9. Terpecah

12.8K 3K 806
                                    

"Lu sih Sung ngomong sembarangan! Echan jadi ilang kan!?"

"Kok gua!? Salahin tuh siapa yang ngajak ke sini!"

"Seriously, asshole?"

"Kalian ngga mau temen kalian ketemu!?"

"Ini semua gara-gara Jisung yang sinting ngajak ke kebun kopi malem-malem!"

"Salahin Seungmin, lah! Ide naik kereta wisata kan dari dia"

"Tapi kan gua ngga ngajak malem-malem anjir!"

"Tapi tetep aー"

"ANJING BISA DIEM NGGA LO SEMUA!?"

Semua yang ada di sana langsung terdiam ketika suara Jeno yang menggelegar memenuhi gorong-gorong. Ini pertama kalinya bagi mereka mendengar Jeno berteriak seperti tadi.

Jeno memijat pangkal hidungnya. Nafasnya tidak teratur karena emosi. Sedikit banyak ia menyesal telah berteriak karena sekarang tenggorokan dan kepalanya sakit luar biasa.

"Sadar ngga sih temen kalian ilang tiga!?"

Semuanya hanya mengangguk kecil, masih terlalu takut untuk mengeluarkan suara atau hanya sekedar menatap Jeno.

"Kalian mikir ngga sih gimana reaksi keluarga mereka kalo tau anaknya ilang!?"

Semuanya masih diam, tidak ada yang berani menjawab.

"Mikir ngga sih gimana nasib bundanya Echan kalo tau satu-satunya keluarga yang dia punya ilang gara-gara kita!? Bisa bayangin ngga gimana sedihnya mamah papah Hyunjin kalo tau anaknya ilang!? bISA MIKIR NGGA GIMANA SHOCKNYA MAMI PAPI JAEMIN KALO TAU ANAK SATU-SATUNYA ILANG!? JAWAB!"

Mereka memejamkan mata erat ketika lagi-lagi suara Jeno menggema.

"Kita ke sini sekarang itu buat nyelametin temen-temen kita, bukan nyelametin ego masing-masing. Mau kalian adu bacot nyalahin yang lain sampe anjing bertelur juga mereka ngga bakal ketemu! Paham ngga!?"

Jeno menyelesaikan kalimatnya dengan sisa nafas yang ada. Ternyata marah-marah itu menguras tenaga. Heran dia dengan mantan kakak kelasnya yang hobi marah-marah. Pemuda itu memejamkan matanya sebentar, mengatur nafas agar dapat tenang kembali.

"I'm sorry. I shouldn't did that."

Jeno tulus meminta maaf. Bagaimanapun ia menyesal sudah sekeras tadi pada teman-temannya. Seharusnya ia paham kalau sifat teman-temannya seperti itu. Harusnya ia paham jika teman-temannya hanya terlalu panik, sama seperti dirinya. Ia merasa gagal menjadi seorang teman.

"No, it's okay, dude. We're sorry to. We're too childish."

Felix menghampiri Jeno yang tertunduk lesu. Pemuda berdarah campuran itu merangkul pundak Jeno dengan santai, seolah yang tadi hanya pertengkaran tidak penting yang sudah biasa mereka lakukan saat berkumpul.

"Chill, dude. Lets find them."

●●●

Haechan sudah berusaha keras untuk melepaskan diri dari tangan bau manusia yang membekap mulutnya saat ini. Tapi hasilnya nihil. Tenaganya terbuang sia-sia. Dan kini dia sudah lemas tak berdaya di tangan manusia itu.

Ia bisa merasakan kesadarannya sudah di ambang batas ketika manusia itu mendorongnya masuk ke sebuah ruangan yang cukup luas lalu menguncinya dari luar. Dorongan manusia itu kelewat keras hingga ia terjerembab di tanah dengan kepala yang menjadi tumpuannya. Bahasa kasarnya, dia nyungsep.

Sekelilingnya gelap, benar-benar gelap. Dengan sisa tenaga yang ada, Haechan berusaha mencari tempat bersandar untuk mengistirahatkan tubuhnya. Tapi naas, tubuhnya tiba-tiba ambruk begitu saja. Karena sudah pasrah, akhirnya ia memejamkan matanya lelah. Ia ingin tidur saja. Iya, niatnya begitu. Tapi gagal ketika merasa ada cahaya silau yang menyorot langsung ke matanya.

Kebun Kopi | 00liner [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang