JINGGA - Diary 6

320 12 7
                                    

Malam itu sungguh aku puas memperhatikannya. Melihat setiap lekuk wajahnya. Menerka setiap gerik salah tingkahnya. Untungnya, sahabatku Adel mengerti. Bahwa aku sedang mencari alasan setiap getaran di hati karena lelaki ini. Dan, ya Tuhan, aku tidak lagi bisa menghentikannya.

Aku jatuh hati. Pada dia yang datang seperti pelangi. Menghangatkan setelah dingin hujan yang membasahi pipi.

Setelah mengantarkan Adel pulang kerumahnya. Dewa mengantarkanku pulang kerumahku. Diperjalanan menuju rumah. Kami membicarakan hal-hal yang membuat tawa terasa renyah.

Alami sekali, tidak ada bumbu modus-modus dalam kardus dan lawakan receh. Mengalir dengan begitu sangat natural. Dia nyata. Laki-laki ini ada. Seperti sebuah hadiah setelah segala yang membuat hampa.

Keajaiban yang datang setelah semua ketiadaan.

Malam itu berlalu, setelah berpamitan di depan pintu dan menghilang meninggalkan gang rumahku, kasur sudah menunggu untuk aku tiduri bersama mimpi indah yang nyata.

***

"Mbak jingga" suara anak perempuan barista kopi mengejutkanku

"Ada apa dila ? ngagetin" aku hampir tersedak kopiku sendiri

"Mbak, sudah lama gak kelihatan, kenapa jarang kesini lagi sama mas dewa" dila bertanya polos

"Ya ampun dila, kamu ini" aku tersenyum tipis dan tidak menggubris pertanyaan dari dila

"Dan mas dewa juga sudah lama gak kesini, terakhir mas dewa disini, dia cuma pesan banana splite bukan kopi, dan diaaaam aja, diajak ngobrol sama papa juga banyak diamnya, dan sekarang juga mbak jingga banyak diamnya"

"Benarkah ?, setahu aku sih Dewa memang pendiam sih"

"Gak kalo lagi sama mbak Jingga, apa ya namanya yah, mas dewa itu lebih hidup kalo lagi duduk berdua sama mbak jingga, pokoknya gitulah"

"Hahahahhaa, kamu ini dila, sok tahu" aku sekuat hati menahan agar tidak terbawa perasaan, agak sedikit menyesakkan ketika seseorang yang tahu bagaimana aku dan dia dulu duduk berdua disini saling jatuh hati, lalu dia menanyakan kabar si pembuat jatuh hati itu, anak ini juga selalu ada ketika aku dan dewa biasa duduk berdua menghabiskan kesempatan bertemu yang diberikan oleh waktu.

"Jadi, mas dewa kemana mbak ?"

"Ada, dia kerja" aku membalasnya tersenyum

"Kerja ?..."

Belum selesai dila menghabiskan kalimatnya, dia sudah dipanggil oleh koko, meninggalkan aku sendiri lagi. Aku menatap ayah dan anak tersebut dari seberang meja bar, mereka berdua terlihat begitu hangat, dan meja bar yang ada di depan mataku kembali meresonasi banyak kejadian.

***

Pagi datang kembali, dewa sedang ada jadwal kuliah, melanjutkan sekolah yang katanya akan menunjang karier dalam bekerja. Pesan terakhirnya akan menjemputku pukul 10.00 pagi untuk menemaninya pergi ke pesta pernikahan teman kantornya. Dan aku sudah sangat menyiapkan segalanya.

Sedari pagi mempersiapkan diri. Berdandan dengan sangat hati-hati agar tidak terlihat image sebagai wanita yang cantik karena make up, padahal aku sama sekali tidak pandai berdandan, tapi aku membuatnya senatural mungkin. Lalu menunggu kedatangannya, selama menunggu selalu digoda oleh ibu dan adikku.

"Ehem, duuh cantiknya anak gadis ibu" ibuku menggoda dengan nada bicara yang genit

"Pergi sendirian?" adikku ikut menyahut

JINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang