Kita ga langsung pulang habis itu, aku berinisiatif untuk mengobati luka Mingyu lebih dulu. Walau bagaimana pun, dia harus dapat pertolongan pertama. Aku takut nanti lukanya bisa infeksi dan lebih parah.
Sekarang kami berada di alun-alun. Banyak pedangan makanan atau barang disini, suasana pun cukup ramai.
"Uyong.." panggilnya ketika aku sedang menuangkan beberapa tetes obat merah pada kapas.
Tak langsung kujawab. Ketimbang menjawabnya, diriku lebih memilih untuk langsung mengobati luka itu.
Dia tak meringis perih atau apapun, hanya diam seraya memandangku. Jika kalian tanya apa aku gugup? Iya tentu. Namun aku berusaha menormalkan semuanya. Aku ingin dia tahu bahwa aku tak suka dia seperti ini.
"Pakai jaket aku, ya? Dingin disini." katanya.
Aku masih diam. Tidak, aku tidak marah padanya. Atau mungkin aku takkan pernah bisa marah pada Mingyu. Sekali lagi, aku hanya ingin dia mengira aku marah karena tak mendengar ucapanku.
"Aku yang luka, kamu yang bisu." katanya lagi.
Langsung saja aku menatap tajam matanya.
"Iya iya, maaf. Maaf udah ga denger apa yang kamu omongin."
"Bukan aku sok ngatur, Mingyu. Aku hanya takut kamu terluka lebih dari ini."
"Kamu sayang aku?"
Deg!
Jika ditanya seperti ini tentu aku akan dengan tegas menjawab iya dalam hati. Tapi ketika aku mencoba mengungkapkannya, rasanya seperti kaku.
"Jawab! Mingyu nunggu jawaban kamu." katanya setelah sekian lama aku diam.
"Iya. Aku sayang."
"Sayang siapa?"
"Kamu."
"Kamu siapa?"
"Mingyu."
"Coba diulang!"
"Aku sayang Mingyu."
Lalu ia tersenyum dengan lebarnya, seolah perkataanku barusan itu adalah sebuah pemancing bahagianya. Masa bodoh kalian mau bilang aku wanita apa. Yang jelas aku memang sudah menyayangi Mingyu, mencintainya. Perlakuannya selalu membuatku berdegup kencang. Sehingga aku lupa siapa itu Seokjin sekarang.
"Maaf." lirihnya seraya menatapku.
"Harusnya aku ga pernah membiarkan kamu pulang sendiri." sambungnya.
Bisa sangat jelas kulihat bahwa ada sorot penuh penyesalan dimata indahnya. Sedalam inikah rasanya padaku?
"Uyong, aku bukan anak baik. Semua orang tau aku bajingan."
"Tapi aku ga pernah berbuat bajingan untuk orang yang aku sayang."
"Aku suka melukai, berbuat kasar, tak lepas dari kekerasan. Tapi aku lemah padamu, aku ga akan melukai, berbuat kasar sama kamu. Ga akan pernah bisa."
"Aku seperti ini untuk menunjukan bahwa aku bukan orang lemah. Agar banyak orang segan, sehingga aku tidak perlu takut orang tersayangku terluka."
"Jika kamu tanya apa cita-citaku, aku akan bilang melindungi seluruh bagian dari hidupku sebagai jawabannya."
Dari sini aku menyadari, bahwa Mingyu bukan sembarang gangster yang urakan. Dia bukan pembuat onar, pencetak masalah, bukan juga orang brengsek yang biasa dinilai banyak orang. Mingyu adalah Mingyu. Remaja lelaki yang ingin punya kekuatan bukan untuk dirinya, melainkam melindungi orang-orang yang ia anggap sebagai bagian hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mingyu 2017 ✔✔
Fiksi PenggemarCOMPLETE PRIVATE Terinspirasi dari Novel Dilan 1990.