Bagian 3

353 24 1
                                    


_____

Suara kicauan burung semakin
jelas. Sinar matahari mulai masuk ke kamar lewat celah-celah jendela. Seorang perempuan bangun dari tidurnya dalam keadaan yang berantakan. Matanya sayu, rambutnya acak-acakan, keringatnya bercucuran deras.

Ia menguap, dibukanya selimut yang menutupi sebagian tubuhnya dengan gerakan malas. Ia benar-benar masih mengantuk. Semalam ia tak bisa tidur. Ia selalu was-was, ia takut jika ada seseorang selain dirinya di rumah ini. Apalagi SMS yang masuk dari seseorang semalam membuatnya cemas.

Suara ketokan pintu membuat matanya membuka setelah sempat tertutup tadi.

Ia turun dari atas kasurnya lalu berjalan ke arah pintu kamar untuk membukanya. Di bukanya kenop pintu dengan perlahan lalu ia melangkahkan kakinya lagi ke depan pintu rumahnya.

Kriiiet

"Astaga, kamu belum mandi jam segini? ini udah siang, Jes," ucap ibu Jesika tegas.

"Hah, emangnya jam berapa sekarang, Mah?" tanya Jesika pada ibunya dengan malas.

"Jam setengah tujuh," jawab papa Jesika dengan lantang.

"Hah, masa sih? aduh, aku mandi dulu ya, Ma, Pa? bayy," Jesika langsung berlari cepat menuju kamar mandi. Ia tak mengira kalau sekarang sudah siang. Sementara papa dan mama Diah hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya.

Setelah beberapa menit kemudian, Jesika sudah rapi dengan seragam sekolah yang melekat pada tubuhnya. Ia segera berangkat sekolah dengan diantar oleh Papanya.

Setelah sampai di sekolah, ia segera menuju kelasnya. Ia sudah tidak sabar untuk menceritakan kejadian semalam yang dialaminya kepada Putri dan Diah.

                     ****

Bel istirahat berbunyi, semua siswa berhamburan keluar kelas termasuk Diah, Jesika, dan juga Putri. Mereka segera pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang sudah keroncongan.

Kriing

Notifikasi dari ponsel Putri membuat Jesika menoleh sebentar ke arahnya. Jesika mengambil sedotan yang berada di meja lalu meletakkannya di gelas minumnya. Ia menoleh kembali ke arah Putri yang sekarang sedang mengernyit menatap layar ponselnya.

"SMS ya?" tanya Jesika pada Putri.

"Iya, bener. Tapi nomer telponnya beda sama yang neror lo."

"Isinya apa?" tanya lagi Jesika.

"Nih, lo lihat sendiri!"

Diah pun ikut-ikutan melihat layar ponsel Putri yang berisi pesan itu.

"Astaga, ni orang kayaknya nggak main-main. Gue yakin sekarang dia lagi ngawasin kita," cerosos Diah was-was sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru.

Putri bergidik ngeri, "Gue jadi takut."

"Hah, permainan apaan sih! gue jadi bener-bener kesel. Apa mau dia hah apa!" Jesika mulai kesal.

"Gue juga nggak tahu, Jes. Kita harus tetep waspada nih. Bisa jadi ini hanya ulah iseng orang."

Tiba-tiba ditengah kekesalan mereka, terdengar suara keributan. Banyak siswa di kantin yang berbondong-bondong ke arah keributan itu.

"Ehh ada apa nih!" tanya Diah ketika ada anak lain yang berlari di sampingnya. Diah menarik tangan anak itu agar berhenti.

"Engg....nggak tahu tapi kayaknya ada yang jatuh dari tangga..tapi nggak tahu juga sih.. eh gue pergi dulu ya!" anak itu menarik tangannya kembali dan segera berlari.

Diah termenung sebentar lalu ia segera berlari menyusul anak anak lain. Firasatnya mengatakan bahwa ini ada hubungannya dengan orang yang menerornya dan teman-temannya.

Sampai di tengah gerumbulan anak, Diah langsung menerobos gerumbulan itu untuk mengetahui ada apa sebenarnya.

Diah kaget, di ujung tangga bawah ada seorang siswa laki-laki yang tergeletak dengan bersimbah darah. Di sana sudah ada guru yang akan mengangkat siswa itu ke tandu. Sungguh mengerikan tontonan itu bagi Diah. Ia takut dengan darah apalagi darah itu banyak sekali.

Di amatinya wajah siswa itu dan satu kata yang terucap di bibir Diah, Deon.

Deon adalah teman akrab Diah dulu sewaktu SMP. Diah menganggap hanya Deon yang mampu mengerti perasaanya saat SMP. Bagi Diah, Deon adalah orang penting di hidupnya dulu. Semua itu  berakhir ketika memasuki SMA. Memang mereka sekolah di SMA yang sama namun kelas mereka berbeda. Deon berubah, ia menjadi siswa yang tidak disiplin dan urakan. Pertama masuk SMA mereka saling sapa tapi lama kelamaan ketika Diah menyapa Deon, Deon malah mengabaikannya. Entah apa yang sebenarnya terjadi, Diah tidak tahu.

"Semua masuk ke kelas masing-masing sekarang! anak itu sudah saya tangani jadi jangan khawatir!" Diah tersadar ketika mendengar teriakan Bu Sulis guru Fisika yang memerintahkan anak-anak untuk segera ke kelas masing-masing.

"Di!"

Jesika menepuk pelan bahu Diah.

"Ayo!" jawab Diah cepat. Ia tahu bahwa Jesika dan Putri sudah tahu Deon itu siapa. Pasti Jesika atau Putri akan membahas tentang Deon lagi dan itu membuat Diah agak risih. Diah berjalan cepat menuju kelasnya sementara dua temannya menyusul.

Putri dan Jesika berusaha menyamai langkah Diah yang cepat. Setelah berhasil menyamai langkah Diah, Jesika mulai membahas tentang Deon.

"Ada apa sih sebenarnya dengan dia? apa yang sebenarbya terjadi sama Deon?"  ucap Jesika seraya menatap serius Diah yang semakin mempercepat langkahnya.

"Di, tungguin!"

Diah mencoba untuk mengabaikan Jesika yang agaknya mulai membahas Deon. Diah mulai mencari cari sebab Deon jatuh dari tangga. Pikirannya berkecamuk. Apa ini ada hubungannya dengan teror itu atau ada hal lain atau hanya kecerobohan Deon sendiri.

Sampai di kelas Diah langsung duduk di kursinya dan pada waktu itulah guru masuk kelas dan mengucapkan salam.

                         ***

"Gue nyesel banget," gumam Putri pelan yang masih bisa didengar.

"Nyesel kenapa?" tanya Diah penasaran.

"Hah, nggak papa kok."

"Ada masalah ya?"

"Enggak ada."

"Kalau lo ada masalah bilang sama gue. Gue bakal dengerin kok."

"Oke."

Diah dan Putri sekarang berada di taman kota. Mereka sepakat untuk pergi ke taman kota sepulang sekolah tadi. Tidak ada tujuan lain selain hanya untuk bersenang-senang. Mereka tidak mengajak Jesika karena memang Jesika ada urusan.
       
Kriiing

Suara ponsel Diah membuatnya cepat cepat membuka ponselnya. Ia menduga bahwa notif itu dari peneror yang selama ini meneror Diah, Jesika, dan Putri. Dugaannya benar. Meskipun itu dari nomer yang berbeda tapi Diah yakin notif pesan itu dari orang yang sama.

081********

Bagaimana?

Pikiran Diah mulai berkecamuk. Apa maksudnya? ia segera menunjukkan pesan itu kepada Putri.

"Maksudnya apa coba, Put," ucap Diah sambil menyodorkan ponselnya kepada Putri yang sejak tadi duduk di sampingnya.

"Atau jangan jangan itu ada hubungannya sama Deon lagi, Di."

"Masa sih?"

"Bisa jadi, Di."

Diah geram dan akhirnya menelepon nomer itu. Tak lama, suara dari ponselnya membuat ia berdecak.

"Nggak bisa dihubungi ya?" tanya Putri dengan wajah kesal.

"Gue bener-bener muak. Siapa sih dia?"


Halo. Tunggu part berikutnya ya

TERORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang