, sih?"

Jungkook bertanya setelah mulai jengah dengan omelah Gyeoul yang tidak ada habisnya.

Gyeoul mendekati meja makan, menaruh secangkir kopi yang ia buat di atas meja. Lalu gadis itu menarik kursi dan mendaratkan bokongnya di sana. "Kau tahu, semalam aku menemukan ini di dalam saku mantelku." Gyeoul memberikan sepucuk surat yang ia terima kemarin malam.

Jungkook mengernyit. "Apa ini?"

"Baca saja."

Pria Jeon itu pun membaca tulisan yang ada di sana. Matanya membulat sempurna sedetik setelah membaca isi surat kaleng itu. "I—ini—"

"Gila bukan? Kau saja sampai kaget begitu," Gyeoul menyersap kopinya kesal. "Tidak mungkin kau seperti itu, kan? Harusnya mereka berpikir dulu jika mau menipuku, dasar kumpulan orang idiot!"

Jungkook tak bisa berkata-kata sekarang. Lidahnya kelu, ujung-ujung jarinya terasa dingin dan berkeringat. Bagaimana bisa Gyeoul mendapatkan info semacam ini? Dan yang terpenting, bagaimana bisa mereka mengetahui tentang Gyeoul?

Bangsat.

Jungkook harus mencari tahu tentang ini. Gyeoul tidak boleh sampai tahu tentang dirinya. Dan orang-orang itu tidak boleh mengetahui lebih dalam tentang dirinya dan Gyeoul.

Tidak, Jungkook harus menghabisi mereka semua.

Harus.

Sebelum mereka mungkin mencelakakan Gyeoul-nya.

"G—Gyeoul-ah,"

"Hmm?"

"Aku harus pergi sekarang."

Gyeoul menatap bingung ke arah Jungkook yang sudah berdiri dan mengambil mantelnya. "Kenapa buru-buru sekali? Kau tidak menginap?"

"Sepertinya tidak untuk malam ini, aku baru ingat harus membantu Tae Hyung dirumah. Pekerjaannya menumpuk karena sakit. Aku berjanji akan membantunya."

"Ah begitu, oke. Hati-hati di jalan!"

Jungkook mengangguk. Mengecup sebentar kening Gyeoul dan segera pergi dari rumah itu.

Gyeoul menggigit bibir bawahnya. Entah kenapa kekhawatiran muncul dalam benaknya. Ia sudah mencoba menyingkirkan segala prasangka buruk sejak semalam. Namun setelah melihat respon Jungkook sekarang, dirinya menjadi lebih curiga.



***


Jeon Jungkook dengan tergesa-gesa memasuki ruangan Taehyung. Pria empat puluh lima tahun itu pun sedikit kaget dengan kedatangan adiknya yang tiba-tiba.

"Hyung!" seru Jungkook.

"Ada apa, Jeon? Kenapa kau seperti orang kerasukan begitu?" Taehyung menaruh kaca matanya di atas meja kerja.

"Ada yang mengetahui tentangku. Ada yang membocorkan identitas asliku pada Gyeoul!"

Taehyung mengernyit. "Maksudmu? Bagaimana bisa?"

"Aku tidak tahu!" Jungkook mengacak rambutnya frustasi. "Bagaimana ini, Hyung? Aku sungguh yakin telah menutup rapat identitasku!"

Taehyung terdiam. Ia sedang berpikir tentang siapa saja yang mungkin melakukan hal ini. Matanya sedikit membulat saat mendapatkan satu nama.

"Triptych!"

Tanpa diduga, Taehyung dan Jungkook secara serempak menyebutkan nama itu.

"Cih, kenapa Irene selalu saja ikut campur!" Taehyung mengerang marah.

"Sialan, urusi kekasih bangsatmu itu, Hyung!" Jungkook menyumpah.

"Dia bukan kekasihku sialan! Kenapa wanita itu selalu ikut campur? Padahal sudah ku bilang untuk diam dan jangan lakukan apapun."

"Wanita gila satu itu mana mau menurut! Aku harap dia cepat mati!"

"Percayalah, aku juga mengharapkan hal yang sama," kata Taehyung. "Lalu sekarang bagaimana?"

"Aku harus mencari orang yang mengirimkan surat itu dan membunuhnya segera!"

"Tapi Jeon, lebih baik kit—Jeon!"

Terlambat, Jeon Jungkook telah pergi lebih dulu dari ruangan itu. Taehyung menghela napas. Lelaki itu memijat pangkal hidungnya, kepalanya pusing bukan main. Jeon Jungkook, kemarahan, dan pistol yang selalu ada di balik jasnya bukanlah perpaduan yang bagus untuk korbannya.

Ini adalah pertanda jika ia harus repot membersihkan sampah hasil kemurkaan Jungkook, lagi. Ia juga mungkin harus berurusan kembali dengan penyihir sialan yang bangsatnya sangat cantik.

"Bae Irene, kenapa kau selalu harus ikut campur? Apa harus aku melenyapkanmu dengan tanganku sendiri?"

Taehyung menutup mata dan menyandarkan kepalanya di kursi. Ia pusing, sungguh. []

***
Sesungguhnya negative thinking itu tidak baik :)

Makasih udh baca :))

Grey ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang