-----
Ambil nyawaku sekarang!!
Jika itu bisa membuatmu puas
-----
“PERGI!!!”Satu kata itu berhasil keluar dari mulut lelaki berusia 18 tahun tersebut.
“Bukankah akan lebih baik bila kita berbaikkan seperti SEDIA KALA?” ucap Farrel tak kalah tegas seraya menekankannya.
“Apa? SEDIA KALA? Lo pengin gue maafin lo karena kesalahan bodoh lo itu? Lo kira gue apa?” sahut Arga marah. Matanya tampak memicing.
“Mending sekarang lo pergi dari kamar gue. PERGIII!!!!”
Arga mulai meninggikan nada suaranya bahkan mata coklatnya mulai berubah menjadi merah menyala. Ada luapan amarah yang sangat besar di sana. Farrel mulai memundurkan langkahnya, tapi sedetik kemudian pikirannya berubah.
Ia tak habis pikir, sampai kapan Arga akan mengurung dirinya di kamar karena kematian ibunya? Farrel maju dan berdiri di tempat semula.
Farrel mulai geram, ia mengepalkan kedua tangannya sampai tak terasa kuku-kuku jarinya mulai memutih. Ia sudah tak peduli, kesabarannya sudah habis, tanpa aba-aba lagi Farrel melangkah maju, tangannya mengangkat kerah baju Arga.
Bugh
Satu pukulan berhasil Farrel layangkan ke wajah Arga yang sudah lusuh itu membuat sang pemiliknya meringis karena ada darah di sudut bibirnya.
Arga tersungkur ke lantai, membuat amarah lelaki itu kembali memuncak. Tak habis sampai situ, Farrel kembali melayangkan pukulannya saat Arga hendak bangkit dari posisinya.
Arga tersungkur kembali, darah di sudut bibirnya pun menetes hingga ke lantai. Namun bukannya bangkit lagi tapi ia malah tertawa.
“Lo pikir gue bodoh HAH!!!?” teriak Arga di depan wajah Farrel, adik tirinya. Sedangkan lelaki yang dibentaknya hanya bisa berdiam diri sambil terus mengepalkan tanganya.
Sesaat setelah Arga bangkit, mata itu menatap Farrel geram, tangan kekarnya merogoh-rogoh meja berharap ada sesuatu yang bisa dilemparkannya.
Praanngggg
Suara yang memekakkan telinga itu terdengar, namun tetap tak bisa mengalihkan perhatian dua lelaki yang sedang beradu tatapan itu untuk menoleh ke sumber suara.
Melihat lawannya masih hidup, Arga tak segan-segan mengeluarkan senjatanya dari dalam laci yang sudah disimpannya lama, untuk berjaga-jaga apabila ada orang yang bertindak sewenang-wenang terhadapnya karena telah mengira ia gila atau untuk senjata apabila ia ingin bunuh diri.
Tangan itu terus merogoh ke dalam laci yang terletak di samping tempat tidurnya, ia tersenyum licik setelah benda yang diyakininya adalah benda berharga itu memunculkan dirinya. Seringaian seketika muncul sebelum akhirnya lelaki itu tertawa pelan namun sarat akan ancaman.
“Gue sebenernya nggak mau nyelakain lo, cuma berhubung lo udah ganggu gue….”
Arga menggantungkan kata-katanya, sedetik kemudian ia membalikkan tubuhnya menghadap Farrel. Entah apa yang Farrel rasakan, namun hawa mencekam itu terus menekannya. Mata itu terus menatap intens ke arahnya.
Farrel menatap sekitar was-was lalu berjalan mundur dengan perlahan. Ia meneguk salivanya keras saat suasana semakin mengerikan.
“Lo kenapa? Takut?” ucap Arga lantang.
Mata coklat Arga terus menelisik ketakutan yang dikeluarkan Farrel, ia mendecih remeh mengumbarkan kata-kata tak sopan kepada adik tirinya.Sial, Gue nggak punya apa-apa.
***
Langkah Farrel semakin mundur. Diliriknya benda putih tajam itu, tak ada celah untuk merebut benda sialan itu dari Arga. Seumur-umur Farrel selalu menjauhi benda itu, benda tajam dengan pangkal yang tumpul. Benda itu bisa melukai siapapun apabila tak hati-hati saat menggunakannya.
Ia juga phobia darah, sejak kematian ibunya, syndrom itu terus muncul. Ingatan saat melihat ibunya bersimbah darah membuat Farrel lemas. Ia tak akan menyangkal jika saat ini ia benar-benar dalam keadaan yang terpojok dan tentunya ketakutan.
“Gue bisa kok pelan-pelan mbunuh lo.. Jadi gimana, lo mau pilih cepet atau lambat? Dua-duanya punya resiko, gue terserah lo aja adik tersayang."
Tegal, 25 Februari 2018
---
Gimana??
Jangan lupa vote + komen yaa gengs
Babay 🙋Love,❤
Ashaalia 😙
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Teen Fiction[Update setiap sabtu-minggu] Semua di dunia ini memiliki takdirnya masing-masing. Seperti kita, yang berusaha mengubah meski tahu bahwa itu tak mungkin. Takdir tetap pada garisnya. Lurus, ataupun berliku-liku mengikuti skenario Tuhan. Dan kita, lagi...