kesembilan

2K 384 154
                                    

           

Sadar atau nggak sadar, sebenarnya kita semua lagi belajar. Belajar sabar, belajar dewasa, belajar ngatur emosi, dan sebagainya yang nggak perlu datang dan duduk dikelas dengerin dosen bercuap-cuap. Pembelajaran semacam ini bisa didapat dimana saja dan kapan saja, nggak ada yang bisa duga dan nggak pernah ada kelulusannya. Karena sifat manusia kadang khilaf. Lagi puasa suka lapar, nggak bisa sabar pengen cepet buka dan makan. Lagi ada masalah, mau belajar dewasa tapi si lawan nyari gara-gara, ujung-ujungnya gagal ngatur emosi dan ribut sekalian.

Jadi pada akhirnya, yang harus kita ketahui adalah semua orang sedang sama-sama belajar dan alangkah baiknya kalau kita mengerti keadaan tersebut. Tapi sayang, Damar lupa prinsip ini. Dan lagi-lagi, untuk kesekian kalinya Damar gagal lulus di ujian pendewasaan dan atur emosi.

Konon katanya orang baik itu marahnya menyeramkan. Dan selamat, itu bukan konon lagi selama di dunia ini kita masih punya Damar Anggara, yang baiknya tiada tara tapi kalau marah sukar diredakan.

"Kamu tuh gimana sih?! Kamu ibunya, tapi jagain anak sendiri aja kamu nggak bisa!" Kalimat menyebalkan dan menyeramkan inilah yang keluar dari mulut Damar saat Anya memberitahu kalau Yumnaa lagi dibawa ke rumah sakit karena ada kecelakaan kecil di rumah. Damar nggak peduli betapa nada tingginya menakuti sekaligus menyakiti hati istrinya, yang ada dipikirannya cuma si kecil yang mungkin lagi nangis-nangis kesakitan karena kepalanya berdarah habis menghantam benda keras.

"Maafin aku, mas."

Ucapan lirih itu sempat nggak sama sekali membantu Damar menurunkan sedikit emosinya. Dia memilih untuk nggak memperpanjang percakapan via telfon itu bersama Anya dan menyibukkan diri dengan pekerjaan yang sialnya sama-sama bikin emosi.

Tapi lama kelamaan, perasaan bersalah itu muncul saat Damar sadar tujuan utama Anya mengambil cuti kerja dan mau tinggal dirumah seharian penuh sama Yumnaa; Anya lagi mau belajar jadi ibu yang sesungguhnya. Ibu yang menghabiskan banyak waktunya dirumah dan ibu yang hafal betul perkembangan si anak bahkan di tiap detiknya.

Anya lagi belajar jadi ibu, Mar. Dan nggak ada yang sekali belajar langsung sempurna.

Oke, anda tolol Damar Anggara.

Iya, kali ini nggak perlu susah-susah pakai bantuan Aga, Damar sudah bisa memaki dirinya sendiri kok, tenang saja. Ini juga ditambah sama hampir memukulkan kepala ke dinding terdekat saking menyesalnya.

Semua orang pernah melakukan kesalahan, Mar. Semua orang pernah ceroboh. Damar pun suka, sering malah. Yang berhubungan sama Yumnaa pun sebenarnya pernah Damar alami sekali dua kali. Tapi Anya pernah marah? Nggak. Anya justru mewajari karena yang biasanya jagain anak dirumah kan ibu, bukan seorang ayah yang kebetulan bisa jaga karena enaknya bekerja dari rumah seperti Damar.

"Ris, semua data ada didalem hardisk ini. Nanti kalo ditanyain kamu cek-cek aja, ya. Saya mau keluar dulu, ada kecelakaan sedikit dirumah. Secepatnya saya balik lagi."

Bicara tentang kerjaan, Damar itu nggak pernah mengecewakan. Hasil kerjanya selalu memuaskan perusahaan dan klien sampai akhirnya dia dipromosikan terus menerus ke statusnya yang sekarang. Dia sudah punya anak buah, dan cara kerjanya tentram pula boleh dari rumah. Impian buruh-buruh perusahaan mana lagi yang Damar belum dapat? Kayaknya semuanya sudah. Tapi lagi-lagi sayang, yang namanya kehidupan itu nggak ada yang semulus jalan tol. Seenak-enaknya karir Damar, ternyata masih selalu kurang dimata orang yang memang memandang dia sebelah mata. Siapa ya? Anya? Bukan lah, tapi mertuanya.

"Suamimu dimana?"

Anya baru saja membuka pintu rumah sambil menggendong Yumnaa yang tertidur dipelukannya. Mungkin si kecil ini capek habis nangis dan nggak betah kepalanya harus dikasih perban dulu, jadi dia memilih untuk tidur, tapi bersyukur nak, kamu jadi nggak usah repot-repot dengerin omelan kakek tentang ayah. Kayak ibu sekarang.

the diary of everythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang