Mengapa kau ikut campur? Mengapa kau peduli? Katamu dulu, kau hanya terlibat dalam mengumpulkan teka-teki. Mengapa kau menjanjikan sesuatu yang kau pahami benar akan sulit dipenuhi?
Kau tahu, ini sungguh berlebihan!
---
Rista datang ke rumah Gamal empat hari kemudian. Damar kebetulan yang membukakan pintu. Laki-laki itu sontak tersenyum lebar mendapati Rista yang berada di luar pintu. Rista mengangguk saja. Tanpa berusaha duduk di ruang tamu untuk berbasa-basi, Rista langsung menuju kamar Gamal. Damar tidak berusaha menahan Rista.
Memang begitulah rencana yang mereka diskusikan dua hari lalu di kedai kopi. Rista akan bertingkah tidak peduli dengan kehadiran Damar. Dia akan berpura-pura tidak pernah akrab dengan Damar. Dengan begitu, Gamal akan berpikir Rista berada di pihaknya. Dia akan menceritakan segalanya pada Rista; fobianya, bagaimana perasaannya, bahkan masa lalunya. Kalau semua akar masalah sudah diketahui, akan mudah bagi keduanya untuk membantu kesembuhan Gamal. Agar laki-laki berkaca mata hitam itu tidak bergantung pada dokter yang selama bertahun-tahun ini tidak membantu sama sekali.
Rista mengetuk pintu kamar Gamal beberapa kali. Terdengar suara dari dalam menyuruhnya masuk.
Gamal tengah duduk menghadap jendela. Dia terlihat sibuk menghadapi sebuah buku catatan. Mengabaikan Rista yang memilih menuju lemari yang penuh dengan koleksi novel. Rista menunggu Gamal hingga selesai menulis.
Pandangan Rista menyusuri seluruh buku-buku yang disusun rapi. Nyaris semua sudah pernah kubaca, batinnya sembari tersenyum kecil. Sudah lama juga dia menjadi guru Gamal hingga tanpa sadar nyaris semua koleksi buku Gamal sudah dia baca dan mereka diskusikan bersama. Waktu cepat sekali berlalu.
"Kau belum baca novel yang mana?" pertanyaan Gamal membuat Rista menoleh. Dia sudah selesai dengan buku catatannya.
"Masih banyak..." Rista mengamati baris novel yang belum pernah dia sentuh. "Mulai dari baris Amba sampai Cantik itu Luka."
"Kau mau menyelesaikannya?"
"Belum tahu. Setelah in kan aku harus fokus dengan penulisan skripsi dan ujian sidang," Rista menghampiri kursi Gamal yang berhadapan dengan karpet beludru. Rista duduk di atasnya. "Aku tidak tahu apakah bisa menyelesaikan semua koleksi bacaanmu."
"Sesi kita sudah lama ya?"
"Berbulan-bulan..."
"Dan kau kuat menghadapiku..."
"Aku hanya berusaha menahan diri dari tidak mencekikmu sih."
Gamal tergelak. Kemudian dia ikut duduk bersama Rista. "Maaf atas sikapku yang kelewatan tempo hari ya. Soal mengataimu materialistik."
"Apa? Aku tidak dengar?"
"Rista, tolong jangan buat aku mengulanginya..."
Rista menghembuskan napas panjang. Tahu benar Gamal tidak suka kalau disuruh mengulang permohonan maaf. "Oke,"
"Sudah?"
"Memangnya kau mau bagaimana?"
"Semudah itu dimaafkan?"
"Aku tidak mau memperpanjang urusan saja sih," Rista meringis. "Omong-omong, kau tadi menulis apa?"
"Ah, tadi... itu.. aku mengikuti saranmu soal membuat mapping map. Iseng-iseng saja sih."
"Baguslah..." dada Rista terasa sangat lega mendengar sedikit kemajuan Gamal. "mau kubantu?"
"Tidak perlu. Aku tahu cara menguraikan masalahnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
phobia [completed]
Romance"Sounds like we are playing, not studying?" Itu pertanyaan Rista pada Mbak Anggra saat mendengar kriteria pengajar yang dibutuhkan oleh seorang wali murid. Didesak kebutuhan mengenyangkan perut, tanpa berpikir panjang Rista menerima tawaran mengajar...