-----
Jika saja aku tak memperumit semuanya,
dapatkah takdir berubah?
-----
Pintu coklat itu terbuka lebar. Menampakkan sesosok guru bijaksana berkacamata itu. Wajah oval dengan hidung mancung yang pastinya membuat iri para wanita. Banyak pria mulai dari guru hingga siswa bau kencur menyukainya, bahkan tak sedikit yang telah menyatakan cintanya tanpa malu walau sudah pasti akan ditolak.Rok hitam ketat dengan atasan blouse warna biru cerah menambah kesan cantiknya. Rambut hitamnya ia potong sebahu. Kacamata berwarna hitam bertengger manis di matanya. Ia tampak sempurna. Bu Dewi namanya, impiannya sebelum menjadi seorang guru adalah model ternama di dunia.
"Jadi, apa masalah kalian sampai membuat keributan di kantin?" ucap bu Dewi tegas. Ia membenarkan letak kacamatanya yang telah melorot ke pangkal hidungnya.
Hening. Tak ada yang menjawab. Hanya suara Air Conditioner yang menyala di ruangan itu. Sedangkan dua orang murid di hadapannya tak lain dan tak bukan hanya saling melempar pandangan satu sama lain mengeluarkan aura kekesalan yang terpendam di lubuk hati terdalam.
"Ehem."
Keduanya sontak menoleh pada asal suara dan mendapati bu Dewi yang tengah menatap mereka.
"Kamu!! Murid baru!!" tuding bu Dewi pada cowok bermasker hitam yang hanya dibalas oleh tatapan malas dari cowok itu.
"Buka maskernya!!" perintah bu Dewi.
Cowok itu melirik Erin sekilas yang tengah memalingkan pandangannya ke sisi kanan gadis itu. Terdengar hembusan napas pelan sebelum akhirnya ia membuka masker yang menutupi sebagian besar wajahnya."Nisrina Erin Amalia dan Farrel Pratama. Benar?" tanya bu Dewi seraya membaca daftar nama anak kelas X1, pandangannya beralih pada dua murid di depannya. Erin hanya mengangguk pasrah, sesaat ia sadar akan sesuatu.
Tunggu.
Siapa?
Farrel?
Farrel Pratama?
Susah payah ditelannya air liur ke kerongkongannya. Matanya membulat sedang dahinya semakin berkerut. Erin memalingkan wajahnya ke sisi kirinya, di mana Farrel duduk.
Mulutnya sukses menganga lebar saat dugaannya 100% benar
Dia.
Cowok Rumah Sakit itu.
Farrel pun hanya tersenyum lebar menanggapi ketercengangan Erin. Saat itu juga, rasanya Erin ingin menculik Farrel dan merebusnya sampai mendidih.
Bisa-bisanya ia bertemu lagi dengan cowok itu.
1 detik
2 detik
3 detik
Keduanya terus begitu hingga suara bu Dewi kembali mengalihkan semuanya.
"Kalian bisa saling meminta maaf dan memaafkan sekarang dan di sini," ucap wanita itu dingin.
Erin yang sadar pun tak terima begitu saja dengan perintah bu Dewi, itu sama saja harga dirinya telah jatuh tanpa ia kehendaki.
"Maaf, Bu. Saya tidak bisa. Saya tidak bersalah dan dia yang telah menyerobot antrian," jelas Erin. Tangannya terulur menuding Farrel kesal.
Bu Dewi menghembuskan napasnya pelan. Diliriknya Farrel yang terlihat santai bahkan terasa tak peduli dengan keadaan di sekitarnya.
"Oke begini saja."
"Ibu hitung sampai tiga dan kalian harus saling mengucapkan kata "maaf" bersama. Gampang kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Teen Fiction[Update setiap sabtu-minggu] Semua di dunia ini memiliki takdirnya masing-masing. Seperti kita, yang berusaha mengubah meski tahu bahwa itu tak mungkin. Takdir tetap pada garisnya. Lurus, ataupun berliku-liku mengikuti skenario Tuhan. Dan kita, lagi...