"Tanya Maharani!"
Anya terkejut saat mendengar namanya dipanggil lantang oleh Damar. Kiranya marah, habis pakai teriak lengkap dengan gaya mengecak pinggang segala.
"Kan udah aku bilang jangan angkat-angkat barang berat." Suaranya melembut sambil mengambil dus berisi barang-barang milik Yumnaa yang nggak lagi terpakai.
"Ini berat aja nggak, mas."
Damar memutar bola matanya. Mau berat atau nggak, bagi Damar tetap saja haram hukumnya Anya mengangkat dan memindahkan barang. Apalagi dalam kondisi sedang hamil lima bulan.
Iya, sudah lima bulan berlalu dan kini perut Anya semakin membesar. Si kecil didalam ternyata berkembang cukup cepat dan sehat. Perkembangan itu lantas membuat orang tuanya melakukan apapun yang terbaik untuk si kecil di dalam sana. Bagi Damar, yang terbaik itu ya memanjakan Anya.
"Biasanya juga aku berangkat kerja sendiri, kan? Kamu nggak perlu repot-repot anterin aku, apalagi sampe mau cariin supir. Nggak perlu ah, nggak usah berlebihan juga. Nanti anaknya jadi manja banget, gimana hayo?"
"Aku tuh pengen kamu aman terus abisnya, yang."
"Mas, dengerin aku, selama kamu masih ada di dunia ini. Hidup aku bakal selalu aman." Anya mengecup bibir cemberutnya Damar. Habis lucu sih, bapak yang satu ini mungkin lupa kalau Anya pernah hamil dan melahirkan anak pertama mereka. Dan hasilnya aman sentausa, sampai sekarang Yumnaa sehat dan ceria, bawel juga malah. Jadi nggak ada yang perlu dikhawatirkan lagi, ya?
"Seharusnya kamu nggak usah khawatir lagi, mas. Inget loh ini tuh anak kedua, jadi aku sedikit banyaknya udah tau banget tentang masalah kehamilan."
Memang begitu kan katanya, kalau hamil anak kedua si ibu sudah banyak tahu dan kehamilannya pun nggak semenantang anak pertama. Sedikit kilas balik ke masa kehamilan Yumnaa dulu. Anya masih ingat segala perjuangannya, dari bulan pertama sudah dibuat nggak tenang sama pusing, mual, sampai kehilangan nafsu makan karena kalau makan pun nantinya dimuntahkan. Anya mungkin dikenal sebagai seorang dokter, tapi tetap saja di dunia rumah tangga dia dicap anak bawang, apalagi tentang menjalani kehamilan. Karena kebetulan belum pernah hamil juga sebelum menikah sama Damar, jadi yang namanya pengalaman pertama itu ya cukup menantang.
"Mau dibuatkan teh anget, yang?" Damar dengan sabar membantu memegangi rambut Anya, sambil memijat tengkuknya supaya urusan duduk didepan toilet pagi-pagi itu cepat selesai. Sebenarnya Damar nggak tega kalau setiap pagi Anya harus muntah-muntah begitu, tapi yang namanya hamil muda kan prosesnya gitu, ya?
Damar mungkin nggak bisa merasakan bagaimana tersiksanya jadi ibu hamil. Jangankan hamil deh, PMS aja Damar nggak tau nggak mau. Untuk bagian ini, biarkan lah laki-laki jadi pihak yang 3M membantu, mengerti dan menemani, karena kalau disuruh merasakan sih sudah pasti nggak sanggup. Melihat Anya meringkuk di tempat tidur sambil memeluk perutnya yang keram, mendengarkan rengekan dia setiap kali pinggangnya sakit, dan tentunya mendapatkan omelan serta wajah juteknya juga setiap kali kena mood swing.
Damar nyerah. Yang saya bisa lakukan cuma sebisa mungkin menawarkan diri untuk di siksa dan disuruh-suruh, nggak apa-apa capek yang penting dianya senang.
"Sini sayang perutnya mau dipijetin aja?"
"Nggak." Jawab Anya jutek. Salahnya dimana coba sampai Damar kena jutekan PMS begitu?
Damar menciut nyalinya "Jangan galak atuh kan serem."
"Nggak kok nggak galak." Nadanya naik satu oktaf, oh itu yang dinamakan nggak galak.
KAMU SEDANG MEMBACA
the diary of everything
Romancethey said, an apple a day keeps the doctor away. i dont like apples. a damarstories 2.0 || updates once a week