Bagian 13

177 18 1
                                    

__

Jesika membuka matanya. Pandangannya yang tadinya kabur kini sudah semakin jelas. Pertama kali yang ia lihat saat matanya terbuka adalah kardus-kardus yang saling tumpang tindih. Kepala Jesika berdenyut. Seingatnya dia tadi berada di depan rumahnya tapi sekarang....dia tak tahu saat ini dia dimana.

Bau seperti bangkai tercium menusuk hidungnya. Rasanya Jesika akan muntah. Hening. Jesika baru sadar bahwa kedua tangan dan kakinya diikat. Dan dia duduk di atas kursi kayu. Jesika semakin gelisah. Dia bergerak-gerak berusaha melepaskan ikatan tangannya. Tapi tak bisa ikatannya terlalu kuat.

Rasa takut menghantui gadis itu. Air matanya mengalir deras. Mulutnya tak mampu berbicara walau hanya satu kata. Ia terlalu takut.

Suara langkah kaki mendekat terdengar jelas di telinga Jesika. Ia semakin bergerak dengan gelisah di atas kursinya. Dia berhenti bergerak ketika melihat sosok bertopeng hitam di depannya. Ia meneguk ludahnya susah payah. Keringatnya bercucuran deras.

"Hahaha." Suara orang bertopeng hitam itu menggema.

"Lo tahu ini bau busuk apa?"

Jesika menggeleng. Air matanya jatuh.

"Kematian," Gumam orang bertopeng hitam itu. Dari balik topengnya ia menyeringai.

Jesika semakin dibuat tidak mengerti dengan penjelasan orang bertopeng itu. Mulutnya ingin berbicara tapi tak bisa. Ia ingin cepat-cepat keluar dari sini. Ia ingin bebas dari orang ini.

Orang bertopeng itu mengeluarkan pisau dari saku jaketnya. Jesika memberontak dari posisi duduknya di kursi. Mulutnya ingin sekali berteriak tapi tak bisa karena mulutnya tertutup kain.

Orang bertopeng itu mendekati Jesika bersama dengan pisau di tangannya. Jesika semakin memberontok. Orang itu berdiri tepat di hadapan Jesika. Lama orang itu hanya berdiri di hadapan Jesika. Tak lama kemudian orang itu menjatuhkan pisau itu tepat di depan kaki Jesika.

                                ***

Cowok itu menyeret seogok tubuh perempuan tak bernyawa yang di bunuhnya. Wajahnya menggambarkan rasa was-was. Entah sudah berapa kali cowok itu membunuh cewek-ceweknya. Ia seperti tak punya perasaan.

Cowok itu menyeret tubuh ceweknya sampai mendekati jurang. Setelah itu, tanpa perasaan cowok itu menggulingkan ceweknya ke jurang. Setelah menjatuhkan mayat ceweknya ke jurang, cowok itu berjalan pergi menuju mobilnya.

Sampai di mobil, cowok itu membuka ponselnya. Mengetikkan pesan untuk target selanjutnya. Ia sudah tidak sabar untuk membunuh lagi. Putri, Claire, serta cewek-cewek lainnya sudah berhasil ia bunuh. Sekarang target selanjutnya adalah cewek yang akhir-akhir ini di terornya.

Setelah mengetikkan pesan, ia langsung menelepon cewek itu menggunakan hpnya yang satunya lagi.

"Halo....," ucap cowok itu.

"Iya, ini siapa?"

"Saya Felix. Boleh ketemuan besok?"

"Felix yang itu, ya?"

Cowok yang tak lain adalah Felix itu menyeringai ketika targetnya itu sudah mengetahui dirinya. Akhir-akhir ini ia memang gencar mendekati cewek itu.

"Iya. Kamu Lusi, kan?"

                          ***

Kring...kriiiing...kringg

Suara deringan ponsel Diah membuat Diah cepat-cepat melihat ponselnya. Ia terkejut ketika melihat satu panggilan tak terjawab dari nomer tak dikenal di ponselnya. Di dalam hati ia menjadi was-was karena ia mengira bahwa nomer itu adalah nomer orang yang menerornya.

Beberapa detik ponsel Diah masih bergeming. Selanjutnya satu menit kemudian ponselnya berdering lagi. Dengan ragu, Diah mengangkat panggilan itu.

Kresekk kresek kresek

Hanya ada suara berisik dari panggilan yang dijawab Diah. Setelah beberapa detik kemudian, Diah mendengar suara tangis dari ponselnya.

"Diah, Nak, kamu tahu Jesika dimana?"

"Maaf, ini dengan siapa?"

"Saya ibunya Jesika. Tadi malam Jesika pergi ke minimarket buat beli sesuatu. Tapi, sampai sekarang Jesika belum pulang-pulang. Saya sudah cari ke minimarker tapi kata Mbak-nya Jesika udah pergi. Nak, kamu tahu Jesika dimana?"

"Enggak, Tan. Kok bisa gitu? Aku dari tadi malam cuma di rumah 9 Jesika nggak ke rumah aku sama sekali tadi malam."

"Makasih untuk informasinya. Nanti kalau kami ketemu sama Jesika tolong suruh langsung pulang, ya?"

"Iya."

Sesaat setelah menerima panggilan itu, Diah langsung pamit ke orang tuanya untuk mencari Jesika. Ia benar-benar khawatir dengan Jesika.

Diah mulai menyusuri tempat-tempat yang biasa dikunjungi Jesika dengannya tapi, ia tak menemukan dapat menemukan Jesika. Diah berpikir ini ada yang aneh. Sepertinya Jesika diculik. Apa ini ada hubungannya dengan peneror itu.

Di tengah-tengah dia mencari Jesika dengan motornya, terlintas di pikiran Diah untuk menelepon Putri. Tapi, saat di telpon Putri tak menjawab panggilannya. Diah memutuskan untuk istirahat dulu di sebuah bangku di pinggir jalan. Ia sudah hampir putus asa untuk mencari Jesika.

                                 ***

Maaf, ya cuma update sedikit.

Kalo ada typo kasih tahu aku😁😁

TERORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang