Kalau ada yang masih mengira pernikahan itu hampir semuanya tentang bahagia bersama pasangan. Ya, memang nggak salah, sih. Tapi, harus diketahui, sebelum kita mengenal bahagia, ada susah dan masalah yang harus dihadapi berdua. Bentuknya macam-macam. Salah duanya, perbedaan pendapat dan kesalahpahaman diantara keduanya. Suami mengira begini, dan istri bilang begitu.
Sebenarnya mirip-mirip waktu pacaran, tapi yang membedakan kali ini kalau berantem nggak bisa seenaknya kabur tanpa alasan. Ya habis gimana, nanti ketemu di kamar yang sama. Dan itulah kenapa kalau sudah menikah, diperlukan dua kubu yang sudah sama-sama bisa menanggung resiko canggung dikamar kalau lagi perang. Berkuat-kuat diri lah menunggu kapan waktunya gencatan senjata dikumandang. Sama seperti Damar dan Anya kali ini.
Anya sudah pulang kerumah. Pekerjaan di Jakarta sudah selesai semua. Niat awalnya kepengin leha-leha tapi malah disuguhkan rumah yang mirip kapal pecah. Bukan cuma itu, cobaan yang lain datang dari suaminya sendiri, dia setia menunggu di ruang keluarga dengan wajah cukup serius dan menakutkan. Kemana larinya sambutan dan pelukan yang biasanya didapat Anya ketika pulang?
"Assalamualaikum, mas."
"Waalaikumsalam." Singkat Damar. "Anya tadi pulang sama siapa?"
Oh itu. Mari kita mulai inti permasalahan dari Damar yang punya campuran posesif dan protektif. Tapi jangan lupa menggaris bawahi kalau itu semua didasari oleh rasa cinta dan sayang Damar terhadap istrinya sendiri, walau kadang cara mengekspresikannya salah. Dengan cemburu misalnya.
Empat tahun menikah belum tentu bisa jadi obat untuk kecemburuan. Walau cincin sudah melingkar di jari, tapi cemburu nggak bisa berhenti. Kalau cemburu ya, cemburu aja. Begitu kata Damar.
Dia Tomi, profesinya sama seperti Anya. Kemarin bertugas bareng ke Jakarta untuk sebuah pertemuan dokter. Jelas nggak cuma berdua, tapi di pikiran seseorang yang lagi cemburu. Dua puluh orang juga nggak ada artinya kalau yang di cinta pergi bersama yang di tandai merah.
Katanya cemburu hanya untuk orang yang tidak percaya diri. Benar, sih. Tapi lebih tepat sedikit, cemburu itu hanya untuk orang keras kepala seperti Damar, kata Anya. Ada yang tahu kalau salah satu universitas di San Diego, California pernah melakukan sebuah penelitian yang menekankan kalau orang-orang yang kelas kepala itu akan panjang umurnya? Maka, mungkin Damar bisa hidup selama 150 tahun lamanya. Sama lah seperti penyu. Satu, bisa hidup sampai tua. Dua, sama-sama punya bagian yang keras. Kalau Damar, kepalanya. Kalau penyu, tempurungnya.
"Itu Tomi, mas."
"Jadi kamu pergi sama dia?"
"Sama yang lain juga. Mas kan tau.."
"Tapi kamu pulang sama dia."
"Enggak, mas, tadi ada teman yang lain juga. Nggak keliatan mungkin sama mas, ya." Anya mencoba untuk nggak ikut-ikutan naik pitam. Dia baru pulang, ada baiknya menjaga mood ketemu keluarga.
"Kamu kan bisa bilang sama aku loh, Nya, kalo kamu pulang lebih cepet. Jadi bisa aku jemput." Balas Damar yang masih enggan menerima jawaban Anya.
"Aku kan tadi udah kabarin, hp-ku mau mati. Aku lupa juga nggak nge-charge powerbank. Keburu mati daya handphone-nya, Mas. Jadi nggak bisa kabarin kamu lagi. Mau pinjem punya orang juga aku udah nggak kepikiran, aku cuma pengen cepet sampe rumah terus ketemu kamu sama Yumi." Tandas Anya yang ampuh membisukan Damar dalam sekali penjelasan. "Kebetulan yang lain ikut tebengannya Tomi. Aku diajak, ya aku ikut aja. Biar nggak nunggu-nunggu dulu gitu."
Anya tahu betul kenapa Damar segitu sensinya sama Tomi.
Berlatar belakang yang sama seperti Anya, keberadaan Tomi seringkali dijadikan bahan nggak pedenya Damar. Dan dari ke-minder-an itu, muncul lah sifat keras kepala yang seringkali jadi topik perbincangan Anya dan Nabila lewat sambungan telfon.
KAMU SEDANG MEMBACA
the diary of everything
Romancethey said, an apple a day keeps the doctor away. i dont like apples. a damarstories 2.0 || updates once a week