"Njiirrr!! Ini kamar apaan? Terlalu rapi buat gue!" seru Gio membuatku terkekeh geli, celetukan tiba-tiba si kunyuk itu selalu mengundang tawa.
"Kamar kita juga bisa rapi lebih dari ini, tapi elo tukang bikin berantakan." Sindirku santai. Gio malah tertawa tanpa merasa bersalah, "ini pasti kerjaan si Anton deh, yakin gue dia nggak bakal bisa tidur nyenyak kalau kamar nggak rapi. Secara, Niko nggak mungkin mau beresin kamar sebersih ini," kata Gio lagi dengan maksud bergurau.
Aku baru saja hendak membalas lelucon itu, namun suara bernada dingin menyela pembicaraan kami,
"Udah selesai bicarain kamarnya?" di ambang pintu kamar, Violet menatap kami dengan tatapan yang seakan-akan siap mengeluarkan sinar laser. Lagi-lagi kami membuatnya harus menahan kesabaran karena obrolan receh antara aku dan Gio.
Tanpa banyak bicara lagi aku segera menyeret Gio untuk memulai pencarian bukti, masalahnya aku tak tahu harus mulai mencarinya darimana, semua rencana ini terjadi begitu karena isi kepala Gio yang abstrak itu. Ntah apa yang ia pikirkan, dan anehnya kenapa pula aku menurut?
"Terus ini apa yang harus kita cari, coy?" tanyaku pada Gio yang sudah mulai mengelilingi kamar dengan ekspresi serius.
"Apapun! Foto atau apapun yang terlihat mencurigakan, lo bawa HP gak?"
"Duh, HP gue di kamar lagi. Vio, kamu bawa HP gak?" tanyaku pada Violet, kembaranku itu langsung merogoh sakunya dan mengeluarkan ponsel pintar lalu memberikannya kepadaku tanpa banyak bicara.
"Gue pernah main ke kamar ini, di sudut kamar bagian kiri barang-barang milik Anton semua, kayaknya dia nggak mau terlalu berbaur dengan Boris dan Niko deh, suka misahin diri, punya wilayah sendiri di kamar." Jelasku kepada Gio, aku pernah beberapa kali ke kamar ini untuk menyapa Boris ataupun sekedar iseng mengobrol. Tampak jelas Anton membatasi diri akan pergaulannya, ia tak suka diganggu dan memilih sibuk dengan dunianya sendiri. Kamar ini cukup besar untuk dihuni oleh tiga orang, di salah satu sudut ruangan terdapat satu kasur gulung yang tertata rapi dan berjarak dari dua kasur lainnya. Pasti di sana tempat tidur Anton.
"Ngomong-ngomong, lo kenapa mau ikut bantuin?" tanyaku sambil memulai membongkar ransel Anton, sedangkan Gio langsung menggeledah tas besar yang juga merupakan milik Anton tanpa sungkan. Violet mengawasi kami dengan tatapan tajamnya, sesekali matanya melihat keadaan di luar kamar.
"Sejak group chat terbentuk, gue udah ngerasa ada yang aneh..."
Dahiku berkerut samar, kubiarkan Gio untuk meneruskan kata-katanya, "Sebenarnya gue cukup penasaran siapa yang ngirim broadcast itu. Pas group chat kelompok kita udah terbentuk, gue iseng nyariin nomor si pengirim di group. Ternyata nggak ada yang cocok sama sekali. Gue sampe catet satu-satu nomor kalian, dan nyocokin berulang kali. Nggak ada yang sama, sejak itu gue penasaran, ditambah lagi tadi nggak sengaja dengar cerita kalian, bikin gue jadi makin kepo."
"Kenapa gue nggak kepikiran kayak gitu ya?" gumamku pada diri sendiri. Gio kembali sibuk membongkar tas milik Anton, ekspresi wajahnya sulit untuk ditebak, di luar dugaan ternyata Gio memiliki pemikiran yang lebih rumit daripada diriku.
"Ada yang tau password laptop Anton nggak?" tanya Gio tiba-tiba setelah beberapa menit kemudian. Saat ini ia tengah membuka laptop Anton tanpa permisi.
"170071." Sahut Violet di saat aku hanya menjawab dengan gelengan.
Aku dan Gio saling berpandangan tak percaya, sedangkan Violet kembali acuh dan mengawasi keadaan di luar kamar.
Meski terlihat ragu, Gio tetap mengikuti ucapan Violet dan mengetik angka yang disebutkan tadi.
"Benar! Gila, Violeta memang terbaik!" kata Gio riang.
Aku langsung menoleh ke arah Violet dengan tatapan bingung, "kamu tahu dari mana??"
"Pernah liat Anton nulis sandi pas dia lagi buka laptopnya," jawab gadis itu datar. Ah, ya... satu lagi hal yang nyaris aku lupakan, Violet memang memiliki mata yang tajam dan daya ingat yang sangat bagus. Jadi tak heran ia mampu mengingat hanya dengan sekali lihat.
Waktu kembali kami lewati dengan hening dan perasaan tegang, aku masih sibuk mencari bukti yang diperkirakan dapat mendukung kecurigaan kami terhadap Anton. Sedangkan Gio masih sibuk mengutak-atik laptop milik Anton.
"Bro, kayaknya elo butuh liat ini deh.." Gio memecah keheningan, membuatku berhenti membongkar tas dan menghampirinya. Gio menyerahkan laptop Anton kepadaku dan menunjukan suatu folder yang bertuliskan "PUAN".
Mataku tak berkedip, setelah membuka isi folder tersebut, tiba-tiba perutku seakan bergejolak mendesak diriku untuk muntah.
"Woi! Apaan nih??!" seruku sambil menyerahkan laptop itu kembali kepada Gio.
Mendengar seruanku, Violet langsung menghampiri kami.
"Kenapa?" tanya Violet.
"Jangan liat!" sergahku kepada Violet.
"Gue rasa nanti aja, Violeta jaga pintu aja dulu, sekarang biarin gue pindahin dulu folder ini.." Gio mengeluarkan USB dari saku celananya, sepertinya si biang rusuh itu memang memiliki persiapan pribadi yang sudah ia simpan di otaknya.
"Nggak ada yang bisa di foto nih. Menurut gue barang-barang di tas yang ini cuma keperluan pribadi."
"Okelah, yok, rapiin seperti semula sebelum penghuni kamar datang. Kayaknya cuma ini yang bisa kita dapatkan, tapi belum menunjukan bukti yang mengarah ke Anton sih.." kata Gio lagi, iapun segara menutup laptop Anton dan merapikannya seperti semula. Aku turut melakukan hal yang sama, kubereskan serapi mungkin tas Anton yang sudah ku bongkar itu.
"Ada yang datang.." kata Violet dengan nada rendah, ucapan tenang namun terdengar tiba-tiba itu membuat adrenalinku terpacu. Gio memberi tanda untuk segera keluar dari kamar, tanpa disuruh dua kali aku langsung menurutinya.
"Ngapain kalian berdiri di depan kamar saya?" tanya Anton tajam, tepat di saat kami sudah mengambil posisi aman di luar kamar. Fanya dan Tari berada di belakangnya, memperhatikan.
"Diskusi, lo sendiri kan yang nyuruh kita diskusi tentang program apa yang cocok buat kita aplikasikan ke masyarakat desa?" jawabku santai.
"Jadi sekarang peran saya sebagai ketua diambil oleh Biru? Saya belum ada menyampaikan ide apapun kenapa sudah di dahului?" Anton berkata dengan nada tersinggung.
"Lo kenapa dah? Kok jadi sensi? Bukannya semalam lo juga minta kita inisiatif cari ide. Kenapa sekarang jadi berubah pikiran gitu?" sahut Gio.
Anton tak menjawab, dirinya memilih diam. Kemudian dengan langkah cepat dan wajah masam ia masuk ke kamarnya. Kami dapat mendengar jelas dengusan kesalnya.
"Pak Ketu kenapa sih?" tanya Gio kepada Fanya dan Tari, karena sedari tadi hanya kedua perempuan itu yang ikut menemani Anton bepergian.
"Salah gue kayaknya..." bisik Fanya pelan.
"Emangnya lo ngapain?"tanyaku penasaran.
"Ceritanya jangan di sini deh, gue nggak enak kalau obrolan kita kedengaran. Pindah kamar gue aja gimana?"
Aku, Violet dan Gio saling berpandangan... kenapa banyak sekali masalah baru yang terjadi hari ini?
YOU ARE READING
Puan
HorrorDesa Pualam katanya merupakan desa terpelosok dari sekian desa yang terpilih untuk menjadi lahan Kuliah Kerja Nyata (KKN) program kampus yang ditempati Biru, Violet, Ririn dan Ninin. Awalnya Biru merasa sangat bersemangat karena ini merupakan pengal...