-----
Jangan berubah, please.
Lo buat gue semakin nggak ngerti apa yang sedang terjadi.
-----
Erin memejamkan matanya lelah. Sudah hampir bel pulang sekolah berbunyi namun tampaknya bu Nina masih enggan untuk bergegas pergi. Ia menghembuskan napas kasar, dilihatnya bu Nina yang masih asyik menulis materi di papan tulis, tak peduli dengan anak-anak di kelas yang sudah mulai mengantuk.Ralat. Hanya beberapa, termasuk dirinya karena kelas X1.5 didominasi oleh murid pintar dan rajin yang senantiasa selalu memperhatikan pelajaran.
Eitttssss..
Bukan berarti Erin tak pernah memperhatikan, hanya saja penyakit kantuknya selalu kambuh di saat-saat yang tak terduga.
“Nay, Bu Nina lama amat sih? Gue capek nulisnya belum juga mata gue mulai berat.” Erin menyikut Nayla yang masih nampak serius dengan catatannya.
“Sssshhhhhttt.. Rin, jangan berisik! Gue lagi nulis nih,” protes Nayla. Gadis itu tetap tak bergeming dari papan tulis dan buku catatannya.
“Nay, gue ngantuk banget sumpah. Nanti gue pinjem catetan lo ya?”
Erin menghembuskan napas pelan sebelum akhirnya menangkupkan kepala di antara kedua tangannya di meja.
Nayla yang masih asyik mencatat hanya menyahut dengan anggukan kepala tanpa berniat menoleh, tak memperdulikan sahabatnya yang sudah pergi ke alam mimpi.
Nayla baru saja selesai menulis saat bel pulang sekolah berbunyi disusul bu Nina yang mengucapkan salam lalu melangkah pergi.
Dilihatnya Erin masih tertidur dengan pulas. Bahkan suara bel pulang sekolah yang memekakkan telinga saja tak cukup ampuh untuk membangunkan seorang Erin.
“Rin, bangun!! Katanya mau pinjem buku gue?? Nih,” ucap Nayla seraya menyodorkan buku catatannya lalu menaruhnya bersama buku-buku Erin di atas meja yang belum dimasukkan Erin ke tasnya.
“Rin, bangun!!! Lo nggak mau pulang? Gue mau pulang nih!!” ucap Nayla lagi setengah berteriak. Gadis itu mengguncang-guncangkan tubuh Erin hingga akhirnya Erin bangun dengan terpaksa.
“Akhirnya lo bangun juga,” ujar Nayla tatkala Erin bangun dan mulai mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali.
Erin tak memperdulikan perkataan Nayla, gadis itu langsung melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
Jam 15.32. Matanya sontak membulat.
“Hah? Lo kok nggak bilang sih? Gue kan mau pulang cepet,” gerutu Erin yang mulai memasukkan satu demi satu buku serta peralatan tulisnya ke dalam tas. Erin bahkan tak menghiraukan Nayla yang duduk di sampingnya.
Plak!
“Dodol!! Baru lebih dua menit aja cemas. Untung gue nggak ninggalin lo di sini sendirian. Gue juga pengin pulang cepet tau!” semprot Nayla setelah puas memukul kepala Erin menggunakan buku tulisnya yang memang tak dimasukkan ke dalam tasnya.
Erin meringis lalu mengusap-usapkan kepalanya yang terkena pukulan oleh Nayla.
Tega bener Nayla. Untung sahabat!!
“Udah deh. Yuk, cepetan pulang!” ajak Nayla seraya menarik pergelangan tangan Erin agar segera mengikuti pergerakannya.
Namun baru saja keluar dari kelas, Nayla dan Erin sudah dikejutkan oleh kehadiran Farrel yang berdiri bersandar di tembok sambil memainkan handphone-nya.
Nayla hendak melanjutkan langkahnya sambil menarik tangan Erin untuk segera keluar sekolah ketika sesuatu menghentikan gerakannya.
Nayla menoleh ke belakang diikuti oleh Erin dan sontak saja terkejut ketika Farrel telah berpindah tempat dan saat ini tengah menahan tas milik Erin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Teen Fiction[Update setiap sabtu-minggu] Semua di dunia ini memiliki takdirnya masing-masing. Seperti kita, yang berusaha mengubah meski tahu bahwa itu tak mungkin. Takdir tetap pada garisnya. Lurus, ataupun berliku-liku mengikuti skenario Tuhan. Dan kita, lagi...