Bagian 6

206 15 2
                                    

___

"Cepetan! kasihan Diah nanti nungguin."

"Iya, ini tinggal dikit lagi habis."

"Kita udah berapa lama disini? cepetan dong!" Jesika mulai kesal kepada Putri yang sejak tadi masih makan mie pedas kesukaannya. Tak tanggung-tanggung Putri memesan dua piring mie. Padahal Diah sedang menunggu mereka. Tapi, Putri bersikeukeuh untuk memesan dua piring karena itu memang makanan kesukaanya.

"Udah belum?!" Jesika mendelik kesal.

"Bentar gue minum dulu, ini bener-bener pedes banget." Jesika mendesis karena menahan pedas.

"Cepetan!!"

"Bentar bentar." Putri terus meminum sebotol air minumnya. Tapi rasa pedas di lidahnya tak kunjung hilang.

"Ayo."

Putri dan Jesika beranjak dan langsung pergi ke sekolah. Mereka tadi memang pergi ke luar sekolah untuk membeli makanan. Tadinya mereka mau membeli makanan di kantin sekolah. Tapi, kantinnya tutup akhirnya mereka memilih untuk membeli makanan di luar sekolah yang tempatnya tak jauh dari sekolah sehingga mereka hanya berjalan kaki untuk membeli makanan itu.

Setelah sampai di area sekolah, mereka segera menuju kelas mereka yang tentunya melewati koridor sekolah. Putri terus mendesis karena kepedasan dan Jesika hanya merutuki Putri.

Langkah Jesika dan Putri terhenti. Mata mereka menangkap sosok perempuan yang mereka kenal terbaring di lantai koridor sekolah. Tanpa berkata lagi mereka berdua langsung menghampiri sosok itu. Wajah mereka berdua panik. Mereka bingung dengan apa yang terjadi pada sosok itu. Jesika menepuk-nepuk pipi Diah berulang kali berharap sahabatnya itu cepat membuka matanya. Tapi yang dilakukannya hanya sia-sia mata itu tak kunjung membuka. Putri berulang-ulang merutuki dirinya. Seharusnya ia tak meninggalkan Diah sendirian dan malah asik menyantap mie kesukaanya.

Putri menempelkan telapak tangannya ke dahi Diah. Dia merasakan dahi Diah hangat. Sepertinya Diah demam.

"Sebenarnya apa yang terjadi sama lo, Di," gumam Putri khawatir.

Jesika mengeluarkan ponsel dari sakunya."Kita hubungi Mama Diah. Kebetulan gue punya nomernya."

Putri mengangguk setuju.

Jesika segera menghubungi Mama Diah. "Halo... halo tante ini aku Jesika."

                              ***

Mata Diah mengerjap-ngerjap. Pandangannya yang tadinya kabur, sekarang terlihat jelas. Ia terjaga. Ia terdiam, memandangi langit-langit. Sepertinya ia berada di tempat yang sangat dikenalnya. Kamarnya sendiri. Diliriknya seorang perempuan paruh baya yang tertidur di tepi ranjangnya. Wanita itu kelihatan begitu lelah. Lelah menungguinya.

Indera pendengar gadis itu menangkap suara jarum jam yang bergerak. Pandangannya seketika beralih ke jam dinding di kamarnya. Dahi gadis itu mengernyit. Seingatnya  tadi, ia bertemu dengan seorang ber-hoodie hitam yang membuatnya ketakutan setengah mati hingga tiba-tiba ia tak kuat menopang tubuhnya dan pandangannya mengabur akhirnya ia pingsan. Memorinya berputar. Ia ingat sekali bahwa beberapa hari yang lalu ia juga pernah bertemu seseorang ber-hoodie hitam. Bahkan seseorang itu mengikutinya. Tubuh Diah melemas ketika mengingat seseorang ber-hoodie hitam itu. Ia takut orang itu akan melukainya.

Diah menghela napas pelan. Diperbaiki posisi tidurnya yang semula terlentang menjadi memiring ke samping. Ia melihat Mamanya itu tertidur pulas. Lalu, siapa yang membawanya kesini? Jesika! Putri! kemana mereka berdua tadi.

Mama Diah terlihat mengeliyat. Matanya membuka. Ia tersenyum melihat anaknya yang kini sudah membuka mata.

"Kamu udah bangun?" tanya Mama Diah dengan suara pelan.

"Udah. Mama tidur aja disini," suruh Diah kepada Mamanya yang dijawab anggukan kepala.

Mama Diah mulai naik ke atas kasur.

"Cepet tidur!" Mama Diah mengingatkan.

"Hmm."

Malam ini begitu dingin membuat Diah menutupi seluruh badannya dengan selimut. Ia melihat sekilas ke arah Mamanya yang kini telah tertidur pulas. Padahal ia baru saja berbicara pada anaknya. Rasa haus di tenggorokan membuat Diah mau tak mau harus beranjak dari tempat tidurnya menuju dapur.

Diah menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya dengan pelan agar Mamanya tak terjaga. Setelah berhasil menyibakkan selimutnya, Diah mulai berjalan menuju dapur. Meski kantuk menyerangnya tapi rasa haus di tenggorokannya mampu melawannya.

Langkah Diah memelan ketika mendapati kamar Mama dan Papanya terbuka sedikit. Entah rasa penasaran darimana membuat Diah ingin melihat Papanya di kamar itu. Begitu pelan ia melangkahkan kakinya menuju kamar Mama dan Papanya hingga ia berhasil sampai di depan pintu. Pintu itu ia dorong sedikit lalu ia masuk ke dalamnya. Tak ada seorangpun di kamar itu. Disana hanya ada sebuah laptop menyala.

Diah menoleh ke kanan kiri untuk memastikan bahwa Papanya benar-benar tidak ada di kamar itu sekarang.

Penasaran. Hanya alasan itu yang membuat gadis itu mendekat ke laptop milik Papanya. Dilihatnya dengan saksama layar laptop itu. Terdapat tulisan panjang yang bahkan Diah tak mengerti apa maksudnya Papa Diah mencari informasi itu di hasil penelusuran google.

Bibir gadis itu bergumam pelan membaca judul web hasil penelurusan google itu. Dahinya semakin lama mengerut ketika membaca isi keseluruhannya. Gadis itu terdiam sebentar. Ia mulai berpikir kembali. Untuk apa Papanya mencari informasi itu.

Suara langkah kaki tertangkap di indra pendengaran Diah. Gadis itu cepat-cepat berlari ke arah pintu dan kemudian ia berhasil keluar. Dengan segera gadis itu bersembunyi di balik tembok. Ia melihat Papanya sudah memasuki kamar lalu menutup pintu.

Diah bernapas lega. Untung ia tak ketahuan. Kalau ketahuan bisa-bisa ia akan gelagapan bila ditanyai Papanya itu.

Diah hampir lupa dengan tujuannya. Ia kan akan ke dapur untuk minum.

                       ***

Apa sebenarnya isi hasil penelusuran google Papa Diah, ya?

🤔🤔

TERORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang