Dua puluh

35 16 13
                                    

-----
Mengapa lo bersikap seperti itu ke gue?
Lo tau, gue semakin berharap lebih saat lagi-lagi lo bersikap seperti itu.
-----

Apa lo kaya gini ke semua perempuan? tanya Erin yang tentunya ia ucapkan dalam hati.

Erin melirik Farrel yang sedang mengatur seberapa panjang senar yang akan digunakan untuk menerbangkan layangan.

“Dengerin gue ya.”

Erin mulai mendekat, berusaha mendengarkan penjelasan yang dipaparkan Farrel sebaik-baiknya.

Kepalanya mengangguk tanda mengerti tatkala Farrel telah selesai menjelaskan. Oke, sekarang Erin tahu apa yang harus ia lakukan untuk menerbangkan layangan itu.

“Oke, gue bakal pegangin layangannya,” ucap Farrel yang hanya dijawab oleh anggukan kepala dari Erin.

“Siap?” Farrel berteriak dari kejauhan seraya memegang layangan.

“Siap!” jawab Erin semangat.

“Satu ... Dua ... Tiga....,” ucap Farrel sebelum akhirnya melepaskan layangan dan membiarkannya terbang ke udara.

Tanpa sadar, ekor mata Farrel menatap Erin yang tengah tersenyum seraya terus menatap layangan yang kini terombang-ambing tertiup angin. Erin berhasil.

Senyum terus mengembang menghiasi wajah Erin, membuat Farrel mulai melangkahkan kakinya mendekati Erin lantas ikut serta menerbangkan layangan itu.

Erin terhenyak kala menemukan Farrel telah berada di sisi kanannya. Spontan ia menolehkan wajahnya, membuat layangan yang tadinya terbang tinggi akhirnya hampir saja jatuh.

“Layangannya mau jatuh, ulur senarnya lagi!” titah Farrel pada Erin yang dengan cepat menuruti apa yang diperintah Farrel.

Layangan bergambar kunci itu kembali terbang tinggi. Melambai-lambai di atas birunya langit. Erin tersenyum, juga Farrel. Mereka menerbangkan layangan beersama-sama, saling menjaga agar tak jatuh ke tanah sebelum waktunya.

“Kenapa gambar kunci?” tanya Farrel tanpa mengalihkan pandangannya pada layangan yang tengah terbang tersebut.

“Kunci itu alat utama untuk membuka sesuatu yang terkunci ataupun mengunci sesuatu yang belum atau tidak terkunci,” ucap Erin masih menatap langit.

“Termasuk hati seseorang.” Erin mengucapkan kalimat itu pelan, namun entah bagaimana Farrel masih bisa mendengarnya.

“Termasuk hati lo?” Farrel mengalihkan pandangannya untuk menatap Erin. Erin balas menatap Farrel, namun ia tetap saja bingung apa maksud Farrel bertanya hal itu padanya.

“Maksud lo?” tanya Erin berusaha memperjelas dugaannya. Namun, tanpa diduga Farrel malah mengalihkan pandangannya dan kembali fokus pada layangan yang masih melambai-lambai di angkasa.

“Hati lo. Apa butuh kunci untuk membukanya?” tanya Farrel. Erin mengernyitkan dahinya, mencoba berpikir apa hatinya butuh kunci, namun belum sempat ia selesai memikirkannya, Farrel terlebih dulu mengagetkannya.

“Jangan melamun, itu layangannya mau jatuh.”

“Ya ampun.” Dengan cepat, Erin ikut mengulur dan menarik senar agar layangan bergambar kunci itu kembali terbang di langit. Dalam diam, Erin masih bertanya-tanya apa maksud dari perkataan Farrel.

Apa lo juga punya perasaan yang sama kaya gue?

Sedangkan Farrel. Kali ini ia benar-benar yakin.

Gue semakin yakin. Bahwa gue suka sama lo, Rin.

***

“Nih,” ucap Farrel seraya memberikan yoghurt pada Erin.

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang