keenam

2.6K 382 60
                                    

           
"Ibu tuh udah kepengen nimang cucu."

Mungkin, bagi beberapa orang yang sudah menikah. Pernyataan berikut seringkali menyinggung hati yang diam-diam juga sebenernya sudah ingin dikaruniai momongan. Tapi kadang, kita memang harus melatih diri untuk menunggu. Bagaimana pun kan rejeki, jodoh dan mati sudah diatur sama yang lebih berkuasa. Kita cuma bisa berencana dan berusaha.

"Mas, kalo aku nggak bisa ngasih momongan cepet-cepet, gimana?"

"Nggak gimana-gimana. Kita berdua tau, Nya, kalo kita lagi sama-sama usaha. Kamu jangan sedih gini, dong?"

"Abis aku kepikiran, ibu kayaknya pengen cepet-cepet dapet cucu gitu loh. Lagian temen-temen aku tuh habis nikah, sebulan dua bulan udah positif. Aku kok belum juga ya? Padahal udah bulan kelima."

Detik itu Damar menanggapi lebih serius dari sebelum-sebelumnya. Dia berhenti memerhatikan laptopnya, lalu beralih ke istri yang lagi duduk lemas disampingnya. Tanpa basa basi Damar memegangi kedua pipi si istri, lalu mengusapnya pelan. Seketika Anya berhenti mengoceh dan menyerah pada sentuhan si suami.

"Apa Anya ambil cuti aja ya, mas? Kali aja karena aku kecapean jadi belum dikasih terus. Nanti kalo udah ambil cuti, kita honeymoon lagi. Kita program supaya cepet–"

"Tanya." Sekali Damar menyebut namanya, untuk kedua kalinya lah Anya memilih diam. "Yang, aku tau kamu pasti kepikiran apa katanya ibu. Tapi aku mohon jangan sedih, jangan overthinking juga. Ini masih lima bulan, sayang. Terlalu dini buat kepikiran yang nggak-nggak. Kali aja Tuhan pengen kita punya waktu lebih lama buat berduaan dulu. Kita kan pacaran nggak lama, nggak halal juga kalo mau ngapa-ngapain. Kalo sekarang kan bebas. Nikmati aja dulu, ya?"

"Tapi sebenernya kamu pengen punya baby nggak, mas?"

"Ya pengen lah, bu Damar. Tapi ya itu tadi, aku mau menikmati prosesnya, aku yakin Tuhan udah punya rencana yang baik kok, Nya."

Kita memang nggak akan pernah tau apa yang bakal terjadi, sekalipun itu semenit setelah kita menghela nafas ini. Hidup itu memang penuh rahasia, dan bagaimana cara mengetahuinya ya cuma dengan dijalani, jangan diterka-terka, nanti kalau meleset dari apa yang dibayangkan malah kecewa.

Tapi pagi itu, sekitar dua tahun yang lalu, Anya nggak pernah merasa kecewa bangun di pagi buta, karena mual yang tiba-tiba dia rasa disela-sela tidur pulasnya. Anya masih ingat, waktu itu lagi menginap di rumah mertua. Maklum, beginilah jadinya kalau menikahi seseorang yang sama-sama anak tunggal, tiap akhir minggu jadinya punya jadwal berkunjung ke keluarga. Kadang dirumah mertua, kadang dirumah mama sendiri. Opsi yang kedua, agak sedikit jarang karena Damar mengakui terang-terangan nggak betah tinggal di mertuanya.

"Nginep dirumah mama kayak nginep di taman safari. Serem." Biasalah, namanya juga kehidupan rumah tangga, ya. Antara enak sama nggak enak itu pasti ada aja. Apalagi ada sangkut pautnya sama mertua. Dan kita ini lagi bicara soal Damar, yang coretan tinta merahnya udah lumayan menghiasi catatan si mertua dari sebelum menikah.

Tapi ya sudah lah, nggak ada satupun masalah yang bisa menghalangi dan mengurangi rasa cinta Anya pada suaminya tersebut. Kalau boleh lebay, sekalipun Anya pisah sama Damar dan milih yang lain, nggak ada yang bisa menjamin mereka bisa bikin Anya bahagia segimana Damar bisa dengan sangat mudah bikin Anya ketawa. Pokoknya Anya mau sama Damar. Katanya.

Dan sudah, Nya, sekarang sudah sama Damar. Sudah bahagia dan kebahagiaan itu ditambah saat siang hari setelah paginya muntah-muntah, Anya memutuskan untuk pamit sebentar ke apotik tanpa mengajak suami walau bawelnya sudah lebih dari ibu-ibu lepasin anak gadisnya malam mingguan.

the diary of everythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang