Kacau.
Ya, itu aku sekarang.
Aku hanya bisa diam, tak menolak atau menerima apa yang Mingyu mau. Hubungan kita sudah selesai. Entah untuk sementara atau untuk selamanya.
Rasanya langit runtuh begitu saja. Baru kurasa aku diatas sana kemarin, bahagia sampai lupa daratan bersamanya. Namun ternyata hari ini badai dahsyat datang, menurunkanku dengan paksa ke bumi. Hingga kurasa sangat sakit ketika dihempas begitu keras.
Antara percaya dan tidak jika Mingyu benar-benar pergi tanpa mau mendengar penjelasanku. Pantas memang aku mendapat semua ini.
Aku hanya bisa menangis dalam kamar. Menutupi pedihnya lirihan diatas bantalku. Entah sampai kapan aku begini. Rumah sepi, suatu kesempatan untukku menumpahkan sakit yang aku rasa.
Jika boleh aku tak sadar diri, aku tidak mau Mingyu pergi. Aku mencintainya, aku sayang padanya. Ditinggalkan ketika sedang sangat mencintai itu sungguh menyedihkan. Aku ingin marah pada diriku sendiri. Kenapa aku sebegitu hinanya?
Benci sekali ketika aku melihat Seokjin yang tengah menungguku pulang tadi. Malas bertemu dengannya, buru-buru aku pergi arah lain, naik taxi lalu pulang ke rumah. Tak lupa ponsel kumatikan agar dia tak menggangguku.
Aku benci Seokjin.
Dan aku benci diriku.
Kenapa Seokjin harus muncul kembali? Kenapa dia ga bisa melupakanku aja lalu putus denganku? Kemarin-kemarin aku sangat bersyukur mendengar dia dekat dengan gadis lain. Aku terus berharap dia sungguh menghentikan hubungan kami.
Tuhan, jika memang Kau ingin menghukumku, tak apa. Tapi aku mohon, jangan pernah buat Mingyu pergi apalagi berhenti mencintaiku.
****
Hari berikutnya aku merasa sangat hampa. Tidak ada lagi pesan manis, telepon malam darinya. Tidak ada sosok yang kurindukan didepan gerbang rumahku ketika hendak pergi sekolah.
Mingyu, aku rindu.
Bahkan ini belum genap sehari tapi mengapa rasanya sungguh menyiksa.
"Sungyoung!"
Semula aku termenung menatap keluar jendela kelas. Seluruh siswa sedang makan di kantin. Tapi sekarang aku lebih memilih diam disini. Aku tidak lapar, tidak napsu juga.
"Hai."
Hyeri nampak sedikit kaku hari ini. Entah mengapa. Dari pagi pun dia lebih diam dari biasanya.
"Kamu kenapa?" tanyaku.
Dia nampak terjekut dengan pertanyaanku barusan, tapi sebisa mungkin dia tersenyum. "Aku sudah dengar berita tentangmu dan Mingyu."
Ternyata ini.
Mungkin Hyeri merasa ikut sedih, dia bingung ingin bagaimana ke aku.
"Kalian beneran putus?"
Aku terdiam sebentar. Teringat kejadian kemarin rasanya hati ini dicambuk kuat hingga lukanya terasa sangat menyakitkan. Memaksa mata ini untuk mengeluarkan sebuah cairan.
"Aku gatau, Hye."
"Masalahnya apa, Young? Mungkin kalian salah paham."