6. Mayat

14.8K 3.3K 561
                                    

Menemukan fakta bahwa mereka baru saja melindas seonggok kaki manusia adalah hal yang mengejutkan. Tapi semua menjadi lebih mengejutkan dan mengerikan ketika Jaemin dan Jeno mengarahkan senter mereka ke jalanan dan menemukan kaki serta tangan manusia yang tersebar begitu saja bagaikan ranting pohon.

Mereka jelas panik dan takut. Oleh karena itu, sudah terhitung setengah jam mereka hanya berdiam diri di dalam kereta. Jisung jelas sudah tidak sanggup jika harus menginjak pedal gas dan melindas lebih banyak kaki.

"Gimana nih? Gua ngga sanggup kalo harus lanjut."

Jisung mengacak rambutnya frustasi. Perasaannya kali ini hanya berputar-putar pada rasa cemas dan takut. Bahkan ia tidak sempat merasa menyesal karena sudah memberi ide gila ini.

"Udah tunggu sini aja sampe pagi," usul Haechan. Jika dalam keadaan biasa saja Haechan tidak pernah menggunakan otaknya, apalagi dalam keadaan seperti ini?

"Lama banget anjir! Yang ada besok pagi kita udah kayak mereka-mereka,"

Hyunjin masih menatap ngeri belasan atau bahkan puluhan kaki dan tangan itu. Bentuknya bermacam-macam. Ada tangan perempuan, laki-laki, berotot, kecil, hitam, putih, dan masih banyak lagi. Yang membuat Hyunjin semakin merasa ngeri adalah darah segar yang masih mengalir.

"Kenapa cuma tangan sama kaki sih? Heran gua" ucapan Jaemin langsung mengundang berbagai ekspresi teman-temannya.

"Ya lu mau tiba-tiba di depan kita ada mayat!?" bentak Hyunjin.

Setelahnya keadaan hening. Suara Hyunjin yang cukup keras memecah keheningan kebun kopi yang kini menjadi mencekam. Tidak ada suara selain deru nafas mereka danー

Sret... sret...

suara benda yang diseret.

Tubuh mereka menegang. Suara itu terdengar tidak jauh dari mereka. Tapi, tidak seperti sebelumnya, kali ini tidak ada bayangan apapun. Mereka saling melirik satu sama lain dengan mata memicing.

"Ngga usah bercanda, goblok!" Haechan menatap tajam temannya satu persatu. Dia sadar kalau dia juga suka menjahili temannya. Tapi setidaknya ia tau tempat dan situasi.

"Siapa yang bercanda sih, bego!? Lu ngga liat apa dari tadi kita diem aja!?" Renjun yang semula diam kini mulai tersulut emosi. Matanya balas menatap tajam Haechan.

"Jangan ribut sekarang anjir!"

Seungmin mendorong wajah Haechan dan Renjun agar saling menjauh. Jengah dia lama-lama. Mau ribut kok tidak tau situasi sama sekali.

"Beneran mau nunggu sampe pagi?" tanya Jeno, tapi tidak kunjung mendapat jawaban.

"I don't think so. Mending putar balik saja," ucap Felix. Anak itu sepertinya sudah sangat pasrah dengan keadaan yang ada.

Bisa terdengar Jisung menghela nafas berat. Pelan namun pasti, kereta mereka mulai bergerak. Jisung benar-benar menuruti usul Felix untuk putar balik.

Maksudnya, tidak benar-benar berputar balik. Jalan yang mereka lewati itu relatif sempit sekali. Kanan kirinya adalah pohon-pohon kopi dan semak-semak yang tidak tau ada apa dibaliknya.

Kereta mereka mundur dengan kecepatan rata-rata. Jisung memejamkan matanya erat-erat setiap kereta mereka melindas tangan dan kaki itu. Sedangkan yang lain berpura-pura tidak dengar.

Merasa sudah tidak tahan, akhirnya Jisung menginjak pedal gas kuat-kuat. Kereta mereka mundur dengan kecepatan di atas rata-rata. Jangan tanya bagaimana keadaan para penumpang, sudah jelas tidak baik-baik saja.

"Sung, sinting lu! Pelan-pelan anjir!"

Baru saja Seungmin selesai berbicara, mesin kereta mereka mati. Sekeras apapun usaha Jisung untuk kembali menyalakan mesinnya, hasilnya sia-sia. Mereka terjebak di tengah kebun kopi yang mengerikan.

"I told you before to not do this! Now, see!? We're stuck!"

Emosi Felix yang sejak awal sudah mengendap di ubun-ubun akhirnya meledak juga. Telunjuknya dengan beringas menunjuk-nunjuk wajah Jisung.

Jisung dengan keadaan kacau tidak bisa menerima bentakan Felix. Karena emosinya terlanjur tersulut, ia menepis telunjuk Felix dengan kasar dan menarik kerah baju Felix.

"Lu pikir semua ini kemauan gua!? Gua cuma pengen bikin kalian seneng!"

"Happy happy your ass! Terus kalau udah gini mau gimana!?"

Felix mendorong dada Jisung dengan keras, menyebabkan pemuda itu tersungkur kebelakang.

Jisung yang tidak terima dengan tindakan Felix segera bangkit dan kembali mencengkram kerah baju Felix. Tangan yang lainnya sudah dalam posisi siap menonjok wajah pemuda import itu. Tapi belum sempat tangannya menyapa rahang Felix, seseorang menariknya dengan kasar.

"Kalian pikir kalau kalian ribut kita bakalan bisa nemu jalan keluar!?"

Jaemin berteriak frustasi. Kepalanya sudah pusing sejak mereka melindas kaki. Lalu sekarang dua temannya justru memperburuk suasana. Rasanya jadi ingin pingsan saja. Lalu saat bangun, keadaan sudah seperti semula.

Yang lain menghela nafas berat. Sebelumnya mereka sudah sering berteriak satu sama lain karena kesal. Tapi sekarang keadaannya berbeda. Emosi mereka bukan sekedar kesal. Jika tersulut sedikit saja, baku hantam sudah tidak dapat dicegah lagi seperti tadi.

"Enough, guys. Sekarang mending kita jalan aja. Kita cari jalan keluarnya bareng-bareng." ujar Renjun menengahi suasana.

Merasa tidak ada yang protes, Renjun mengambil barang-barangnya, lalu berjalan terlebih dahulu mengikuti jalan yang sebelumnya mereka lewati. Yang lain akhirnya mengikuti ide Renjun.

Di belakang, Hyunjin menguap lelah. Tenaga dan pikirannya terkuras. Ia sadar bahwa ia salah satu yang menyusun rencana ini. Oleh karena itu, sekarang ia berusaha bertanggung jawab meskipun sedikit.

"Raf, sini tas lu gua bawain."

Yaitu dengan cara membantu yang lain semampunya.

Jaemin menoleh ke Hyunjin. Bohong kalau dia bilang tidak butuh bantuan Hyunjin. Keadaannya semakin memburuk dan tasnya terasa berat sekali. Tapi dia sadar, dalam keadaan seperti ini tidak seharusnya ia merepotkan orang lain.

"Ngga usah, Daf. Tas gua ngga berat-berat banget kok,"

Hyunjin tau Jaemin berbohong. Hyunjin sadar nafas Jaemin semakin tersengal setiap langkahnya. Kerah jaketnya yang tinggi tetap tidak bisa menyembunyikan wajah pucatnya.

"Biar gua ramal. Sebentar lagi lu bakalan pingsan,"

Sedetik setelah Hyunjin berkata demikian, langkah Jaemin terhuyung. Untung saja Hyunjin dengan cekatan menahan lengan Jaemin.

"Tas lu bawa sini atau lu yang gua gendong," ujar Hyunjin dengan final. Tangannya menarik paksa tas Jaemin.

Jaemin hanya pasrah. Kepalanya pening dan tubuhnya lemas sekali. Benar kata Hyunjin, ia mungkin bisa pingsan kapan saja.

Setelah memosisikan tas Jaemin senyaman mungkin di tubuhnya, Hyunjin merangkul pundak Jaemin. Paling tidak, hal itu dapat mengurangi kemungkinan buruk yang bisa terjadi pada Jaemin kapan saja. Hyunjin sampai heran kenapa temannya bisa seringkih ini.

Keadaan barisan depan sangat berbeda dengan keadaan barisan belakang yang adem ayem. Jeno, Jisung, dan Haechan mengarahkan senter mereka ke berbagai arah. Suasanya yang muncul dari semak-semak semakin memperburuk keadaan.

"Firasat gua ngga enak anjir," Seungmin yang berada di barisan tengah kini mengambil tempat di antara Jisung dan Haechan.

"Kok rasanya kita nyasar ya"

Jeno mendelik ke arah Haechan. Kalau di pikir-pikir, celetukan Haechan bisa saja benar. Jalan yang mereka tempuh semakin sempit, bahkan hanya cukup untuk dua orang. Padahal sebelumnya kereta wisata mereka saja cukup. Belum lagi pohon kopi yang semakin lama semakin terasa banyak dan lebat.

"Oh, God"

Gumaman Felix mengalihkan atensi mereka. Karena penasaran dengan apa yang membuat Felix menjadi sepucat itu, mereka mengikuti arah pandang Felix. Dan mereka menyesal seketika.

"Ini kebun kopi atau kebun mayat sih!?"

...

Aku juga mau diperhatiin Hyunjin :(

Kebun Kopi | 00liner [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang