Hari ini adalah hari penerimaan hasil belajar, dimana artinya liburan sudah di depan mata. Tapi, di depan liburan itu sendiri, ada jurang mengerikan yang bernama 'tahun ajaran baru' dan 'kelas dua belas' bersama embel-embel ujiannya. Namun, siapa peduli? Yang penting adalah liburannya.
Di antara keramaian para orang tua dan anaknya yang hilir mudik, terlihat delapan remaja yang sedang duduk-duduk santai di koridor. Tidak tau diri memang, biarkan saja.
"Jadi, liburan kemana, nih?" tanya Jisung. Mata anak itu sesekali melirik ke dalam kelas. Takut-takut nanti mamanya keluar dengan wajah seram.
"Aduh, gue udah janji sama Mas Taeyong buat ke Semarang, nih. Gimana?" sahut Jeno.
Semua yang ada di situ tampak berpikir setelah mendengar ucapan Jeno. Mereka tidak mungkin meninggalkan Jeno begitu saja karena sebelumnya mereka selalu liburan berdelapan. Jadi akan sangat tidak seru jika salah satu di antara mereka tidak bisa ikut.
"Ah, gue ada ide!"
Ucapan Hyunjin yang cukup nyaring membuat ketujuh temannya langsung menaruh perhatian penuh ke dirinya. Hyunjin jadi gugup sendiri, duh.
"Gimana kalo kita liburan ke Semarang? Jen, rumah Mas Taeyong sanggup kan buat nampung kita-kita? Ngga lama kok, paling satu dua hari. Terus habis itu kita cari tempat main yang ada di daerah sana." jelas Hyunjin. Yang lain hanya mengangguk-anggukkan kepalanya seperti boneka yang ada di dashboard mobil.
Jeno terlihat sibuk dengan ponselnya setelah Hyunjin bertanya demikian. Sebenarnya, tanpa izin pun Jeno tau Mas Taeyong akan mengizinkan delapan remaja setengah matang itu untuk menginap di rumahnya. Tapi, tidak ada salahnya untuk memastikan, kan? Siapa yang tau jika tiba-tiba Mas Taeyong tidak ingin diganggu, kemudian 7 temannya langsung didepak balik ke Jakarta?
"Guys, Mas Taeyong sih mau-mau aja nampung kita. Tapi kita ke sana naik apa?"
Saat Jisung akan menjawab, tiba-tiba orang tua mereka sudah keluar dengan berbagai macam ekspresi. Kedelapan remaja itu langsung merasa lemas seketika.
"Jeno, ini ya rapot kamu. Kapan-kapan tolong ajarin Renjun kimia ya. Aduh, anak itu kok jeleknya cuma di kimia dari dulu. Pusing tante" Mama Renjun menghela nafas pasrah.
Bisa Jeno lihat, sebenarnya rapot Renjun tidak berbeda jauh darinya. Hanya saja, nilai kimia Renjun benar-benar mengkhawatirkan. Renjun yang ada di belakang Jeno hanya cengar-cengir tidak jelas.
Setelah kira-kira setengah jam diceramahi, kedelapan remaja itu bukannya ikut pulang bersama mamah masing-masing, tapi justru nongkrong di foodcourt mall depan sekolah. Meja mereka sudah seperti kapal pecah, berantakan sekali.
"Jadi di Semarang kita mau kemana nih?" tanya Jisung sembari tangannya menyomot kentang goreng milik Hyunjin. Yang merasa memiliki hanya bisa melotot kesal.
"Banaran boleh nih kayaknya," ujar Seungmin sambil menunjukkan foto-foto tempat wisata itu lewat ponselnya yang diletakkan di tengah meja. Kepala mereka berdempet-dempetan.
"Asik juga tempatnya. Ada penginapannya juga, nih. Mantap"
Semua yang ada disitu langsung mengangguk, menyetujui usul Seungmin.
"Sekarang masalahnya kita naik apa ke sana?" pertanyaan Haechan membuat semuanya kembali terdiam, memasang pose berpikir. Ya walaupun kurang meyakinkan kalau mereka benar-benar berpikir.
"Mobil gue ready semua, sih,"
Semua langsung menatap Felix dengan mata berbinar. Felix sendiri sebenarnya agak cringe ditatap seperti itu oleh teman-temannya. Tapi dia tidak mau ambil pusing.
"Yang besar ada ngga, Lix? Biar cukup semuanya gitu jadi bawa mobilnya satu aja." Jisung memang ngga tau diri.
"Is my van big enough? But, as you know guys if I can't drive," ujar Felix. Haechan udah no comment, pusing dia.
"Tenang aja, kita-kita kan juga banyak yang udah punya SIM. Jadi kapan nih mau berangkat?"
●●●
"Udah semua, kan? Yakin ngga ada yang ketinggalan?"
Semuanya menggeleng. Jeno mengangguk samar, lalu mulai menjalankan mobilnya. Di sebelah Jeno ada Jaemin. Iya, Jaemin itu gampang mabuk. Bahaya kalo ditaruh di tengah atau belakang, bisa muntah tiba-tiba. Di kursi tengah ada Felix, Seungmin, sama Renjun. Sedangkan di belakang ada Haechan, Jisung, sama Hyunjin. Ngga tau deh telinga mereka bakalan masih sehat atau ngga waktu sampe di Semarang nanti.
Lagu Hey Everybody milik 5 Seconds of Summer menemani perjalanan awal mereka. Penghuni paling belakang sudah ribut, padahal belum ada sepuluh menit mereka melaju. Sesekali ikut bernyanyi, tapi dengan energi yang berlebihan. Bahasa kasarnya sih, teriak-teriak.
Jika kursi belakang sudah seribut demo kenaikan gaji, maka di kursi tengah sejak tadi tenang sekali seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Selain karena mereka bertiga adalah tipe orang yang tenang, mereka juga sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Felix sibuk dengan kameranya, Seungmin memainkan ponselnya, dan Renjun asik membaca sebuah novel terjemahan.
"Njun, lu ngga pusing apa baca buku di mobil gini?" celetuk Haechan yang duduk tepat di belakang Renjun. Renjun hanya mengangguk samar, membuat Haechan malas melanjutkan percakapan. Kemudian pemuda itu kembali membuat rusuh dengan kedua temannya.
Karena musim liburan, alhasil jalanan menjadi macet dimana-mana. Sudah hampir satu jam, tapi mobil mereka rasanya belum ada pergerakan sedikit pun. Jeno menghela nafas kasar, tangannya menggeser posisi AC ke arahnya sendiri karena tiba-tiba ia merasa sedikit kepanasan. Sekilas ia melirik Jaemin yang sudah teler sejak tadi.
"Mau mampir makan siang dulu ngga? Kebetulan di depan ada rumah makan Padang."
Perkataan Hyunjin membuat mereka langsung melihat ke depan. Benar saja, ada rumah makan Padang dengan embel-embel tulisan harga pelajar di depan sana. Tanpa menunggu jawaban dari teman-temannya, Jeno perlahan tapi pasti mengarahkan mobilnya kesana.
●●●
"Gila anjir kenyang banget gue!" Haechan nepuk-nepuk perutnya dengan senyuman puas.
"Murah banget sih. Cocok tuh kalo misal uang dari Mas Taeyong menipis." tambah Jeno. Anak itu sekarang duduk di kursi tengah karena Seungmin menggantikannya.
Suasana mobil mulai tenang saat delapan remaja kelebihan hormon itu merasa kekenyangan. Jangankan membuat keributan, menggeser sedikit bokong mereka saja rasanya tidak akan sanggup. Jika tadi suara mereka yang memenuhi mobil, kini hanya ada suara dari ponsel masing-masing.
Keadaan jalan sudah tidak separah tadi. Mobil van putih itu dapat berjalan dengan konstan. Seungmin merasa lega karena kakinya tidak akan pegal seperti Jeno tadi.
Seungmin menguap lebar ketika lampu merah menyala. Hanya 75 detik, tidak begitu lama. Pemuda itu menggeser duduknya, mencari posisi yang lebih nyaman. Setelah meregangkan sedikit badannya, ia menoleh, mengecek keadaan teman-temannya.
Jaemin sudah tidur lagi sejak keluar dari parkiran rumah makan Padang. Seungmin tidak ingat kapan teman-temannya di kursi tengah tertidur, karena sejak tadi mereka diam saja. Dan untuk kursi belakang, Seungmin agak terkejut karena tiba-tiba saja mereka tidak bersuara seperti orang mati.
Kegiatan memeriksa teman-temannya terpaksa harus ia hentikan karena lampu sudah menjadi hijau. Mobil-mobil di belakang sana juga sudah meraung-raung tidak sabar. Padahal belum ada sedetik lampu berubah warna. Seungmin mendengus kesal. Jadi manusia kok tidak mensyukuri rasa sabar yang sudah diberikan oleh Tuhan.
Dengan ditemani lagu Never Be Alone dari Shawn Mendes, Seungmin menyusuri jalan dengan sesekali menguap bosan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebun Kopi | 00liner [✔]
Mystery / Thriller"Ini kebun kopi apa kebun mayat sih?"