Campur aduk.
Itulah perasaan yang kurasakan pagi ini.
Aku senang karena semalam aku dapat tidur dengan nyenyak, lega karena yang aku khawatirkan tidak terjadi. Namun aku kesal karena tidak bisa membuktikan keanehan yang terjadi di rumah kami kepada Biru dan Violet.
"Udahlah Nin, nggak usah bete kayak gitu. Gue masih tetep percaya kok sama cerita kalian," ujar Biru bermaksud mencairkan suasana hati kami. Terutama Ninin, agaknya kekesalan kembaranku itu melebihi aku sendiri. Ia tak ragu menunjukan wajah kusutnya karena merasa dipermainkan oleh sosok yang bahkan tidak pernah kami lihat dengan mata kepala sendiri.
Ninin berdecak, tak peduli akan ucapan Biru. Wajah sepupuku itu tampak lebih riang dan cerah, aku yakin di antara kami sosok Biru pasti terlihat lebih segar dan bahagia. Terlihat jelas ia sangat gembira karena tidak menemukan hal aneh di rumahku semalam. Laki-laki itu boleh saja tampak gagah, namun takut dengan sosok tak kasat mata. Lihatlah ia sekarang, tengah bersiul sambil menyetir.
Kami hendak menuju kafe milik Biru, tempat pertemuan pertama dengan teman-teman yang akan satu regu dengan kami selama KKN.
"Masa iya kita dikerjain sama hantu, Rin?" tanya Ninin tanpa pikir panjang. Aku melirik ke arah gadis itu, ia duduk di sampingku, di belakang Biru yang tengah menyetir, di samping Biru ada Violet yang duduk dengan tenang, memejamkan matanya, tapi telinganya menyimak pembicaraan kami.
"Sekarang lo percaya sama hantu, Nin?" tanyaku menyimpang dari topik yang diinginkan Ninin. Biru yang tengah menyetir tertawa mendengarnya.
"Sebut aja yang kita denger itu hantu, emangnya mau apalagi? Bentuk nggak ada, tapi suara bisa kita dengar."
Mendadak aku tersenyum geli sendiri dengan pernyataan Ninin, kemudian aku menghela nafas berusaha menjernihkan pikiran saudaraku itu, "udahlah nggak usah terlalu dipikirin, yang penting kita nggak kenapa-kenapa kan?"
Ninin memilih diam, aku paham ia masih digeluti rasa penasaran. Sama, aku pun demikian. Namun, kuputuskan untuk tak terlalu membahasnya. Toh sekarang kami harus memikirkan hal lain. Pertemuan pertama dengan teman-teman KKN misalnya...
* * * * * *
"Hai Juuuun!" Ninin berseru riang begitu kami tiba di tempat pertemuan, ia sepertinya sudah lupa akan kekesalannya saat melihat sosok yang ia panggil Jun itu. Seorang laki-laki berkulit putih, dengan tinggi sekitar 175 cm tampak duduk santai di meja yang berada di luar kafe. Laki-laki itu membenarkan posisi kacamatanya begitu mendengar sapaan Ninin.
"Akhirnya datang juga, rombongan nih ceritanya?" sapa laki-laki itu ringan kepada kami. Juanda Valentino nama lengkapnya, merupakan teman dekat Ninin sejak awal masuk kuliah. Mereka mengikuti kelas yang sama. Aku tidak tahu bagaimana awal mula mereka saling kenal hingga menjadi akrab, yang jelas karena sosok Jun sering berada di dekat Ninin selama di kampus, tanpa kami sadari Jun juga sudah menjadi sosok yang cukup akrab dengan kami.
Sering kudengar kabar bahwa kedekatan Ninin dan Jun bukan sekedar pertemanan biasa. Banyak yang mengatakan mereka memiliki hubungan khusus atau berpacaran maupun sejenisnya. Aku tak masalah jika kabar itu benar, tapi Ninin tak pernah menceritakan hubungan asmaranya kepadaku. Sering aku tanyakan hal itu kepada Ninin, namun kembaranku itu malah tertawa geli dan menggeleng kuat sambil berkata dengan yakin, "tenang Rin, gue nggak bakal jadian dengan Jun. Gue jamin 100%!"
Tapi kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari bukan?
"Oi, Rin!"
Sebuah tepukan ringan di bahu mengganggu lamunanku. Jun pelakunya, ia menatapku, warna matanya yang hitam kecoklatan itu membuatku langsung teralih kepadanya.
YOU ARE READING
Puan
HorrorDesa Pualam katanya merupakan desa terpelosok dari sekian desa yang terpilih untuk menjadi lahan Kuliah Kerja Nyata (KKN) program kampus yang ditempati Biru, Violet, Ririn dan Ninin. Awalnya Biru merasa sangat bersemangat karena ini merupakan pengal...