Tiga

112 60 77
                                    

-----
Gue gak tau harus mulai darimana.
Sampai kapanpun lo tetep kakak gue, kakak nomor satu gue
-----


Perkelahian itu terus berlanjut. Tak ada satupun di antara mereka yang mau berhenti. Entah siapa yang memulainya, yang penting adalah dua lelaki itu kini tampak terengah-engah, napas mereka menderu bak motor ninja yang sedang melakukan aksi selip menyelip di jalan raya.

Mata mereka memicing, saling menatap lawannya. Mereka saling memikirkan berbagai cara agar sang lawan tergeletak tak berdaya.

Ting

Bunyi dentingan keras itu memasuki indra pendengaran keduanya. Sesaat setelah Farrel berpikir, ide cerdik itu muncul begitu saja di saat yang sangat dibutuhkan. Ia segera menendang pisau itu hingga benda tersebut menggelincirkan dirinya sampai ke bawah meja yang sulit untuk dijangkau.

"Sialan!" pekik Arga muak saat pisaunya terjatuh di kolong meja dan dirinya yang sudah ditinju berkali-kali oleh adik semata wayangnya tersebut.

Ia menyalahkan dirinya sendiri yang tak pandai berkelahi karena tak pernah menghiraukan perintah sang ibu untuk berlatih bela diri dan hanya mau berurusan oleh bisnis yang dimiliki oleh ibu kandungnya.

Bugh

Satu pukulan pun berhasil Arga layangkan kepada sang adik, membuat sang pemiliknya tersungkur ke lantai. Belum Farrel sempat berdiri, Arga menendang perutnya hingga tubuh itu kembali mencium dinginnya lantai.

Tak puas, Arga langsung mengangkat tubuh Farrel dan menabrakkan kepala lelaki itu di dinding kamarnya. Farrel meringis, belakang kepalanya serasa sangat sakit.

"Cuma segitu kemampuan lo? Kemana kemampuan bela diri lo yang dibangga-banggain sama bokap?"

Arga mendecih sebal, matanya melirik jengah ke arah Farrel yang terduduk di lantai tak berdaya.

Pikiran Arga melayang, ia sontak mengingat pisau yang baru saja terlempar ke bawah meja tak jauh dari tempatnya berdiri. Segera saja ia mengulurkan tangannya untuk meraih pisau itu.

"Berhasil" pekiknya dalam hati

Diangkatnya pisau itu dari bawah meja dan segera berbalik menatap sang adik, namun belum sempat Arga berdiri tegap, Farrel sudah terlebih dahulu memukul pipi kirinya, membuat pisau yang sudah capek Arga ambil pun terlempar kembali ke bawah meja di depan tempat tidurnya.

Dalam hati ia membanggakan kecepatan gerak sang adik

"Gesit juga lo." ucap Arga sinis yang dibalas dengan tatapan tak kalah sinis dari Farrel, ia langsung balas memukul Farrel lagi.

"Kita liat siapa yang bakal menangin duel ini. Siapa yang bakal meregang nyawa duluan di antara kita. Kita bisa buktiin kejantanan kita di sini, Bro." lanjut Arga dengan penekanan di belakang kalimatnya.

Ceklek

Pintu besar coklat itu akhirnya tertutup sebelum Farrel menyadarinya.

Farrel mencoba bangkit dengan berpegangan pada meja di samping tempat tidur Arga, ia menatap marah pada sosok lelaki tampan dihadapannya. Kebingungan terus memenuhi isi kepalanya.

"Akkkhhhhh!!!" Farrel memekik keras, ia meremas rambutnya frustasi sedangkan lawannya hanya bisa melihatnya sambil sesekali terkekeh geli.

"Lo masih sempet ketawa?" Farrel mendelik ke arah Arga, kesabarannya tak bisa ia jaga lagi, ini sudah kelewatan. Arga yang mendengar ucapan Farrel akhirnya menghentikkan tawanya, ia balas menatap tajam Farrel.

Bugh

Pukulan demi pukulan berhasil Farrel berikan pada wajah Arga. Arga tersungkur ke lantai namun ia tarik kembali kerah baju sang kakak agar berdiri.

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang