Pelajaran pertama pagi ini diisi oleh bahasa inggris yang ditutori oleh Bu Minji. Dia baik, sangat lembut pada muridnya. Ga heran kalo banyak yang suka diajar sama dia.
Aku duduk didekat jendela, bersama Hyeri. Duduk disini enak, bisa merasakan angin sejuk yang datang.
"Psst!"
Astaga!
Aku benar-benar kaget ketika ada sosok si aneh yang tiba-tiba saja ada dipinggir jendela. Bangkuku paling belakang, jadi ga ada siswa yang merhatiin.
"Bawa kamus ga?" tanyanya.
Ku hanya menggeleng.
"Udah pintar sih, ya?"
"Kamu ngapain disini? Ga belajar?" giliranku bertanya.
"Ga ah. Bosen."
"Bosen?"
"Aku udah hafal semua pelajaran diluar kepala. Malas kalo mengulang dikelas lagi."
Sombongnyaaa..
"Pergi sana! Ga liat kalo aku lagi belajar?"
Dia nyodorin buku cukup tebel, ga ada covernya lagi. Astaga, anak ini!
"Mau ngasihin kamu kamus aja." katanya. "Pamit ya!"
Tangannya nyubit-nyubit lenganku. "Jangan kangen!"
Hampir aja aku timpuk, tapi dia keburu pergi.
Ada-ada aja sih. Kesini cuman ngasih kamus. Tau dari mana pula kalo sekarang kelasku ini pelajaran bahasa inggris?
Betapa kagetnya aku pas liat kamus yang dia bawa.
Kamus bahasa spanyol!
Maksudnya apa sih?
Disitu ada sebuah note juga. Tulisannya lumayan rapi untuk ukuran anak cowok.
"Tolong pelajarin! Biar nanti kalo aku ke Spanyol, ga usah sewa translator."
****
Sampe jam pulang sekolah, si anak aneh itu sama sekali ga nampakin wajahnya. Bukan, bukan karena aku kangen. Cuman mau kembalikan kamus ini.
Ketika aku lagi jalan ke halte, ada suara motor sport yang perlahan berhenti di samping. Ternyata si aneh.
"Mau pulang?"
Merasa ga perlu ngomong, aku hanya mengangguk.
"Kemana?"
"Ke rumahlah."
"Dikira ke kayangan."
Halah!
"Aku anter!"
"Ga perlu. Makasih."
"Lagi ga nawarin."
Dia parkirin motornya dibahu jalan, sembarangan. Ga takut apa motornya hilang atau apa?
"Naik bus, taxi atau roket?"
Aku ga jawab. Malas ah! Makin ga jelas nanti kalo ladenin dia.
Ternyata dia ikutin aku sampe ke halte. Ninggalin motornya gitu aja.
"Kamu mau kemana?" tanyaku.
"Antar kamu."
"Ga perlu. Aku bisa sendiri."
"Tapi aku ga bisa biarin kamu pulang sendiri."
Whatever lah!
Ga lama kemudian, bus tiba. Secepat mungkin aku naik kesana. Wow! Busnya penuh. It's ok. Aku harus berdiri sampai rumah.
Dia ikut berdiri, dibelakangku.
"Kamu kuat kan berdiri sampai rumahmu?"
"Iya." kujawab.
"Ga akan keriting kan kakinya?"
Ngobrol sama dia ga ada manfaatnya sama sekali. Jadi lebih baik aku diam saja.
Dia juga ikut diam. Tak tahu sedang apa, ga peduli juga. Entah mengapa hari ini aku merasa penat sekali. Sehingga yang ada dipikiranku hanyalah istirahat dan tidur saat aku sampai dirumah nanti.
Bus berhenti dihalte dekat rumah. Aku turun diikuti dia dibelakangku.
Brak!
Hampir saja aku menjerit ketika melihat dia menendang keras seorang pria hingga terjerembab ke aspal. Banyak penumpang yang juga melihat kejadian itu.
"Hey!" aku menahan bahunya ketika ia hendak menghajar orang itu. Beruntung orang itu berlari kencang meninggalkan kami.
"Kamu ngapain, sih?" tanyaku dengan nada kesal.
"Dia mau megang bokong kamu tadi."
"Apa?" tanyaku tak percaya.
"Iya. Tadi tangan kotornya hampir nyentuh kamu."
Wajahku pasti sangat shock. Kalau sampai aku mengalami pelecehan, aku pasti akan sangat trauma nantinya.
Dia mengusap rambutku lembut. "Sekarang ga perlu takut, siapapun yang berani sentuh kamu sedikit aja, harus berhadapan sama aku."
Ga bisa berkata apapun, aku cuman bisa diam kala itu. Entah, tapi kurasa aku terkesima.
"Ma-makasih." hanya itu. Ya, hanya itu yang terlontar.
Dia tersenyum. "Ga usah bilang makasih."
"Kamu masuk sana. Aku pulang dulu. Nanti motorku keburu diderek."
Sungguh, aku ga mengerti. Kenapa ketika aku jadi merasa tak enak padanya.
Dia keren.
Dia baik.
Dia penyelamat.
Mungkin dia tak seaneh itu. Bisa saja ini caranya untuk dekat.
Aku tak tahu.
Tapi kenapa rasanya aku sedang menunggu setiap caranya itu?