30 - Arrest

410 46 4
                                    

Henry terduduk dengan perasaan cemas membebaninya, ketakutan juga muncul dalam porsi yang sama. Sejak Rachel melarikan diri kemarin, Henry menjadi semakin gelisah. Ketakutan dan kekhawatiran bergaung dalam dirinya.


Bukan, dia bukan mengkhawatirkan keadaan Rachel, dia tidak peduli. Dia hanya mengkhawatirkan dirinya sendiri.

Bagaimana jika sampai Rachel memberitahukan keberadaannya di desa ini pada polisi? Bagaimana jika polisi menangkapnya?

Mencari keberadaan gadis itu juga sudah tidak ada gunanya lagi. Lagi pula sejak awal membawa Rachel ke mari tidak termasuk dalam daftar rencanya.

Ia panik saat melihat Rachel tak sadarkan diri di taman waktu itu. Dia pikir gadis itu sudah mati karena dirinya.

Dia berinisiatif untuk mengubur jasad gadis itu di gunung untuk menghilangkan jejak. Tetapi dugaannya salah, gadis itu ternyata masih hidup.

Sial! Semua itu sungguh di luar perkiraan.

Apa yang harus dia lakukan sekarang? Sampai kapan ia harus dikepung rasa takut dan bersembunyi seperti ini?

Henry berteriak menyalurkan amarahnya, ia menghancurkan seluruh isi kamarnya. Ia bahkan tak peduli dengan suara nenek yang terus memanggilnya.



●●●



Ken sedang dalam perjalanan menuju ke Suvaga bersama teman-teman setimnya ketika hujan menyapa siang itu.

Selalu saja seperti ini, hujan selalu muncul saat ia hendak mencari keberadaan kekasihnya. Ken mendesah lelah, perjalanan ini sungguh menyiksanya.

“Vincent, tolong lebih cepat. Kita harus segera sampai di sana,” ujar Ken pada Vincent yang sedang mengemudikan mobil.

“Oke,” jawab Vincet singkat.

“Ken, periksa surelmu. Ketua mengirim pesan singkat padaku dan bilang kalau dia mengirimkan draft melalui surelmu,” kata Davin.

Ken segera merogoh ponselnya guna memeriksa surel dari Ketua.

7 Missed Call ...

Ia mengernyit ketika mendapati deretan nomor yang tak dikenal mengisi kolom panggilan tak terjawab di ponselnya. Oh, salahkan dirinya yang mengaktifkan silence mode.

Ken sudah akan menelepon nomor itu ketika justru nomor itu kembali meneleponnya.

“Halo.”

“Halo, Ken. Ken … ini Rachel.”

Suara yang dirindukannya hampir seminggu itu membuat Ken nyaris terlonjak.

“Rachel, ini sungguh Rachel? Rachel kau di mana sekarang, Sayang?” Ken tak dapat mengendalikan nada cemas dalam suaranya.

Mendengar Ken menyebut nama Rachel, Davin dan Rexy menoleh cepat. Vincent yang sedang fokus menyetir hanya bisa melebarkan pupil matanya, tanda bahwa ia terkejut.

Rachel terisak, “Aku sangat merindukanmu, Ken. Sangat.”

“Aku juga, Sayang. Aku sangat merindukanmu. Kau baik-baik saja, ‘kan? Kau tidak terluka? Katakan kau di mana sekarang, Chel?” cecar Ken tak sabar.

"Aku baik-baik saja.” Rachel tak dapat menghentikan tangisnya, Ken mendengar suara isakkan itu dengan sangat jelas.

"Aku di desa Suvaga, perbatasan antara Illinois dan Indianapolis. Kumohon cepatlah kemari, Ken,” lanjutnya.

“Oh, syukulah.” Ken mendesah lega, “aku memang sedang dalam perjalanan ke sana sekarang. Aku akan segera sampai. Kau aman, ‘kan? Kau sungguh tidak apa-apa kan, Sayang?”

La Lluvia : Hujanku Adalah KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang