Menyebalkan. Mesum.
Rasanya dua kata itu sangat pantas untuk menggambarkan seorang Jeon Jungkook. Sejak tadi pria itu selalu menghubung-hubungkan segalanya dengan hal-hal yang berbau mesum.
Oh tolonglah, apa hubungannya antara sosis, telur, dan mayonaise? Sejak tadi pria itu ngotot ingin sarapan dengan ketiga menu itu, saat ditanya alasannya ia hanya bilang itu sangat nikmat sambil menatap Gyeoul dengan tatapan seperti om-om mesum.
Gyeoul memukul kepala pria itu dengan sendok yang ada di tangannya. Bukannya ia tidak mau memberikan Jungkook ketiga menu itu, hanya saja ia belum belanja dan sekarang dirinya hanya memiliki telur, nasi, dan kimchi.
"Bisakah kau berhenti mengeluh? Aku sedang membuat sarapan!" Gadis 29 tahun itu menatap Jungkook tajam. Pria itu sedari tadi terus merengek masalah menu sarapannya.
"Aku hanya sedang ingin sosis," rengek Jungkook.
Gyeoul menghela napasnya. Gadis itu mematikan kompor dan berbalik menatap Jeon Jungkook yang sedang duduk manis di kursi makan. "Dengar, Tuan Jeon. Aku belum belanja untuk minggu ini jadi stok makananku hanya tinggal seperti ini. Dan jika kau ingin sosis maka makanlah sosismu saat kau di pulang ke rumah."
"Sosisku? Maksudmu sosis yang seperti apa?"
"Ya sosis. Daging yang panjang."
"Oh ya Tuhan, bagaimana kau tahu kalau milikku panjang? Kau tidak mengintip saat aku tidur atau berganti pakaian, kan?"
"Tid—tunggu! Hey, kenapa kau sangat tidak sopan, Tuan?!"
Jungkook tertawa, namun sedetik kemudian ia meringis sambil memegangi luka di perutnya. "Tertawalah saja terus sampai jahitan di perutmu itu robek!" kesal Gyeoul.
"Apa kau ingin jahitanku robek supaya kau bisa menjahitku lagi? Akuilah bahwa kau suka melihat otot perutku."
Gyeoul menggeram. Gadis Kang itu mengacak rambutnya kesal. "Uh! Kenapa aku bisa berurusan dengan pria sepertimu, sih?! Kenapa juga tadi malam aku mau susah-susah menolongmu?!"
"Karena aku tampan?" jawab Jungkook asal. Pria itu mencomot apel yang berada di hadapannya.
Gyeoul memicingkan matanya melihat tingkah ajaib Jungkook. "Apa kau ini tidak pernah belajar tentang sopan santun dan rendah hati?"
Jungkook menggigit apelnya. "Pernah. Sopan santunku adalah yang terbaik."
"Terbaik, ya?"
Jungkook mengangguk lugu.
"Huftt, baiklah. Sekarang kau mau sarapan atau tidak?" tanya Gyeoul yang telah amat jengah dengan tingkah kurang ajar pria di hadapannya.
Jungkook menegakkan tubuhnya. Pria itu menaruh apel yang telah digigitnya di atas meja dan mensedekapkan kedua tangannya di atas meja. "Aku menunggu. Tolong beri aku makan, Nona Dokter."
Gyeoul membalikkan tubuhnya. Dia menaruh telur dadar yang telah dibuatnya di atas piring. Ia mengambil dua mangkuk nasi. Setelah itu, ia membawa makanan itu ke atas meja. Di sana Jungkook sudah siap dengan sumpit dan sendok di kedua tangannya.
"Selamat makan!" seru pria itu. Jungkook dengan cekatan mengambil telur dan kimchi yang ada di meja makan. Gyeoul hanya menatap Jungkook dengan tatapan kau-benar-benar-luar- biasa sambil menggelengkan kepalanya.
Mereka makan dalam diam.
"Nona, Kang," panggil Jungkook tiba-tiba. Gyeoul hanya membalas dengan menaikkan alis dan menggeram pelan.
"Kenapa kau menolongku? Bukankah aku orang asing? Aku mungkin bisa saja melukaimu."
Gyeoul menghentikan kegiatan makannya. Ia menatap Jungkook yang berada di hadapannya. "Jangan menakutiku, kita hanya berdua disini. Diluar pun sedang hujan."
Jungkook tersenyum miring. "Tenang saja, aku pantang melukai seorang wanita, apalagi jika ia cantik."
"Kalau begitu, kenapa kau bertanya seperti itu padaku?"
"Aku hanya merasa ... aneh? Mungkin?" Jungkook mengaduk asal kimchi yang berada di mangkuknya.
"Apa yang aneh? Aku adalah seorang dokter, sudah tugasku untuk membantu semua orang. Kau tidak perlu merasa aneh seperti itu, kecuali kalau kau adalah penjahat," Gyeoul terkekeh.
Jungkook hanya diam. Ia menunduk menatap nasinya Tidak tahukah wanita ini jika pria yang duduk di hadapannya adalah seorang mafia kelas kakap?
Tidak.
Dan semoga Gyeoul tidak pernah tahu.
"Tapi tak apa jika kau memang penjahat," perkataan Gyeoul membuat Jungkook mendongak. "Aku tetap akan menolongmu, tidak peduli siapapun kau."
Jungkook tersenyum senang. Entahlah, dia hanya merasa senang mendengar perkataan Gyeoul.
"Kalau begitu aku adalah penjahat yang akan mencuri hatimu," kata Jungkook asal.
Mata Gyeoul membulat lucu. Pipinya sukses memanas. Gyeoul berdehem kecil untuk menghilangkan kegugupannya. "Apa kau selalu seblak-blakan ini, Tuan? Bahkan sekarang belum 24 jam sejak pertemuan kita."
"Memangnya kenapa? Aku suka kau, jadi aku harus mengatakannya, kan?"
Aku suka kau.
Suka kau.
Kau.
Ya Tuhan, bagaimana bisa ia salah tingkah hanya dengan tiga kata itu? Ah, dia sungguh payah. Dirinya memang belum pernah berpacaran, sungguh. Kalau kau ingin tahu, pendidikan seorang dokter itu sangat lama, untung saja ia cukup cerdas sehingga bisa ikut akselerasi dan lulus kuliah lebih cepat.
"Ah, iya!" Jungkook berseru, membuyarkan lamunannya.
"Ada apa?"
Jungkook merogoh saku celananya. "Aku mempunyai ini," Jungkook mengeluarkan sebuah kalung dan memperlihatkannya pada Gyeoul.
"Kalung?" Gyeoul mengernyit.
"Iya. Kalung. Kau tahu, kalung ini kubeli dari uang pertama yang kuhasilkan dengan bekerja, loh."
"Lalu?"
Jungkook menghela napasnya perlahan. "Ini sangat berharga, tahu! Aku selalu saja ingin menghasilkan uang sendiri. Bahkan saat kecil aku memimpikan banyak pekerjaan yang bisa membuatku mendapatkan banyak uang. Cita-citaku selalu berganti setiap tahun." Jungkook terkekeh.
"Anak-anak memang seperti itu, kan?"
"Hmm, karena itu, bisakah kau menerima ini?" Jungkook menyodorkan kalung itu ke hadapan Gyeoul.
"Aku? Kenapa?"
"Ya ... aku hanya ingin memberikannya padamu. Anggap saja sebagai bayaran atas bantuanmu."
"Aku tidak perlu dibayar."
"Tapi aku memaksa. Baiklah, kalau kau tidak mau, anggaplah aku menitipkannya padamu. Kau harus menjaganya dengan baik, mengerti?"
Gyeoul menghela napas. "Oke. Tapi kalau kau menitipkan, berarti kau harus mengambilnya kembali bukan? Kapan?"
"Eumm, entahlah. Tapi aku janji akan mengambil kembali kalung ini. Jadi, kau harus menungguku. Mengerti?"
Dan senyuman polos pria itu membuat Gyeoul tidak kuasa menggelengkan kepala.[]
***
Terima kasih telah membaca :))
KAMU SEDANG MEMBACA
Grey ✔
FanfictionWas #54 jk Kisah ini dimulai dengan dua orang dari dunia berbeda yang bertemu karena takdir. Sang Penyelamat dan Sang Pelenyap, jatuh cinta karena panah cupid yang salah sasaran. "Bukankah sudah jelas jika aku di sisi putih, dan kau di sisi hitam...