Grey 13 : Our Different

3.4K 546 18
                                    

"Kenapa kau harus ikut campur, Joohyun-ah?"

Taehyung bertanya pada wanita paruh baya yang tengah duduk manis dihadapannya. Wanita itu mengenakan dress ketat berwarna merah terang. Wajahnya terlihat luar biasa cantik walau umurnya sudah hampir setengah abad.

"Aku hanya tidak suka dengan caramu, Tae. Kau tidak bisa berbohong seperti ini!" Wanita itu menjawab sedikit kesal.

"Aku hanya mengikuti kemauan Jungkook. Dia hanya ingin bersama dengan gadis itu!"

"Dengan membohonginya? Jangan gila, Tae!"

"Dengar, Irene," Taehyung menghela napasnya. "Aku sangat menghormatimu sebagai sahabatku. Aku sudah mencoba menghentikan Jungkook, tapi ia tetap bersikeras."

"Lalu kenapa kau tidak bilang padaku?"

"Situasinya rumit saat itu. Kumohon, kali ini biarkan dia."

"Tidak, aku tidak bisa mem—"

"NOONA!!"

Serentak Irene dan Taehyung menoleh ke asal suara. Jeon Jungkook dengan pakaian yang masih memiliki bercak darah segar, datang dengan wajah luar biasa marah.

"Kook, kau datang?"

Namun Jungkook sama sekali tidak menggubris pertanyaan Taehyung. Ia melangkah lebar menuju satu-satunya wanita di tempat itu. "Apa sebenarnya maksudmu, Noona?" Jungkook bertanya tanpa basa basi.

"Apa?"

Jungkook berdecih. "Jangan pura-pura bodoh, apa maksudmu memberi tahu Gyeoul tentang aku?"

Irene tersenyum. "Duduklah dulu dan tenangkan dirimu, Adikku," ujar Irene.

Jungkook menurut. Walau semarah apapun dirinya, ia masih sangat menghormati Irene sebagai sahabat kakaknya. Jika Taehyung sudah seperti ayah bagi Jungkook, maka Irene sudah seperti ibu kandung baginya.

"Dengarkan aku, hubungan tidak bisa dimulai dengan dasar kebohongan. Dia harus tahu siapa dirimu," kata Irene mencoba menasehati.

"Dia tidak akan menerimaku. Tidak akan pernah."

"Kalau begitu berarti kau memaksakan dirimu padanya. Itu bukan cinta, tapi obsesi semata. Kau ingin memilikinya dengan segala macam cara. Itu bukan hal yang benar, Kook."

"Cih, sejak kapan apa yang dilakukan kita ini benar? Kita ini mafia, ingat?"

"Benar, kita memang mafia. Tapi aku tidak pernah mengajarimu untuk berbohong dengan alasan cinta. Jangan membual, tidak ada cinta yang seperti itu!"

Taehyung hanya bisa diam mendengarkan perdebatan Jungkook dan Irene. Timbul perasaan kagum pada wanita yang menjadi sahabat baiknya sejak kecil. Sepertinya ia harus menikah saja dengan Irene, hitung-hitung supaya mereka tidak sendiri sampai mati.

Jungkook menunduk. "Noona, aku sungguh mencintainya," ujar Jungkook lirih.

"Maka katakan yang sebenarnya."

"Aku tidak bisa. Sungguh. Aku tidak berani mengatakannya. Bagaimana jika dia tidak menerimaku? Bagaimana jika hubungan kami berakhir?" Jungkook hampir saja menangis. Ya, pria itu hanya akan mengeluarkan sisi terlemahnya di hadapan Irene dan Taehyung.

Irene bergerak memeluk adik kesayangannya itu. Ia mengusap-usap pucuk kepala Jungkook dengan sayang. "Kalau kalian memang ditakdirkan bersama, maka tidak ada yang bisa memisahkan kalian. Kau harus jujur. Sekarang, jika ternyata dia tahu semuanya dari orang lain lebih dulu, itu malah akan lebih menyakitinya."

Irene bisa merasakan Jungkook mengangguk di pundaknya. "Aku akan coba. Aku akan jujur padanya."

Irene tersenyum dan mengeratkan pelukannya. Taehyung mengusap-usap punggung Jungkook. "Jangan menangis," ujar pria Kim itu. "Kau bilang kita keluarga mafia, mafia macam apa yang menangis sesenggukan seperti ini?" kata Taehyung mencoba menggoda.

Namun Irene malah memukul tangan pria itu. "Biarkan, dia bukan mafia, Jungkook itu adikku."

Dan setelah itu, Taehyung hanya bisa menutup mulutnya rapat. Wanita di depannya kadang sungguh menakutkan.



***



Gyeoul berjalan dengan tenang menuju rumahnya. Ia sedikit bersenandung kecil sepanjang jalan. Tangan kanannya membawa satu plastik besar belanjaan untuk kebutuhan mingguan.

Saat hampir sampai di depan rumahnya, Gyeoul mendapati presensi pria dengan tubuh berbalut kemeja putih tengah membelakanginya.

"Jungkook?" Ia menyapa, berjalan mendekati pria yang sama sekali tidak menoleh saat ia panggil.

Namun beberapa saat sebelum Gyeoul menyentuh pria itu, Jungkook sudah lebih dulu membalikkan badannya.

Gyeoul terbelalak melihat keadaan Jungkook saat ini. Kemejanya penuh dengan darah, tangannya terluka dan dandanannya sungguh terlihat acak-acakan.

Gyeoul reflek mengambil satu langkah mundur. Belanjaannya sudah terjatuh ke tanah saking terkejutnya. "Jeon—" Ia memanggil lirih.

"Gyeoul, aku—" Jungkook bergerak mendekat. "Aku—"

"A—apa yang terjadi? Kenapa kau seperti ini?" Gyeoul mendekat dan menangkup pipi tirus Jungkook dengan lembut.

Jungkook menunduk. "Aku—sebenarnya aku—"

"Apa? Kenapa kau berantakan sekali. Dan kenapa kemejamu kotor seperti ini?" Gyeoul menolak menyebutnya sebagai bercak darah, walau ia tahu dengan pasti noda yang mengotori kemeja Jungkook.

"Aku—aku pembunuh. Aku membunuh orang."

Gyeoul membulatkan matanya. Tubuhnya serasa kaku. Gadis itu menjauhkan tangannya dari wajah Jungkook. "A—apa? Jangan bergurau, Kook."

"Aku berkata yang sebenarnya."

Gyeoul menghela napas, mencoba mengendalikan keterkejutannya. "Bagaimana ceritanya? Kalau kau tidak sengaja, kita bisa katakan pada polisi."

"Jadi kau ingin aku dipenjara?"

"B-bukan begitu, Jeon. Tapi semua kesalahan tentu harus diberi hukuman. Apalagi jika sudah menyangkut nyawa. Kau tahu aku sangat menghargai nyawa semua orang, kan?"

"Jadi kau akan meninggalkanku jika aku telah melenyapkan nyawa? Kalau aku adalah pembunuh."

"Kook, jika itu tidak disengaja, maka aku akan berusaha mengerti. Ayo kita ke kantor polisi! Dimana korbannya? Mungkin aku masih bisa bantu."

Gyeoul menarik tangan Jungkook. Namun sedetik kemudian, Jungkook melepaskan genggaman Gyeoul di pergelangan tangannya. Gyeoul menatap terkejut ke arah kekasihnya.

"Aku pembunuh, Gyeoul-ah. Aku adalah mafia Cypher seperti yang dikatakan surat itu. Aku melenyapkan banyak orang. Aku adalah pembunuh yang kejam."

Sejenak, Gyeoul mengerutkan alisnya. Lalu sedetik kemudian, gadis itu tertawa sumbang. "Jangan bodoh, Kook. Kau tidak mungkin lakukan itu." Jujur, Gyeoul merasa sangat khawatir jika apa yang dikatakan Jungkook adalah sebuah kebenaran.

"Aku tidak sedang bergurau. Ingat saat kita pertama kali bertemu? Aku terluka saat harus melawan orang-orang yang harus kubunuh."

Gyeoul bergerak mundur selangkah.

"Apa kau juga ingat saat ada noda di ujung sepatuku? Kau pasti tahu dengan jelas kalau itu bukan noda saus, kan? Benar. Itu noda darah. Aku baru saja selesai membunuh seseorang saat itu. Bahkan saat kau menelponku, aku sedang menyiksa orang itu."

"K—Kook—"

"Aku adalah pembunuh. Aku melenyapkan nyawa orang lain. Sedangkan kau adalah sang dokter, yang menyelamatkan nyawa orang lain. Benar, kita berbeda."

***
Mba Irene baik ya, jangan kesel dulu sama dia :(
Iya, Irene yang ngasih suratnya, tapi maksud dia baik, kok :(
#saveirene

Makasih udah baca 😊

Grey ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang