11 ㅡ The Name of Love

3.4K 382 10
                                    

Park Jimin, pria dengan wajah tampan itu tersenyum cerah saat Kim Namjoon, salah satu sahabatnya datang berkunjung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Park Jimin, pria dengan wajah tampan itu tersenyum cerah saat Kim Namjoon, salah satu sahabatnya datang berkunjung. Pria yang menjadi presdir di sebuah perusahaan besar itu kini sedang duduk di atas singgasananya yang menghadap langsung ke arah jendela. Kerlap-kerlip lampu ibu kota, mulai menjajal setiap gedung tinggi. Beberapa karyawan dan pekerja, mulai memadati jalanan Seoul yang tidak ada sepinya.

"Hallo, bro!" sapa Namjoon saat melihat Jimin tengah sibuk dengan berkas-berkas pentingnya.

"Oh, kau sudah datang rupanya." Jimin berdiri lalu menghampiri pria jangkung yang baru saja datang keperusahaannya.

"Ck, saking sibuknya, kau mengajakku bertemu saat malam tiba, kau tahu? Semua lorong gedung sudah sepi. Kupikir gedungmu ini tidak berpenghuni," komentar Namjoon. Pria itu duduk diatas sofa yang ada di ruang kerja Jimin.

"Namjoon, aku tidak ingin ada yang mengganggu pembicaraan kita. Cukup aku dan seorang psikiater handal sepertimu yang tahu," ucap Jimin lalu mengikuti langkah Namjoon.

"Jadi, apa yang akan kau konsultasikan?" ucap Namjoon mulai serius dengan arah perbincangan mereka. Jimin menghela napas pelan sebelum akhirnya ia bercerita.

"Seulgi akan tetap menggugurkan kandungannya, Joon. Aku tidak rela bila hal itu sampai terjadi. Bagaimanapun, memiliki keturunan adalah hal yang sangat diinginkan dalam keluarga besarku. Terutama ibuku, ia adalah orang pertama yang mengucapkan banyak sukur saat ia tahu Seulgi sedang hamil. Tetapi nyatanya tidak sesuai ekspektasiku karena wanita itu sama sekali tidak mengharapkan kehadiran janinnya," ucap Jimin mulai menceritakan masalahnya.

"Kupikir Seulgi tipikal orang yang seperti itu, Jim. Kau tahu? Kehidupan seorang model tak terlepas dari gaya sosialita yang tinggi. Tentu saja, bergaya sosialita itu hanya dapat dilakukan oleh segelintir orang yang merasa dirinya cantik, bertubuh profesional dan yang pasti kaya. Seulgi merasa kehamilan yang sedang terjadi pada dirinya sekarang  akan mengganggu aktivitasnya sebagai model," jelas Namjoon. Mendengar itu, Jimin terdiam lalu menyesap caramel macciato yang sudah ia pesan dari office boy-nya.

"Satu lagi Jim, kau terlalu menganggap pernikahan adalah hal yang mudah dan sesuatu yang siapapun bisa melakukannya. Kau ingat, seminggu sebelum kau dijodohkan, aku dan Seokjin pernah memberimu saran," jelas Namjoon. Psikiater itu tentu saja tahu bagaimana dinamika pernikahan bersama seorang model. Meski sejatinya ia tidak pernah memiliki kekasih seorang model.

Namjoon dan Seokjin pernah memberi nasihat pada Jimin bahwasannya sebelum pernikahan berlangsung, alangkah baiknya jika Jimin memikirkan resiko yang ia dapatkan ketika dirinya memutuskan untuk menikahi seorang model. Namun, sepertinya Jimin tidak pernah menggubris nasihat dari sahabanya itu.

"Ya, aku mengaku bersalah," ucap Jimin mendengar penuturan Namjoon.

"Ck, ini sudah terlambat, Jim."

"Lalu aku harus bagaimana?" ucap Jimin terlihat gusar.

"Kau hanya perlu meyakinkan dia bahwa memiliki keturunan adalah kodrat wanita," ucap Namjoon lalu menyesap kopi hitam yang ia pesan.

SERENDIPITY | Seulmin [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang