"Hai semua! Hari ini Ocha sama temen-temen mau KKN. Tuh, lihat sekarang kami sudah di pesawat. Biasanya Ocha kalau naik pesawat selalu ambil kelas bisnis, tapi karena ini demi solidaritas bersama jadi nggak masalah buat Ocha duduk di kursi ekonomi. Oke, teman-teman doain perjalanan kita lancar yaaa! Tunggu update-an Ocha selanjutnya!"
Penumpang kursi di depanku itu tampaknya sedang sibuk untuk menggunggah daily life di akun pribadinya. Selain dia yang duduk di samping jendela, dua teman seperjalanan yang duduk berderet dengannya adalah Miranda dan Momo. Ributnya bukan main, padahal pesawat masih belum lepas landas. Tak terbayang dua jam ke depan selama terbang akan seperti apa.
Bukannya iri apalagi dengki, tapi boleh saja aku jujur kan? Sejak pertama kali bertemu langsung dengan Rossa Chantika atau Ocha, kesabaranku seperti diuji habis-habisan dengan gadis seleb itu. Siapa yang tak mengenal Ocha? Image selebgram yang pandai menyanyi, manis, cantik, imut dan lemah lembut melekat padanya. Tahukah mereka idolanya itu merupakan gadis manja yang bahkan cenderung centil? Ntah bagaimana bisa banyak laki-laki yang tertipu dengan image perempuan itu. Dulu aku sempat mengaguminya, karena aku hanya melihatnya sebatas lewat unggahan yang ia publikasikan. Semenjak pertemuan pertama kami di kafe, pandanganku terhadap gadis itu langsung berubah total.
"Heran, kenapa Putra bisa suka dengan cewek kayak gitu." Desis Ririn yang duduk di sampingku, tepatnya di kursi tengah, di samping Ririn ada Jun yang sudah memejamkan mata dengan tangan bersedekap di dada.
"Putra kata lo?"tanyaku balik.
Ririn menjawab dengan anggukan, "waktu pertemuan pertama kita di kafe itu lho, Putra bilang kalau dia demen banget sama si seleb dan minta gue buat ngenalin mereka. Dih, ogah banget gue sekarang. Mau ngomong sama tu seleb aja keburu males."
Aku berdecak pelan, untuk hal seperti ini kami memang selalu satu pemikiran. Maaf-maaf saja ya, kami tidak bisa berpura-pura manis jika memang sudah tidak menyukai seseorang.
Pesawat akhirnya lepas landas, benar perkiraanku, seseorang mulai memancing keributan. Tepat saat pesawat sudah terbang dengan sempurna, sandaran kursi tengah di depan kami tiba-tiba turun tanpa menyisakan ruang untuk penumpang di belakangnya, membuat Ririn merasa sempit di posisi duduknya.
"Oi! Kalau mau nurunin sandaran liat-liat belakang dong. Space gue jadi sempit nih!" seru Ririn kepada orang di depannya, Miranda.
"Siapa suruh duduk di belakang gue? Kita kan udah bayar tiket, jadi terserah gue dong mau duduknya kayak gimana!" Jawab Miranda tak kalah ketus, perempuan ber-make up tebal itu nyaris membuatku ingin menyentil bibirnya yang ketebalan lipstick.
"Ya, itu memang hak lo mau duduk dengan posisi apa, tapi minta toleransinya juga dong. Nggak seenak jidat lo juga nurunin sandaran kursi sampe bikin orang lain nggak punya ruang." Jelas Ririn berusaha tak terlalu emosi, ia masih memiliki kesabaran.
"Ah, lo-nya aja yang kegendutan, sama kayak kembaran lo itu. Makanya ngerasa sempit!"
Astaga! Kenapa mulut Miranda benar-benar mengundang untuk kucocol sambel??
Aku tahu bahwa Ririn memiliki tingkat kesabaran yang lebih baik daripada diriku, namun sepertinya ucapan Miranda yang menyinggung fisik-ku membuatnya panas. Nyaris Ririn hendak meninju kursi di depannya itu, jangan salah, dia pernah ikut olahraga Taekwondo dan dua tahun lalu berhenti karena kegiatan kuliah yang semakin padat. Kuyakin jika Ririn melayangkan tinjunya, kursi di depan kami bisa jadi mengalami kerusakan. Untungnya, Jun tiba-tiba mencegah. Sahabatku itu berhasil menahan tinju Ririn dengan menggenggam kuat tangan gadis itu.
YOU ARE READING
Puan
Kinh dịDesa Pualam katanya merupakan desa terpelosok dari sekian desa yang terpilih untuk menjadi lahan Kuliah Kerja Nyata (KKN) program kampus yang ditempati Biru, Violet, Ririn dan Ninin. Awalnya Biru merasa sangat bersemangat karena ini merupakan pengal...