Bagian 2

388 28 3
                                    

"Emm.. lo ke rumah gue ya sekarang! soalnya gue lagi sendiri ayah sama ibu gue lagi nggak di rumah. Pliss.."

"Aduh.. maaf ya kayaknya gue nggak bisa deh."

"Yaudah kalau gitu."

"Maaf ya? eh coba lo hubungi Putri siapa tau dia bisa."

"Nggak ah. Nggak enak."

"Terserah lo deh. Maaf ya gue nggak bisa kesana."

"Nggak papa kok. Udah dulu ya? bayy.."

"Bayy..."

Tit

Aku bersandar di sofa setelah menelepon Diah. Dia tak bisa menemaniku malam ini. Aku harus bagaimana? Mama dan Papaku pergi ke rumah sakit untuk menjenguk pamanku siang tadi dan aku baru dikabari sore tadi. Mama bilang ia akan menginap di rumah sakit sampai besok pagi. Terpaksa aku sendiri di rumah malam ini.

Sekarang sudah jam 9 malam, aku belum juga bisa tidur. Kulangkahkan kakiku ke kamar namun, langkahku ini terhenti ketika mendapati pintu dapur terbuka.

"Aneh sekali. Siapa yang masuk ke dapur?" gumamku lirih.

Aku berjalan ke arah pintu dapur perlahan. Setelah sampai, aku menelitik ruangan dapur dengan saksama. Tak ada siapapun.

Drrttt

Aku merogoh kantong celanaku ketika merasakan ponselku bergetar.

pesan masuk

0815**********

Hai

Aku bisa melihatmu.

Aku mengedarkan pandangan dengan was-was. Jatungku berdetak lebih kencang. Ku masukkan ponselku ke celana lagi dan menutup pintu dapur.

Drrtt

pesan masuk

0815*********

Kenapa kau menutup pintunya?

Aku berdecak pelan. Siapa yang mengerjaiku malam-malam begini.

Ini benar-benar nggak lucu.

"Jangan ngerjain gue. Gue nggak takut," aku berteriak dengan lantang.

Drttt

pesan masuk

0815********

Siapa yang ngerjain kamu? aku benar-benar di dekatmu sekarang?

"Gue nggak takut."

Aku berlari masuk ke kamar. Kalian pikir aku tidak takut? aku benar-benar sangat takut.

Dengan sigap Langsung ku kunci pintu kamarku. Aku benar-benar tak menyangka ada orang di rumah ini selain aku. Keringat mengucur deras di dahiku. Ku pencet nomer handphone mamaku dan aku langsung meneleponnya.

"Halo, Mah!"

"Iya kenapa? Mama mau tidur nih?"

"Bisa pulang sekarang nggak? aku takut.."

"Nggak bisa, Jes. Mama sama Papa kan harus nemenin  paman kamu, dia nggak ada yang jagain. Ini udah jam berapa?"

"Nggak tau. La terus aku gimana? aku takut, Mah,"

"Takut apaan? takut hantu? kamu itu udah besar masa masih takut sama hantu sih. Udah ya mama mau tidur nanti paman kamu bangun lagi.".

Tiiiit

Aku menggeram kesal karena Mama tak mau pulang. Aduh aku harus bagaimana?

Aku mondar-mandir di kamar. Pikiranku berkecamuk karena pesan tadi. Aku melirik jam dinding di kamarku, jam 09.05 malam. Aku menghela napas kasar dan mulai cemas.

Aku belum bisa tidur. Hatiku tak bisa tenang mengingat pesan tadi. Aku mulai mendekati tempat tidurku dan mulai duduk di pinggirannya.

Aku mengusap wajahku dengan kasar. Aku belum bisa tenang. Tiba-tiba terlintas di pikaranku bahwa aku besok harus sekolah. Kalau aku tak tidur sekarang juga, maka besok aku akan terlambat bangun dan tak bisa bersekolah.

Kuputuskan untuk mencoba tidur. Aku mulai menaikkan kakiku ke tempat tidurku. Ku tutupi sebagian tubuku dengan selimut. Aku mulai memejamkan mataku perlahan.

Drttt

Aku membuka mataku kembali ketika merasakan ada sesuatu yang bergetar di saku celanaku. Ah aku baru ingat, aku belum mengeluarkan ponsel di celanaku tadi.

Pikiranku mulai berkecamuk lagi. Jantungku mulai berdetak lebih cepat. Apa mungkin...

Permainan dimulai

Suara itu, suara di telpon itu kembali terngiang di telingaku. Pikiranku mulai menebak-nebak. Apa mungkin pesan itu dari dia, dari orang yang menelponku di sekolah tadi.

Aku memutuskan untuk mengecek riwayat panggilan di ponselku dan mengabaikan pesan yang baru masuk tadi.

"Beda nomernya," gumamku.

Aku kembali untuk melihat pesan yang baru masuk tadi, aku berharap pesan ini bukan dari nomer yang tak aku kenal.

Pesan masuk

Aku menghela napas panjang ketika melihat notifikasi pesan masuk itu.

0815*******

Selamat tidur. Tunggu saja permainannya.

                         ****

Diah menghela napas pelan ketika sambungan telepon dari Jesika sudah terputus. Ia benar-benar tak bisa ke rumah sahabatnya itu karena hari ini ia memang tak diperbolehkan untuk keluar oleh kedua orang tuanya.

Sekarang ia sedang duduk di sofa ruang keluarga bersama kedua orang tuanya. Mereka bertiga menonton acara tv yang memang mereka tak bisa lewatkan karena itu adalah acara favorit mereka.

"Siapa, Di?" tanya Tama ketika melihat putrinya baru saja mengangkat telpon dari seseorang.

"Temen Diah, Pah," jawab Diah sambil melirik sebentar Papanya yang terfokus kembali dengan layar tv.

"Oooh," Tama hanya ber-oh saja ketika mendapat jawabannya dari Diah.

"Ada masalah?" Tama mulai bertanya kepada putrinya ketika melihat putrinya itu berwajah masam.

"Enggak kok."

"Ya udah."

Tama kembali fokus kepada layar tv di depannya sedangkan Riana hanya menoleh sekilas kepada putrinya kemudian, juga kembali fokus ke layar tv.


TERORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang