___
Setelah sampai di area camping semua yang ada di dalam bus turun dengan membawa barang-barang mereka. Para guru pendamping segera menyuruh para peserta camping untuk menata tenda mereka, mandi, dan memasak.
Kebetulan sekali Diah, Jesika, dan Putri satu tenda. Ya mereka satu kelompok. Mereka juga setenda dengan Lusi, Zara, dan Claire yang belum terlalu mereka kenal karena berbeda kelas.
"Ehm, tolong ambil air di sungai sana, ya?" Zara menatap Diah sambil mengulurkan dua ember kosong
Diah mengerjap mendengar suara itu. Tak lama kemudian ia tersenyum. "Oke. Siapa yang ikut gue ambil air?" Diah memandang satu persatu kelompoknya.
"Bantuin Diah, dong. Ini airnya buat masak, loh." Zara kembali berujar ketika tak ada satupun dari kelompokknya berdiri untuk membantu Diah. "Gue mau potong-potong sayurannya dulu, nih," tambahnya.
Lusi berdiri. "Gue aja."
Tangan Diah mengulurkan sebuah ember untuk Lusi. "Ayo!"
Keduanya lalu berjalan ke arah sungai. Pagi hari membuat udara di sekitar mereka terasa sejuk. Setelah sampai di pinggiran sungai, mereka langsung memgambil air dengan ember masing-masing.
Lusi duduk setelah ember yang di bawanya sudah penuh dengan air. Diah yang melihat itu juga langsung duduk mengikuti Lusi. Padangan Diah tertuju ke Lusi. Dia melihat Lusi tengah menatap ke arah depan dengan tatapan kosong. Tak lama mulutnya terbuka, "Sejuk ya?"
"Iya. Masih asri daerah sini."
Lusi bertanya demikian tanpa menoleh ke arah Diah. Dia tetap memandang ke arah depan tapi kali ini dia tersenyum tipis.
"Balik, yuk! Keburu ditungguin," seru Diah.
"Bentar dulu. Gue masih capek karena perjalanan tadi."
Diah menghela napas. Di dalam pikirannya lebih baik dia menuruti perkataan Lusi. Karena dia juga masih lelah dengan perjalanan tadi.
Cukup lama keduanya terdiam. Sampai akhirnya Lusi memegang pundak Diah pelan. Di wajahnya terhias ekspresi takut. Diah bingung dengan apa yang terjadi dengan Lusi. Dia bingung kenapa Lusi berekspresi seperti itu.
"Lo kenapa?" Diah bertanya kepada Lusi dengan ekspresi bingung. "Ada apa?"
Lusi diam. Dia menatap seberang sungai di balik pohon-pohon rimbun. Seorang berpakaian hitam menatapnya. Entah sejak kapan orang itu ada disana. Yang jelas orang itu sedang memperhatikan dirinya dan Diah. Kini orang itu sudah sadar bahwa kehadirannya sudah diketahui oleh Lusi. Meski begitu, orang itu tetap diam di tempat tanpa berniat berlari atau menjauh karena ketauan sedang memperhatikan Lusi dan Diah.
Perasaan Lusi tidak enak. Bagi Lusi orang itu mencurigakan.
"Kita pergi dari sini!"
Diah hanya mengangguk. Lusi langsung beranjak dan berjalan dengan tergesa. Menjauh dari situ. Diah mengikuti Lusi. Diah sempat juga melihat ke arah seberang sungai tempat Lusi melihat orang tadi. Tapi terlambat orang itu sudah tidak ada ketika Diah melihat.
Diah terus melangkah mengikuti Lusi dengan perasaan bingung.
***
"Kalian kok lama?" Zara bertanya ketika melihat Lusi dan Diah berjalan mendekati tenda.
Lusi mengabaikan pertanyaan Zara. Ia menaruh ember yang sudah berisi air di belakang tenda. Tempat mereka untuk memasak. Diah juga mengikuti apa yang dilakukan Lusi.
Zara menghela napas. Ia melanjutkan memotong-motong sayuran yang hampir selesai. Putri segera mendekati ember untuk mengambil air. Putri mengambil airnya dengan menggunakan gayung. Lalu, dia memasukkan airnya pada panci di atas tungku yang di bawahnya suad api yang menyala.
Jesika dia sedang menyiapkan bumbunya begitupun semua. Kelompok Diah saling bekerja satu sama lain. Tapi tidak dengan Claire. Dia hanya diam mengamati kelompoknya yang bekerja. Semua memaklumi Claire karena Claire memang anak pendiam. Di matanya seperti ada luka dalam. Ya, mereka membiarkan Claire diam tak membantu. Jesika, Putri, dan yang lainnya mendengar itu karena di ceritakan oleh Lusi yang merupakan satu-satunya di kelompok Diah yang sekelas dengan Claire.
Setelah semua makanan jadi, kelompok Diah segera makan dengan lahap. Selesai makan, mereka menuju lapangan karena ada instruksi dari guru untuk ke lapangan.
"Sudah berkumpul semuanya?" tanya Bu Ita yang merupakan guru pendamping kepada semua peserta.
"Sudah, Bu."
"Kali ini kita akan Shalat Dhuhur berjamaah. Tolong masing-masing tenda untuk membawa satu tikar ke lapangan sini. Nanti kalian wudhunya di rumah-rumah warga deket sini. Mengerti?"
"Mengerti, Bu."
"Kalau begitu silakan kalian kerjakan apa yang saya katakan tadi mulai dari sekarang!"
Semua peserta segera menjalankan perintah guru pendamping tadi. Mereka pergi ke rumah-rumah warga untuk berwudhu.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
TEROR
HorrorDiah, Jesika, dan Putri mendapat teror dari seseorang yang misterius. Setiap hari mereka mendapat pesan dan telepon dari nomer yang berbeda namun mereka yakin itu adalah nomer orang yang sama. Bagaimana jika orang yang meneror mereka adalah orang te...