-----
Lo benar-benar cowok gila.
Alhasil, gue pun ikut gila karena lo.
-----
Erin hampir saja menyemburkan es tehnya mendengar penuturan Farrel.“Mulai detik ini lo jadi pacar gue. Nggak ada penolakan.”
Apa-apaan?
Nayla yang saat itu mambawa nasi gorengnya pun sontak berhenti, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Beberapa pasang mata di kantin yang melewati meja yang ditempati Erin dan Nayla pun sontak menoleh dan berhenti, ingin tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Dan di saat seperti itu, waktu terasa berhenti berputar.
“What?!! Lo gila ya? Gue nggak sudi!” tolak Erin mentah-mentah. Erin menautkan kedua alisnya, matanya menatap nyalang cowok yang berada di sampingnya, menegaskan bahwa ia benar-benar tidak mau.
“Gue udah bilang. Gue nggak menerima penolakan,” balas Farrel menekankan kalimat di belakangnya.
“Ngerti?” tanya Farrel, mengetes pemahaman Erin.
“Gue nggak mau. Sana lo pergi aja!!” usir Erin pada Farrel yang kini menaikkan salah satu alisnya.
“Gue nggak mau pergi.” Farrel menatap Erin yang memegang bekal makan siangnya
“Terserah lo deh. Gue mau makan.” Erin mengalihkan pandangannya menatap bekal makan siangnya, hendak membuka namun Farrel merebut dari tangannya.
“Lo apaan sih?” tanya Erin tak sabaran. Bahkan, Nayla yang melihat pemandangan itu pun akhirnya memilih pindah ke meja Via dkk.
“Lo kenapa pindah, Nay?” tanya Nada begitu Nayla mendudukkan dirinya di samping Via.
“Lo semua nggak liat? Pasangan baru lagi berantem noh.” Nayla menunjuk Erin dan Farrel dengan dagunya. Sontak semua melihat ke mana arah dagu Nayla manunjuk.
“Ohhh..” mereka hanya bisa ber-oh ria. Tidak memperdulikan Farrel dan Erin yang tengah berdebat.
“Jangan marah terus dong, hmm?”
“Aku suapin yaa.” Farrel tersenyum lebar membuka bekal makan siang Erin yang diisi dengan empat lembar roti tawar selai nanas.
Erin yang melihat Farrel berusaha menyuapinya merasa geli.
“Ih lo apa-apaan sih?!! Emang gue anak kecil?” protes Erin yang tak ditanggapi oleh Farrel. Erin geram.
“Sini! Nggak perlu lo suapin juga gue bisa makan sendiri,” ucap Erin lagi. Tangannya berusaha meraih bekal makan siang dan roti yang ada ditangan Farrel. Namun sayang, Erin tak menemukan celah untuk merebut makan siangnya.
“Jangan gitu dong. Pacar kamu ini mau nyuapin kamu loh.”
Erin mendesah berat, seketika ia merasa mual.
Nih cowok benar-benar gila, deh!
“Aaaa.” Farrel mulai menyodorkan roti selai itu ke mulut Erin.
“Sorry yaa. Gue nggak ma....”
“Nah gitu dong. Kan cakep,” ucap Farrel setelah memotong ucapan Erin dengan roti selai itu.
Erin mengunyah roti di mulutnya kesal, menatap Farrel marah sekaligus aneh.
Gue salah apaan yaa?
Erin berujar dalam hati, memikirkan kesalahan yang telah diperbuatnya beberapa jam lalu.
Apa karena itu? Buku tugasnya emang masih di gue, sih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Fiksi Remaja[Update setiap sabtu-minggu] Semua di dunia ini memiliki takdirnya masing-masing. Seperti kita, yang berusaha mengubah meski tahu bahwa itu tak mungkin. Takdir tetap pada garisnya. Lurus, ataupun berliku-liku mengikuti skenario Tuhan. Dan kita, lagi...