Tidak ada yang lebih terkejut daripada Damar melihat Rista datang sore ini . Dia sedang membaca koran di beranda rumah saat Rista memasuki gerbang. Rista membungkuk lebih rendah sebagai salam hormat. Damar tersenyum lebar sembari melipat koran yang dia buang ke meja.
"Bagaimana bisa?" tanya Damar tak mampu menahan diri.
"Kejutan," Rista tertawa riang. "Sudah kubilang, Gamal memang tidak bisa ditebak."
"Aku tak percaya perubahannya sejauh ini," Damar membimbing masuk rumah. "Silahkan duduk. Ma, ada Rista nih." panggil Damar keras pada Bu Hema yang sedang sibuk di dapur.
"Apaa Daam?" Bu Hema yang masih memakai celemek keluar buru-buru menuju ruang tamu. Bu Hema kaget mendapati Rista yang beranjak berdiri, menghampiri beliau, dan mencium tangan sopan. "Loh, kok?"
Rista tersenyum salah tingkah. "Kemarin Gamal menelfon Mbak Anggra dan membatalkan pemecatan saya."
"Anak itu benar-benar yah," Bu Hema berdecak bersama dengan gelengan kepala tak percaya. "Ibu hari ini memasak. Nanti kau ikut makan malam ya."
"Waduh--"
"Sudah ikut saja. Mumpung kita semua lengkap di rumah." tawar Damar ramah. Jenis tawaran yang pokoknya-kau-harus-mau-atau-tidak-boleh-pulang-ke-rumah.
"Kau sudah datang?" sergah suara yang membuat semua kepala sontak menoleh ke lantai atas. Gamal dengan kaos biru laut dan bercelana pendek, tanpa ketinggalan kacamata gelap tukang pijitnya itu, melongok dengan isyarat menyuruh Rista cepat naik ke atas.
"Maaf, saya permisi ke atas dulu, Kak Damar, Bu Hema."
Tiga menit kemudian Rista sudah berada dalam kamar Gamal. Dia menghempaskan pantatnya pada karpet beludru empuk. "Jadi bos besar, apa yang akan kita pelajari hari ini?"
"Jangan mulai berlebihan deh." sergah Gamal tak nyaman. "Omong-omong, sesaat kau datang, dia menanyakan apa?"
"Dia tidak menanyakan apa-apa."
"Bohong!" Gamal menatap tak percaya. "Pasti ada yang kau sembunyikan."
"Aku jadi berpikir sebenarnya bukan Kak Damar yang brengsek," mata Rista menyipit menyelidik. "Tapi kau sendiri. Pasti begitu."
"Kau belum tahu saja."
"Memangnya bagaimana? Sebenarnya ada apa sih diantara kalian?"
"Panjang ceritanya."
"Pendekkan kalau begitu."
"Aku tak bisa mengatakannya padamu--"
"Believe me, dude, hidupmu penuh dengan drama. Selama menganggur kau nonton ftv picisan terus ya?" potong Rista tak memberi kesempatan Gamal melanjutkan ucapannya. Dia terlihat kesal.
"Mengapa kau gampang marah-marah? Harusnya di sini aku yang marah. Aku kan yang membayarmu!"
"Omong-omong Gamal," Rista menegakkan bahunya. "Pertama, yang membayarku adalah ibumu. Kedua, jangan bersikap sok cool dengan bersikap kasar padaku. Ketiga, aku takkan bersikap manis lagi karena setidaknya aku sudah tahu sebagian rahasiamu."
"Bersikap manis?" alis Gamal naik.
"Bagian dari menyatukan puzzle," Rista menjawab acuh tak acuh. "Jadi mari sekarang kita belajar."
"Kau punya topik?" tanya Gamal terdengar tak percaya. "Bukankah selama ini--"
"Ada kakakmu di rumah. Kau pikir aku akan menghancurkan reputasiku?" Rista sibuk mengeluarkan sebuah novel cukup tebal dari balik tas ranselnya. "Kita akan belajar mengenai kepribadian. Novel Sybil dari Flora Rheta Schreiber. Kau belum pernah membacanya, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
phobia [completed]
Romance"Sounds like we are playing, not studying?" Itu pertanyaan Rista pada Mbak Anggra saat mendengar kriteria pengajar yang dibutuhkan oleh seorang wali murid. Didesak kebutuhan mengenyangkan perut, tanpa berpikir panjang Rista menerima tawaran mengajar...