ONE

8.6K 630 27
                                    

Menghirup udara segar tidak pernah terasa sebebas ini sebelumnya. Dan menyesap secangkir kopi tak pernah terasa senikmat ini sebelumnya. Pikir Joshua ringan. Sudah lama sekali ia ingin bebas dari kegelapan yang terlanjur membelenggunya. Kini ia telah mendapatkannya.

The Shadow Killer adalah julukannya. Ia adalah seorang pembunuh bayaran yang identitasnya tidak pernah terdeteksi dan tidak diketahui oleh siapa pun kecuali ketiga sahabatnya: Ethan Cournand, Diego Williams dan Albert Dandy Heckel, serta adik dari Ethan yakni Nadine Cournand dan juga, tentu saja neneknya: Deborah.

Joshua membunuh secara halus, cepat, bersih dan mematikan. Pekerjaannya tak pernah gagal, sekali terjun ia akan langsung berhasil. Korbannya akan segera terbunuh beberapa menit setelah ia menarik pelatuk pistolnya. Dirinya tak pernah terjerat hukum. Karena hal itu, The Shadow Killer menjadi julukannya. Karena ia membunuh layaknya bayangan, dirinya ada, namun sejatinya tak diketahui.

Roland Clauson adalah pria yang dipanggilnya Ayah. Seorang ketua mafia yang tersohor kekejamannya. Namun bagi Joshua, Roland hanyalah seorang pria tua yang kekurangan kasih sayang dan bersembunyi di balik kekejamannya. Joshua sudah bertemu dengan Roland sejak dirinya berusia tiga belas tahun.

Bocah kecil bermata biru yang nakal adalah Joshua Melvis. Joshua tak pernah mengenal ibunya sejak ia kecil karena ibunya meninggal sewaktu ia masih dalam buaian, sedangkan ayah kandungnya menikah lagi dengan perempuan dari Amsterdam. Joshua ditinggalkan bersama neneknya yang cerewet. Bukan karena ayahnya tidak mengajaknya turut serta tinggal dengan keluarga barunya, namun karena Joshua memang lebih nyaman tinggal Deborah, neneknya yang masih hidup sampai saat ini.

Malam itu adalah malam bersalju di mana Joshua kecil bertemu dengan Roland. Saat itu Deborah mengunci pintu rumah sebagai hukuman karena Joshua telah berbuat nakal dan tak termaafkan. Ia memukul temannya di sekolah sampai masuk rumah sakit.

Joshua tentu saja tak ambil pusing. Dengan pakaian seadanya yang tak mampu menghalau udara dingin, Joshua berjalan meninggalkan rumahnya. Besoknya ia akan kembali, yakin bahwa neneknya sudah akan memaafkannya. Deborah terlalu mencintainya untuk bisa berlama-lama marah kepadanya.

Dan Joshua kelaparan. Ia terpaksa mencuri sepotong roti untuk mengganjal perutnya. Saat itu adalah kali pertama ia mencuri. Ia dikejar-kejar oleh si pemilik toko roti dan beberapa karyawannya. Sayangnya, ia tertangkap. Saat itulah Roland membantunya.

Joshua mendapat kasih sayang dari seorang ayah yang tak didapatkannya dari ayah kandungnya. Ia belajar banyak hal dari Roland. Bertarung dengan tangan kosong, menembak, bahkan belajar tentang bisnis dari pria itu.

Greg Ashton adalah sahabat kental Roland. Greg seorang pembunuh bayaran. Entah bagaimana caranya, namun berawal dari Greg-lah Joshua melakukan pekerjaan itu. Roland sudah melarangnya, tentu saja. Namun Joshua terlalu senang dengan pistol-pistolnya. Ia puas melihat orang-orang busuk mati karena pelurunya.

Yah, seburuk-buruknya pekerjaan melenyapkan nyawa seseorang, Joshua masih memilih-milih mana yang pantas dan tak pantas dibunuhnya. Ia hanya akan membunuh orang-orang yang lebih baik mati daripada menyengsarakan banyak orang. Tentu saja ia menyelidiki lebih dulu data-data korbannya sebelum memutuskan orang itu pantas atau tidak ia bunuh.

Roland dan Greg sudah meninggal sekitar tujuh tahun yang lalu, ketika Joshua berusia dua puluh tahun. Banyak sekali harta yang Roland titipkan kepada Joshua. Roland tak pernah menikah, namun pria itu memberitahu bahwa ada seorang anak hasil hubungannya dengan sang kekasih yang tak mendapat restu.

Roland pernah menjalin hubungan dengan seorang perempuan Jepang hingga menghasilkan seorang anak. Kedua orang tua perempuan itu langsung mencabut restu mereka begitu tahu bahwa Roland adalah seorang ketua mafia. Roland menugaskan Joshua untuk mencari anaknya—anak perempuan pria itu dengan hanya memberikan sebuah benda sebagai petunjuk. Sebuah kewajiban yang belum juga Joshua tuntaskan hingga saat ini.

“...Callister menyembunyikan anak perempuannya di sebuah asrama. Baik media atau siapa pun, tidak ada yang mengetahui hal ini. Keberadaan anak perempuan pria ini terendus oleh media ketika prosesi pemakaman Callister berlangsung. Annastasia Jane Callister nampak sangat sedih dan tak bisa menahan air matanya ketika sang ayah dihantarkan ke peristirahatan terakhirnya. Rekan-rekan Callister datang untuk berbelasungkawa...”

Siaran televisi itu membuat atensi Joshua sepenuhnya teralih. Maxime Callister adalah korbannya yang terakhir. Menurut data yang didapatkannya, Maxime Callister hidup seorang diri. Istrinya telah meninggal ketika melahirkan anaknya, anaknya pun meninggal tak lama setelah sang istri.

Bagaimana bisa Joshua melewatkan satu berita penting itu?

Joshua menatap penuh ke arah televisi, merekam baik-baik wajah Annastasia Jane Callister. Ia telah melakukan kesalahan pada pembunuhan terakhir yang telah ia lakukan. Ia telah menyalahi prinsip bersih yang dipatenkannya. Ia harus memastikan sendiri tentang kebenaran berita itu. Bahwa Annastasia adalah putri kandung Maxime Callister.

Joshua meminta bill pada pelayan kedai kopi itu. Ia membayar dan segera pergi. Ada yang harus dilakukannya saat ini. Bersih dalam prinsipnya adalah tidak ada dampak apapun setelah pembunuhan dilakukan. Secepat korbannya mati, secepat itu pula berita tenggelam. Musnah seolah tak terjadi apapun.

Di dalam kamar apartement-nya yang lengang, Joshua menghidupkan laptopnya. Tidak butuh waktu lama ketika laptop itu menyala untuk menampilkan seluruh aktivitas di dalam rumah mewah Maxime.
Annastasia Jane Callister ada di dalam kamar sang ayah. Menangis sambil memeluk foto Maxime di dadanya. Joshua mengernyit, kalau Annastasia bukan putri Maxime, gadis itu pasti tak akan sesedih itu.

Sebuah pergerakan dilakukan oleh Annastasia. Perempuan itu menyeka air matanya dan keluar dari kamar. Di depan kamar sudah ada seorang pelayan yang menunggu. Joshua memasang telinganya baik-baik.

“Sudah siap?”

“Ya, Nona."

Annastasia mengangguk pelan. Ia mendahului sang pelayan dan turun ke lantai pertama rumahnya. Di ruang tamu, seorang pria paruh baya yang Joshua ketahui sebagai adik dari Maxime Callister berdiri ketika melihat gadis itu.

“Maafkan kami karena menelantarkanmu, Anna.”

“Tidak, Paman. Kalian tidak bersalah. Ayah hanya ingin aku aman.”

Joshua mengakui bahwa Maxime cukup cerdas karena mampu menyembunyikan putri kandungnya sampai bertahun-tahun tanpa diketahui oleh siapa pun.

“Lagipula, aku hanya anak seorang pelayan. Ayah menganggapku sebagai anak saja sudah cukup untukku.”

Anak seorang pelayan? Tunggu. Mendiang istri Maxime adalah putri bungsu dari seorang konglomerat di Swedia. Apakah mungkin... ah, affair itu. Joshua mendapat informasi bahwa Maxime pernah memiliki hubungan gelap dengan perempuan lain.

“Mau bagaimana pun, kau tetap bagian dari Callister, Anna.”

Annastasia tersenyum, “Aku tahu, terimakasih, Paman. Tapi, alangkah lebih baik bila aku menyusul ibuku saja. Aku sudah memesan tiket.”

“Tapi tidak ada yang tahu di mana ibumu berada, Anna. Tetaplah di sini, harta ayahmu adalah milikmu.” bujuk sang paman lagi. Joshua berdecih mendengarnya. Pria tua itu penuh dengan kepalsuan.

Seorang maid memberikan coat yang segera dipakai oleh Annastasia.

“Kau akan pergi sekarang juga? Ke mana kau akan menyusul ibumu, Anna?”

“Manhattan.”

***

Part percobaan. Boleh minta 15 komentar untuk part selanjutnya?

27/02/18
Avicennav

The Dark Secret [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang