"Pokoknya lo berdua harus nginep di rumah kami, malam ini!"
"Kalian harus mastiin sendiri kalau emang nggak percaya sama apa yang gue dan Ninin omongin! Ya, ampun, gue nggak nyangka bakal cerita hal kayak gini ke kalian---"
Rumah Biru dan Violet kedatangan si kembar Ninin-Ririn. Pagi itu, di hari Sabtu, setelah mengalami kejadian aneh, Ninin dan Ririn memutuskan untuk menemui sepupu mereka dan menceritakan apa yang terjadi kepada Biru dan Violet.
Sesuai dugaan, wajah Biru menjadi kecut. Tampak jelas ia tak ingin terlibat dengan urusan si kembar Ninin-Ririn. Namun, laki-laki itu berusaha untuk tetap terlihat tenang selama mendengar cerita kedua sepupunya.
"Gue pikir-pikir dulu, deh..." sebenarnya Biru ingin langsung menolak ajakan (yang merupakan paksaan) Ninin. Namun, di sisi lain dirinya juga penasaran mengenai cerita yang barusan ia dengar. Apalagi ini cerita langsung dari dua orang yang tidak percaya akan hal-hal seperti hantu atau sebagainya.
"Vio? Lo mau kan? Please..." bujuk Ninin kepada Violet yang sedari tadi belum berkomentar. Ririn turut memandang Violet dengan tatapan memohon. Gadis itu tampak berpikir sesaat, kemudian ia menyungingkan senyum tipis,
"Okelah, aku coba izin ke Bunda. Kalau kubilang kita mau diskusi mengenai persiapan keberangkatan kelompok KKN, kayaknya Bunda masih bisa maklum deh, ketimbang kita kasih tau apa yang kalian denger."
"Kamu serius?" tanya Biru kepada kembarannya, dan Violet menjawab dengan anggukan santai.
"Kalau kamu nggak mau ikut, ya udah, nggak usah maksain diri," kata Violet dan gadis itu benar-benar terlihat tenang. Biru memang tahu Violet memiliki keberanian yang lebih dibandingkan dirinya.
"Fine. Gue bakal ikut kalian..." Biru tak menyangka ia akan menyetujui ajakan itu dalam waktu singkat. Ia ingin menarik kembali ucapannya, akan tetapi urung dilakukan. Menurutnya, terlalu memalukan bagi seorang laki-laki untuk menarik ucapannya sendiri.
"Good choice, ma-boy! Bentar lagi si Vani pasti bakal naksir elo!" Ninin tampak girang, ia menepuk pundak Biru dengan penuh semangat tak peduli wajah Biru mendadak berubah menjadi masam ketika mendengar ucapannya.
* * * * * * * * * * * *
"Biru, kamu udah tau besok kafe-mu akan disewa seharian?" tanya Bunda pada malam harinya.
"Eh? Disewa? Kenapa, Bun?" Biru tampak heran. Ia baru saja hendak menuju rumah si kembar Ninin-Ririn, menyusul Violet yang sudah duluan di sana sejak sore.
"Lho? Berarti pelanggannya belum menghubungi langsung ya? Aduh, Bunda udah terima DP-nya, nih."
"Memangnya Bunda kasih harga berapa?"
"Bunda nggak kasih harga, makanya Bunda kasih nomer kamu buat dihubungin langsung. Nggak taunya dia udah main DP aja. Dia ngasih dua juta lagi, padahal cuma sewa tempat..."
"Dua juta baru DP??" ulang Biru tak percaya. Sebenarnya Biru terkejut karena pembayaran DP untuk menyewa kafe-nya diberikan melebihi batas harga penyewaan normal.
"Untuk berapa orang emangnya?" tanya Biru lagi, ia memperhitungkan makanan dan minuman yang bisa ia sediakan di kafe besok.
"Katanya untuk 15 orang."
Selain Biru, ibunya juga turut berperan membantu kelancaran kafe yang ia bangun. Beberapa resep menu makanan di kafe tersebut dibuat sendiri oleh Bunda yang memiliki hobi memasak. Bahkan Bunda sendiri dengan senang hati sering mengunjungi kafe anaknya meskipun hanya sekedar memantau dan mengobrol dengan pegawai yang kerja di kafe Biru, maupun terjun langsung melayani pelanggan.
YOU ARE READING
Puan
HorrorDesa Pualam katanya merupakan desa terpelosok dari sekian desa yang terpilih untuk menjadi lahan Kuliah Kerja Nyata (KKN) program kampus yang ditempati Biru, Violet, Ririn dan Ninin. Awalnya Biru merasa sangat bersemangat karena ini merupakan pengal...