Sudah cukup lama sejak mereka mulai saling menggendong untuk bisa mengeruk tanah di atas mereka hingga rasanya semakin tinggi. Perjuangan mereka tidak sia-sia. Terbukti dari setitik kecil cahaya yang mulai merangsek masuk. Melihat hal itu, Jeno langsung berseru, "Ayo lanjutin terus! Sebentar lagi pasti kita bisa kabur!"
Semua yang ada di sana langsung mempercepat kerja mereka. Tidak jarang mata mereka terkena tanah atau tiba-tiba mereka terjatuh karena kurang seimbang. Mereka tidak peduli. Bahkan ketika jemari mereka mulai terluka, mereka tetap tidak peduli. Yang ada di pikiran mereka saat ini adalah mereka harus segera keluar secepatnya.
"Yang lagi nganggur tolong tahan pintunya pake apapun dong!"
Mendengar titah Jeno yang penuh otoritas sekaligus harapan, Seungmin langsung berusaha untung bangun dari posisi berbaringnya. Tapi belum sempat ia mengangkat tubuhnya seincipun dari tanah, Renjun sudah mencegah.
"Udah lo baringan aja di situ, ngeri gua ngeliat lo jalan-jalan penuh perban kayak mumi."
Setelahnya Seungmin hanya menurut karena tubuhnya masih belum bisa diajak kompromi.
Haechan, Felix, dan Jisung mendorong apapun yang memiliki beban ke depan pintu. Mulai dari peti-peti buah, balok-balok kayu, hingga tas-tas mereka. Setelah merasa semua itu sudah cukup untuk menahan pintu agar tidak mudah dibuka, mereka bertiga kembali membantu yang lain untuk membuka lubang yang lebih besar.
"Jen, lo duduk aja dulu sana. Lo udah kerja banyak dari tadi. Sekarang sisanya serahin ke kita. Oke?"
Jaemin yang merasa pijakan Jeno mulai goyah langsung turun dari punggung pemuda itu dan mendorong Jeno untuk duduk di sebelah Seungmin yang masih berbaring. Jeno tidak bisa protes. Jujur saja, mungkin ia bisa pingsan jika tetap memaksa untuk bekerja.
"Jen, maafin gue ya,"
Jeno tersentak ketika tiba-tiba Seungmin bersuara. Ia langsung menunduk untuk memandang Seungmin yang berada di sebelah pahanya. Dengan perlahan, ia meletakkan kepala Seungmin ke pangkuannya.
"Ha? Maaf buat apaan coba?"
Seungmin menghela nafas sejenak, kemudian menjawab, "I was a coward. Ngga seharusnya gue nyerah buat nyari temen-temen. Ngga seharusnya gue kalah sama rasa takut gue."
"First, pass me the bandageー" Jeno menunjuk perban di dekat tangan Seungmin dengan matanya. Setelah menerimanya, ia segera melilitkan perban itu ke jemarinya yang terluka sambil melanjutkan, "yang kedua, lo santai aja. Kita semua punya rasa takut yang sama. Siapa sih dari kita yang ngga pengen keluar? Kalo ada, berarti dia sinting."
Seungmin diam, tidak ingin memotong perkataan Jeno di tengah jalan.
"Maaf ya kalo gua selama ini rese, suka marah-marah, suka nyuruh-nyuruh."
Sorot mata Jeno terlihat menerawang. Nada bicaranya menjadi lirih dan menyedihkan. Bahkan senyum tipis yang menyiratkan kesedihan kini muncul. Perasaan tidak enak langsung memenuhi dada Seungmin.
"Santai kali, Jen. Malah harusnya kita berterima kasih ke elo."
Jeno mengalihkan pandangannya dari yang lain ke Seungmin. Senyum pemuda itu menjadi sedikit lebih lebar. Tangannya mengusak kepala Seungmin sekilas.
"WOI UDAH LUAS NIH LUBANGNYA!"
Seruan Haechan membuat Jeno langsung bangkit dari duduknya. Sepertinya dia lupa kalauー
Dug
"Aduh, Jen! Kalo mau berdiri liat-liat dong!"
ーkepala Seungmin masih di pahanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebun Kopi | 00liner [✔]
Mystery / Thriller"Ini kebun kopi apa kebun mayat sih?"