11 - Kiss

569 86 46
                                    

Hujan masih belum reda ketika Rachel melangkahkan kakinya memasuki bangunan megah bertingkat tiga di seberang kafe Edelweiss.

Tadi dia berniat untuk mampir dan menikmati latte di sana, tapi kafe itu tutup. Jadilah dia mengurungkan niatnya dan pergi ke toko pakaian ini sekarang.

Rachel jarang sekali pergi ke toko pakaian dan berbelanja. Selain karena berhemat ia juga tidak terlalu suka membeli pakaian. Ia merasa selama pakaiannya masih bagus dan layak digunakan, itu cukup.

Rachel mulai memilih pakaian-pakaian yang tergantung indah di dalam toko. Tadi dia mendapatkan gajinya jadi ia berniat membeli satu atau dua pakaian.

Dan setelah membayar belanjaannya Rachel berpikir untuk langsung pulang saja. Ia sudah hendak pergi ketika mendapati seorang lelaki menghampiri dan menyapanya.

"Rachel? Kau Rachel, 'kan? Rachelnya Aaron?"

Rachelnya Aaron. Hati Rachel tiba-tiba menghangat, gadis itu mengangguk, "Ya."

"Aku Jeremy. Kau ingat?" tanya pria itu.

Rachel mengangguk lagi. Tentu saja dia ingat, Jeremy adalah salah satu orang yang tidak menyukai Aaron di tempat kerjanya.

Dulu Aaron pernah memperkenalkan Rachel pada Jeremy. Dia terlihat baik seperti teman Aaron yang lain.

Tapi Rachel segera menghapus pendapatnya itu ketika Derrell menceritakan padanya kalau sebenarnya Aaron dan Jeremy itu tidak terlalu akrab.

Jeremy selalu saja merasa iri dengan apa yang diperoleh Aaron. Dia bahkan terlihat tidak senang dan memprotes waktu Aaron terpilih jadi kandidat professor.

"Aku tidak menyangka kita bisa bertemu di sini. Kau sendirian?" tanya Jeremy.

"Ya, begitulah," jawab Rachel.

"Tidak mengajak kekasihmu?"

Rachel hanya diam.

"Oh, belum bisa melupakan Aaron?"

Rachel mengernyitkan dahinya. Jeremy terlalu banyak bertanya, batinnya.

"Berkencanlah dengan seseorang. Jangan hanya memikirkan Aaron yang bahkan sudah tidak bisa kau lihat lagi wujudnya."

Jeremy terlihat seperti mengejek Rachel dengan senyum menyebalkannya.

Rachel mendengus, "Kurasa itu bukan urusanmu, Jeremy."

Jeremy mengangguk dan kembali tersenyum dengan senyum menyebalkannya lagi.

Rachel kemudian mengambil ponsel di tasnya dan berpura-pura tengah membuka sebuah pesan.

Ia kembali mengernyit ketika menyadari ada 47 panggilan tak terjawab di ponselnya, 8 dari Anggi dan sisanya adalah dari Ken.

"Aku harus pergi, seseorang sudah menungguku di depan," ujar Rachel ketus.

"Silahkan." Jeremy mengangkat sebelah alisnya dan mengangguk.

Rachel kemudian pergi.

●●●

Sudah lebih dari satu jam Ken hanya berputar-putar dengan mobilnya untuk mencari keberadaan Rachel, dia merasa cemas ketika tak kunjung menemukan gadis itu.

Rachel tidak pernah seperti ini sebelumnya, gadis itu pasti langsung pulang ketika selesai dengan pekerjaannya. Kalaupun tidak, Rachel pasti hanya akan mampir ke kafe Edelweiss.

Ken lalu melirik ponsel yang ia letakkan di dashboard mobilnya, ponsel itu terus bergetar dan ia segera menghentikan mobilnya ketika melihat siapa nama sang penelepon.

La Lluvia : Hujanku Adalah KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang