Ketujuh remaja itu melihat bagaimana sebuah pisau dapur yang lumayan besar menusuk punggung kanan Seungmin. Setelah beberapa saat, kedua pria asing tadi mendorong tubuh Seungmin yang tidak berdaya ke depan teman-temannya. Untung saja Jeno sigap menangkap tubuh Seungmin sebelum sempat tersungkur ke tanah.
"Itu peringatan buat kalian!"
Setelah berbicara seperti itu, mereka mengunci pintu dari luar dan pergi begitu saja. Setidaknya hal itu membuat keadaan menjadi sedikit lebih baik.
"Ada yang bawa first aids?" tanya Renjun. Tangannya kini sudah sibuk melepas jaket Seungmin dan menyingkap bajunya ke atas untuk melihat luka anak itu lebih jelas.
Setelah mendengar pertanyaan Renjun, semua yang ada di sana langsung menggeledah tasnya masing-masing. Haechan yang pertama menemukan dan anak itu langsung melemparkannya ke Renjun.
"Thanks, Chan! Lix, can you please take a red bottle inside of my bag beside you?"
Felix langsung mencari botol merah yang dimaksud oleh Renjun. Ia kira isi botol itu adalah obat atau semacamnya. Ternyata hanya Tupperware merah biasa berisikan air putih. Setelah menelan komentar untuk dirinya sendiri, ia langsung menyerahkan botol itu ke Renjun.
Sementara Renjun mulai membongkar first aids dan membuka tutup botolnya, Jeno dengan hati-hati mengubah posisi berbaring Seungmin agar lukanya mudah diobati.
●●●
Hal yang pertama dilihat Seungmin saat membuka mata adalah dagu Renjun. Anak itu berkedip sekali dua kali agar pandangannya jelas, kemudian mencoba untuk memanggil Renjun. Suaranya tidak bisa keluar. Yang ia dapati justru tenggorokan dan tubuhnya terutama punggung terasa sakit luar biasa. Akhirnya dengan tenaga yang ada, ia menggerakkan tangannya untuk menyenggol apapun bagian tubuh Renjun. Ternyata terkena muka.
"Baru sadar udah rese. Ngajak berantem?" tanya Renjun dengan wajah kesal. Meskipun begitu, tangannya tetap terulur untuk membenarkan posisi berbaring Seungmin agar lebih nyaman.
"Gimana rasanya ditusuk, Min? Sakit ngga?"
Jisung yang semula duduk di sudut ruangan bersama Haechan, Hyunjin, dan Jaemin kini berpindah tempat ke sebelah Seungmin. Tangannya iseng menyingkap baju Seungmin hingga memperlihatkan lukanya yang sudah terbalut perban dengan rapi. Renjun yang melihat aksi semi-anarkis Jisung langsung memukul tangannya.
"Dari pada lu tanya yang aneh-aneh ke Seungmin, mending ambilin minum buat dia. Tanyain gih siapa yang punya air," perintah Renjun.
Mengetahui bahwa temannya yang satu itu sedang dalam mood yang kurang baik, Jisung langsung patuh tanpa protes seperti biasanya. Ia mengambil tempat minumnya sendiri, lalu menyerahkannya kepada Renjun. Kemudian tanpa berkata apapun, ia berlalu dan mengambil tempat di sebelah Jeno yang sedang melamun menatap langit-langit.
"Woi ngelamun aja, Jen! Kesambet baru tau rasa ya" ujar Jisung asal. Setelahnya anak itu langsung menegak airnya.
"Sung, menurut lu kita bisa keluar ngga?"
Jisung tersedak ditegukan terakhir karena kaget mendengar pertanyaan Jeno. Maksudnya, tidak aneh jika Jeno bertanya hal semacam itu. Tapi jelas dari pertanyaan Jeno terselip sebuah rasa putus asa di sana.
"Jelas bisa lah! Kan lu sendiri yang dari awal udah berapi-api buat keluar dari kebun kopi sialan ini."
Jeno kembali diam dan masih memandang langit-langit. Jisung yang melihat hal itu hanya bisa merangkul bahu Jeno dan menepuk-nepuknya untuk menenangkan. Satu helaan nafas diloloskan oleh Jeno.
"Kalo disuruh milih, lu lebih milih bisa keluar dari sini tapi ngga lengkap, atau selamanya di sini tapi tetep berdelapan?" tanya Jeno tiba-tiba.
"Tanya apaan sih, bangsat! Ya jelas keluar dari sini utuh berdelapan lah!" Setelahnya Jisung berlalu begitu saja meninggalkan Jeno dengan pikirannya yang kacau.
Di ujung lain ruangan, Jaemin, Haechan, dan Hyunjin sedang mengobrol ringan, seolah tidak ada yang terjadi sebelumnya. Seolah mereka lupa jika Jaemin hampir saja kehilangan nyawa karena lehernya tertusuk pisau.
Posisi mereka saat ini adalah Hyunjin yang bersandar di dinding dengan Jaemin yang tiduran di pahanya dan kepala Haechan yang bersandar di bahunya. Hyunjin berasa menjadi pengasuh bayi yang sedang menjaga dua anak nakal yang kelelahan. Walaupun wajahnya terlihat suntuk luar biasa, tangannya tetap mengusap kepala dua temannya dengan penuh perhatian.
"Bunda di rumah lagi ngapain ya?" tanya Haechan out of the blue.
Jaemin dan Hyunjin awalnya cukup kaget dengan pertanyaan Haechan yang terkesan melantur. Tapi kemudian mereka dapat mengerti. Mereka paham jika Haechan dan bundanya adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bukan berarti mereka bisa dipisahkan dengan ibu masing-masing sih. Tapi Haechan dan bundanya itu saling memiliki. Mereka hanya memiliki satu sama lain untuk menghadapi dunia yang kejam ini.
Hyunjin menepuk-nepuk sisi lain kepala Haechan yang tidak menempel pada bahunya. Sesekali jemarinya memainkan ujung rambut Haechan untuk memberi afeksi kecil menenangkan. Dan hal itu cukup berhasil. Terbukti dari Haechan yang sedang memejamkan matanya rileks.
"Guys, kita bisa keluar lewat atas!"
Seruan Jeno membuat perhatian semua yang ada di sana teralihkan. Mereka memerhatikan Jeno yang sedang menusuk langit-langit dengan penggaris besi panjangnya.
"How it will be?" nada tanya Felix sarat akan sebersit harapan. Pemuda berdarah campuran itu menghampiri Jeno dan ikut memerhatikan langit-langit.
"Kita bisa gali ke atas. Maksud gua, kan kita lagi di bawah tanah. Kalo kita keruk terus, pasti sampe ke permukaan kan?" ujar Jeno bersemangat. Ia mulai mengeruk langit-langit dengan penggaris besinya.
"Lets work, guys!"
...
Huhu maaf baru bisa update. Btw, thanks for 3k+ readers!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebun Kopi | 00liner [✔]
Mystery / Thriller"Ini kebun kopi apa kebun mayat sih?"