Bagian 4

279 23 6
                                    

____

"Hai...." laki-laki bertubuh jangkung itu, menyapa seseorang yang kebetulan duduk di sampingnya.

Laki-laki yang agaknya adalah seorang pelajar SMA itu, sejak tadi ia duduk di kursi taman. Melihat ada seseorang yang duduk disampingnya, ia memilih untuk menyapanya.

"Oh hai," cewek berambut panjang itu menjawab dengan senyuman canggung. Pasalnya ia tak mengenal seseorang yang menyapanya itu.

"Lo nggak kenal gue?"

Pertanyaan laki-laki itu membuat si cewek mengernyit bingung. Ditatapnya laki-laki itu. Ia berusaha mengingat apakah ia kenal dengan laki-laki yang berada disampingnya.

"Gue Guntur!"

Cewek yang tak lain adalah Diah itu semakin mengerutkan keningnya.

Tiba-tiba raut wajahnya berubah menjadi kaget.

"Guntur, owh Guntur! wei kita gak pernah ketemu sejak lulus SD," Ucap Diah kaget.

"Yoi."

Guntur adalah teman akrab Diah sewaktu SD bisa dikatakan sahabat SD-nya selain teman-teman perempuannya.

                          ***

Diah duduk melamun di kamarnya. Ia masih bingung dan khawatir dengan seseorang yang menerornya dan teman-temannya. Apalagi kejadian tadi, Deon jatuh dari tangga. Menurutnya bisa jadi itu adalah bentuk teror dari seseorang itu.

Tapi apa masalahnya? sampai-sampai ia di teror seperti ini?

Diah mendesah.

Ia kembali mengingat tentang Deon. Sampai sekarang ia masih mempertanyakan mengapa Deon sejak masuk SMA berubah. Deon tak lagi menjadi teman akrab Diah bahkan Deon tak pernah menyapa Diah saat di sekolah. Apa masalahnya?

Rasanya waktu seperti cepat berlalu. Sekarang Diah sudah menginjak SMA. Itu artinya ia bukan anak kecil lagi. Sekarang ia berpikir bahwa ia harus mampu menghadapi masalahnya. Tiba-tiba terlintas di benaknya bahwa ia harus menyelesaikan masalahnya dengan Deon.  

Diah memutuskan untuk ke rumahnya untuk menjenguk Deon Besok. Tentunya ia akan mengajak Putri dan juga Jesika.

                   ***

Malam ini hawa dingin menyeruak sampai ke dalam rumah. Burung hantu terdengar dengan jelas memecah keheningan malam. Jam berderak kasar seakan mencakar-cakar dinding tempatnya di gantung.

Seorang perempuan bangun dari tidurnya karena merasa kedinginan. Ia mencari-cari selimut yang semula terbalut di tubuhnya. Perempuan itu mengedarkan pandangannya, kemudian pandangannya jatuh pada selimut yang ternyata sudah berada di lantai. Mungkin tadi jatuh saat ia sedang tidur, pikirnya. Mau tidak mau ia harus turun dari kasurnya untuk mengambil selimutnya. Ia menguap sesaat lalu turun dari kasurnya tentu saja untuk mengambil selimutnya.

Ketika sudah turun dari kasur, perempuan itu melihat ke arah pintu. Ia begitu bingung. Seingatnya ia sudah mengunci pintu kamarnya sebelum tidur. Tapi sekarang pintunya terbuka lebar. Tanpa ambil pusing, perempuan itu mengambil selimutnya lalu ditaruhnya ke atas kasur. Setelah itu, ia berjalan untuk menutup pintu kamarnya. Ketika sudah dekat dengan pintu ia melihat kunci kamar masih tertancap di pintu. Aneh, batinnya. Segera ia menutup pintu, tapi rasanya begitu susah untuk menutup pintu dengan rapat. dibalik pintu seakan akan ada tangan yang menhalangi pintu itu untuk tertutup rapat.

Perempuan itu mencoba merapatkan pintu dengan mendorongnya tapi tak berhasil pintu itu tak mau tertutup rapat. Penasaran, akhirnya perempuan itu membuka pintu itu untuk melihat ada apa di balik pint sehingga pintu itu tak mau tertutup rapat.

Nihil. Tak ada apapun.

"Nggak ada apa-apa. Terus kenapa pintunya nggak bisa ditutup?" gumam perempuan itu pelan.

Perempuan itu mencoba kembali menutup pintu itu. Tidak bisa lagi. Dibukanya pintu itu.

"Arrggggghhhhh..." suara perempuan itu menggema di kesunyian malam.

Dia sudah tergelatak di lantai. Di perutnya sudah tertancap satu bilah pisau. Darahnya bercucuran deras. Padangannya kabur. Ia melihat seorang bertopeng hitam dan pakaian serba hitam terdiam di hadapannya. Ia yakin bahwa orang itu yang menancapkan pisau ke perutnya.

Sebelum semuanya gelap, perempuan itu sempat bergumam.

"Si..siapa kamu?"

Dan seorang bertopeng itu hanya terdiam. Memandang mangsanya berhasil ia bunuh. Ekspresinya tak jelas karena tertutup oleh topeng hitamnya.

                           ***

Malam tiba, Diah masih terdiam di kamarnya. Ia enggan turun untuk makan malam saat ini. Pikirannya tertuju pada bayangan-bayangan teror itu. Padahal, ibunya sudah mengingatkannya untuk makan malam. Tapi Diah hanya mengiyakan suruhan Mamanya itu tanpa melaksanakannya.

Drttt

Suara getaran ponsel Diah, membuyarkan lamunannya. Kebetulan ponsel itu berada di kantong celana panjang Diah. Jadi, ia bisa merasakan getaran notifikasi dari ponselnya itu.

0834*****

Aku bisa melihatmu sekarang

Deg!

Diah segera mengedarkan pandangannya was-was. Jendela!
Ia segera mendekati jendela kamarnya. Tidak mungkin kalau orang itu bisa melihatku sedangkan jendela kamarku ini ada kordennya, pikir Diah. Ia menggeser korden jendela kamarnya perlahan.

"Diah!"

Belum sempat ia membuka korden itu, ibu Diah memanggil Diah.

Diah menjawab, "Iya, bentar, Mah."

Pintu terbuka dan menimbulkan suara decitan pintu. Itu membuat Diah menoleh ke arah pintu.

Disana terlihat seorang perempuan paruh baya yang tak lain adalah Mama Diah sendiri.

"Gak makan?" ucap Mama Diah akhirnya.

"Iya nanti aja."

"Sekarang!"

"Iya iya."

Diah akhirnya turun untuk makan. Membiarkan rasa penasarannya terngiang ngiang di kepala. Lagipula kalau ia membantah perkataannya Mamanya itu ia pasti akan  di marahi habis habisan apalagi soal makan.

Di ruang makan, sudah ada Papa Diah yang sudah mulai makan. Papa Diah hanya mendongak sebentar untuk melihat putrinya itu. Setelah itu, ia melanjutkan makannya. Papa Diah kelihatannya baru  pulang dari kantor sehingga ia enggan untuk berkata apa-apa.

"Lauknya mau yang mana?" ucap Mama Diah setelah duduk.

"Biar aku sendiri aja yang ngambil, Mah," kata Diah ketika melihat Mamanya mengambil lauk ikan untuknya.

Akhirnya Mama Diah meletakkan kembali lauk ikan itu dan membiarkan putrinya mengambil lauk yang ia kehendaki.

Makan malam kali ini, hening. Entah kenapa? biasanya setiap keluarga kecil ini berkumpul di ruang makan pasti ada canda tawa ataupun obrolan obrolan singkat.Tapi kali ini berbeda hanya hening. Sepertinya semua sibuk dengan pikirannya masing-masing. Apalagi Papa Diah baru saja pulang kantor. Pasti ia lelah.

Setelah makan malam selesai Diah kembali ke kamarnya.

Diah menghela napas berat ketika sampai di depan pintu kamarnya. Sepertinya ia malam ini harus tidur bersama Mama dan Papanya. Ia merasa was-was apabila tidur di kamar ini sendirian. Ia takut orang yang mengiriminya pesan tadi, benar benar berada di dekatnya. Ia tak mau hal-hal yang tak ia inginkan terjadi.

Diah berbalik dan segera berlari menuju kamar Papa Mamanya.

Hai

Jangan lupa votment

Kalau ada kesalahan tolong komen aja ya






TERORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang