JINGGA - DIARY 1

1.3K 29 9
                                    

"hari-hari dimana aku tidak sedang ingin bermain hati, kau datang kekehidupanku lalu membawaku kedalam sebuah perjalanan penuh rasa dan kembali percaya tentang sebuah petualangan dawai asmara"




Entah sudah hari keberapa, aku masih saja bergelut pada sesak di dada. Tak ada yang tahu, aku begitu nelangsa saat ini. Kata orang tingkat sepi paling parah adalah ketika kita berada di dalam keramaian namun tak bisa mengusir sepi yang menguasai hati.

Aku rasa benar, aku begitu kasihan pada diriku sendiri ketika itu terjadi padaku. Ketika semua orang berbahagia, lalu tersenyum, dan sesekali tertawa. Aku hanya bisa melengahkan wajah memandangi langit. Sengaja membuat diri menghindari memandangi wajah-wajah yang akan mengintimidasiku dengan lirikkan sinis, mungkin.

Kau tahu, Padahal itu hanya fikiranku sendiri yang terlalu berlebihan, karena sesungguhnya, disini, ditempat dimana aku sedang berdiri saat ini, mereka tidak benar-benar mengenalku atau ingin memperhatikanku. hanya saja, aku yang terlalu berlebihan. Di otakku dipenuhi banyak pertanyaan dan teka-teki yang tidak bisa aku pecahkan sendiri.

Langkah kaki masih saja menyusuri tiap kepingan hati.

Di tepian pantai kota ini, memutari segala kecamuk hati.

Sungguh ini begitu menyiksa diri. Mengapa pertemuan itu harus terjadi ? mengapa perasaan itu harus tumbuh dengan sangat subur ? mengapa semua yang menggetarkan pada akhirnya semenyakitkan ini untuk aku tanggung sendiri ? mengapa harus ada kata melepaskan ketika aku tahu, bahwa itu menenggelamkan harapan kebahagiaan, lalu merubah segala yang bersinar terang menjadi gelap gulita. Mengapa ? aku masih saja mencari setiap jawaban pada setiap sudut kenangan.

Ah, iya. Mengapa dalam hidup ini harus ada sebuah hal yang disebut kenangan, jika yang tersisa hanyalah penyesalan.

Hujan Turun, rintiknya kembali menyentuh bumi.

Pukul 18.00 WIB.

Aku tertahan Hujan di tempat ini. Tidak sengaja setelah memutari tempat dimana dulu pernah kami urai segala rasa. Gerak langkah lari kecil ku terhenti didepan sebuah kafe dipinggir jalan.

Rintik hujan mulai tidak tertahan.

Dan akhirnya aku mengalah pada logika. Mungkin, masih tersisa cerita indah yang bisa Aku kenang sendiri disini.

Dengan sangat tidak percaya diri langkah kaki membawaku duduk di bar kopi. Tepat di tempat dia membuatku jatuh hati berkali-kali. Hujan berhasil menuntun ku ke tempat ini. Meski aku kehilangan moment senja yang sudah sengaja kutunggu sejak tadi sore.

Tidak apa, masih ada besok. Mungkin semesta menyiapkan senja yang lebih indah pada besok sore. Saat ini biarlah aku tenggelam pada tempat yang penuh dengan hal yang akan mengiris hati.

Mungkin akan ada hal yang sedikit akan mengobati.

...

Februari 2017, siang itu aku tenggelam dalam lembaran-lembaran kertas putih penuh huruf tinta hitam. Aku sedang mengerjakan sebuah laporan bulanan untuk pekerjaanku bulan lalu. Rutinitas yang sudah biasa dan sepele, namun selalu saja tertunda dan pada akhirnya aku harus mendapatkan teguran ketika sadar bahwa aku terlambat mengerjakannya. Tapi aneh, aku tidak sama sekali merasa bersalah akan hal itu. Bagiku, itu sebuah bukti bahwa pada beberapa bagian, masih ada yang memperhatikan. Meski sebenarnya bukan aku yang dipentingkan.

"Jingga, ada pameran sabtu depan. Datang yah, kita sudah lama gak kumpul"

sebuah pesan baru masuk tertera dilayar ponselku, itu pesan dari Nada, Sahabat karibku selama dibangku kuliah.
Kami terpisah sekarang, dia tetap bekerja di kota tempat kami dilahirkan dan bertemu di bangku kuliah, sedang aku bekerja di kota sebelahnya.

Seketika Aku jemariku melesat cepat mengusap layar ponsel berwarna silver milikku. Setelah membaca pesan tersebut, dengan cepat pula gerakan bola mataku beralih pada kalender yang ada disamping komputer, melihat jadwal, entahlah, setengah hatiku berharap untuk bisa datang, karena memang sudah lama aku tidak melihat sebuah pameran. Namun setengah hatiku dikuasai oleh sifat buruk, malas sekali harus menempuh jarak 12 jam melalui darat dengan waktu akhir pekan yang sangat singkat. Lagi pula sehari sebelum pameran ada jadwal pertemuan dengan klien untuk membahas pagelaran sebuah acara musik akustik yang dipercayakan padaku sebagai Organizing Committee acara tersebut. Dan sehari setelah acara pameran, ada sebuah acara pernikahan rekan kerja yang bisa dikatakan lumayan dekat dengaku. Sangat tidak sopan sekali jika aku tidak hadir dalam acara tersebut.

"Maafkan aku nada, aku sungguh ingin datang. Tapi minggu itu aku sibuk sekali" balasku.

"Kamu bercanda ? sudah 2 tahun loh jingga kamu melewatkan pameran ini, come on girl, kamu gak rindu kumpul sama kita?" Nada membalas dengan terdengar seperti membujuk dari seberang sana. Aku tahu bagaimana rengekkan dia.

"Maafkan aku nada, banyak pekerjaan....."

"Tiket sudah kami pesankan, pulanglah"

Belum sempat aku mengirimkan pesan yang baru aku ketik, pesan terakhir dari Nada begitu membuat aku seketika diam.

Aku memejamkan mata lalu mengambil nafas dalam-dalam. Selalu seperti itu ketika hendak memutuskan sesuatu. Dan, baiklah. Aku akan datang. Apa salahnya.

Mungkin aku bisa sejenak melepaskan penat dengan mengahabiskan malam dengan para sahabat.

Aku pulang.

***

Aku benar-benar duduk ditempat yang sama padamalam-malam saat bersamanya. Ingattanku meresonasi segala kisah yang pernahterjadi ditempat ini. Memandangi setiap sudut kursi yang menjadi saksi gejolakhati diantara kami, Di antara aku dan Laki-laki yang akhirnya membuat akumengerti tentang pentingnya hakikat sebuah percaya.    

JINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang