Dari sekian orang yang pernah kujumpai, Sergio Bimasakti adalah sosok yang tak bisa ku pahami jalan pikirnya. Laki-laki itu terlalu random, terkadang dia bisa terlihat serius, memiliki wibawa yang mampu menghipnotis siapapun di sekitarnya untuk selalu melihat ke arahnya. Di lain waktu, ia bisa saja menjadi sosok yang berisik, tukang ribut dengan segala humor receh, penuh kekonyolan, membuat orang lain terhibur dan tak segan mencemooh demi membalas gurauannya.
Menurutku, laki-laki yang sering disapa Gio itu memiliki magnet tersendiri sehingga mudah baginya untuk mengundang perhatian orang lain. Aku teringat akan gaya nyentriknya dengan rambut gondrong saat pertama kali melihat sosok Gio di Blue Caffe, kedatangannya yang tiba-tiba begitu absurd namun juga membuat warna baru di pertemuan kelompok kami.
Anehnya, sifat yang disenangi banyak orang itu justru membuatku terganggu. Gio memiliki kepercayaan diri yang tinggi, bahkan melebihi seorang Biru. Ia cuek akan penilaian orang terhadap dirinya dan seakan menganggap semua orang dapat menerima keberadaannya, padahal aku tidak merasa begitu. Bagiku dia cukup mengusik, apalagi tiap melihat caranya menatapku .
Ntahlah, seperti ada hal lain yang tersirat dari mata hitamnya yang membuatku merasa terintimidasi. Aku tak menyukai ada orang asing yang tiba-tiba saja datang mengusik zona nyamanku. Yah, memang Gio bukanlah sosok asing lagi sekarang, sayangnya, tetap saja aku tak menyukai gaya sok akrabnya. Mungkin orang lain akan merasa biasa saja, namun tidak bagiku."Gue tau, kalau gue itu ganteng. Nggak perlu diliatin sampe segitunya.." celetuk Gio narsis.
Aku memicingkan mataku, sembari membuang muka. Memang, tanpa sadar aku memperhatikannya karena menurutku Gio cukup mencurigakan. Merasa tak boleh terpancing akan gurauan menyebalkannya itu, aku mengambil sikap tak peduli. Terserah dia mau beranggapan apa. Saat ini kami sedang terlibat pembicaraan serius bersama Biru, Ninin dan Ririn.
"Kunyuk, bisa lebih serius nggak? Berani banget godain Vio depan muka gue! Lo nyari perkara?" Jitak Biru gemas kepada Gio.
"Ampun, Abang Ipar---"
Mataku menyipit kala mendengar celetukan Gio yang bernada santai, apa katanya tadi?
"Sembarangan kalau ngomong, jangan seenaknya ngubah-ngubah status keluarga kita!" Bantah Biru.
"Jangan gitu lah, Bang. Ini kan gue lagi mencoba minta restu dari lo,"
"Emang Vio mau sama lo?"
"Dekati dulu saudaranya, kemudian orang tuanya, baru targetnya ~" lagi-lagi Gio menjawab dengan percaya diri, ia tak peduli aku juga mendengar ucapannya itu.
"Jadi, menurut lo lebih baik kita deketin saudaranya dulu baru target?" tanya Biru tampak serius.
Sekali lagi aku menghela nafas, terkadang otak Biru juga sama tak beresnya. Bisa-bisanya dia membuka pembicaraan baru yang sama sekali tidak berhubungan dengan topik utama.
"Biru!" sela Ririn gemas sambil menjitak kembaranku. Bibirku nyaris melengkungkan senyum melihatnya, ekspresi Biru terlihat konyol saat menerima jitakan Ririn.
"Sakit, Riin.." ringis Biru.
"Lagian, elo malah sempat-sempatnya berguru tentang percintaan, fokus!"
"Aji mumpung dia, Rin. Mentang-mentang gebetannya saudaraan sama Gi...."
"FOKUS! FOKUS!!" Seru Biru tegang, membuat Ninin menghentikan kata-katanya. Gadis itu menepuk bibir karena nyaris keceplosan menyebut nama adik tingkat kami yang merupakan saudara persepupuan Gio.
"Gebetan Biru saudaraan sama siapa?" Gio mulai kepo.
Lagi-lagi pembicaraan kami mulai melenceng. Baru saja aku hendak mengembalikan topik pembicaraan, kudengar seseorang menjerit dengan kencangnya...
YOU ARE READING
Puan
HororDesa Pualam katanya merupakan desa terpelosok dari sekian desa yang terpilih untuk menjadi lahan Kuliah Kerja Nyata (KKN) program kampus yang ditempati Biru, Violet, Ririn dan Ninin. Awalnya Biru merasa sangat bersemangat karena ini merupakan pengal...