Entah apa yang dipikirkan ayah, dia malah mengajak Mingyu untuk ikut ke rumah nenek. Serius? Padahal ayah saja ga pernah tuh ajak Seokjin untuk ketemu keluargaku yang lain. Atau memang mungkin timmingnnya ga pernah pas?
Entahlah. Aku ga terlalu pedulikan itu. Yang aku tau adalah aku senang Mingyu ikut.
Jarak rumah nenek ga terlalu jauh sebenarnya, paling hanya satu jam. Mobilnya ayah hanya cukup untuk kami berlima. Memang sih masih cukup jika Mingyu ikut juga, cuman nanti kita akan duduk bersempitan. Makanya aku mengalah dan memilih naik motor dengan Mingyu. Itu usul Mingyu asal kalian tau.
Ayah didepan sementara aku dibelakang mengikuti mobilnya. Sore hari dibonceng Mingyu rasanya indah sekali.
"Mingyu, kamu ga masalah ikut ke rumah nenek?" tanyaku.
"Justru aku mau tanya itu. Kamu ga risih kalau aku ikut?"
"Engga kok. Malah seneng."
"Senengnya?"
"Ya seneng. Aku ada teman ngobrol nanti disana."
"Memangnya orang tuamu sama nenekmu itu ga suka ngajak ngobrol kamu?"
"Ya suka sih. Cuman kan ngobrol lama-lama sama orang tua ga enak juga."
"Aku juga orang tua loh!"
"Iya, keliatan udah keriput."
Dia tertawa. "Aku lebih tua dari adik-adikmu, lebih tua darimu 7 hari, dan lebih tua dari angsanya pak Jihoon."
Aku dibuat tertawa oleh perkataannya. Bukan sok membandingkan atau apa ya, tapi jujur rasanya baru kali ini aku bisa tertawa yang benar-benar tanpa beban. Terasa sangat beda ketika aku sama Seokjin, yang lebih sering dibalut rasa tegang dan tak nyaman. Dengan Mingyu rasanya tambang yang melilit leherku itu longgar.
****
Akhirnya kami sampai juga dirumah nenek. Nenek sudah menunggu dikursi santainya yang berada diteras rumah, bersama bibiku dan anaknya. Kakek sudah meninggal, jadi nenek tinggal dengan bibiku yang merupakan anak bungsu. Dia tinggal disini sedangkan suaminya merupakan angkatan laut yang sering bertugas diluar kota.
Adik-adikku turun, berlari kecil untuk memeluk nenek. Bunda dan ayah juga bergantian memeluk bibi, menunggu nenek yang masih disibukan dengan kedua adikku.
"Hallo, nek!" sapaku sembari mencium tangannya.
"Uyong tumben ikut. Biasanya selalu sibuk." kata nenek. Iya memang seringnya aku ga ikut kalo bunda kesini. Karena bunda pergi biasanya sebelum aku pulang.
"Iya, nek. Maafin Uyong baru bisa kesini."
"Gapapa. Uyong udah SMA, pasti sibuk sama tugas sekolahnya. Yang penting Uyong masih inget kesini, nenek udah seneng."
Aku tersenyum lalu mencium pipi nenek. Mingyu dibelakangku, menungguku selesai.
Nenek ternyata melihat Mingyu, dia nampak bingung. "Ini pacarnya Uyong?"
Mingyu tersenyum, ikut-ikutan mencium tangannya nenek. "Saya Mingyu, nek. Temen sekolahnya Uyong."
"Oh temennya. Tumben Sungyoung bawa temennya kesini."
"Iya, kebetulan tadi saya ke rumahnya buat anterin bulu angsa pesenan bunda. Taunya diajak sama om."
"Kamu jualan bulu angsa?" tanya nenek.
"Ga juga sih, nek. Iseng aja mau ngasih kenang-kenangan."
"Mingyu ini suka lakuin hal yang aneh-aneh, nek." kataku memberitahunya.