JINGGA - Diary 4

411 27 7
                                    

"Jingga, sepertinya kita gak perlu komunikasi lagi"

Sebuah chat dari dewa masuk, itu adalah malam ke 7 kami saling mengabari. Dan lagi, kalimatnya selalu mampu membuat seluruh semesta ku berhenti seketika. Keningku mengkerut , nafasku tersurut.

"Ada apa ?"

"Ada yang salah, saya takut kita tenggelam terlalu jauh, dan gak bisa merealisasikan apa yang hati inginkan. Kamu tahu, jarak itu selalu jahat"

***

Aku tersenyum mengingat apa yang terjadi malam itu, sambil memilih menu, sedikit rasa malu aku rasakan pada diriku sendiri.

Pilihanku jatuh pada satu menu favorite kami berdua, maksudku menu favoriteku, hanya saja saat dia pertama kali mencicipinya, dia selalu memesankan menu itu tanpa ada aba-aba dariku. katanya enak.

"Ko, banana splite yah satu sama coffelatte" ucapku pada barista kafe sekaligus pemilik kafe

"Siaaapp mbak jingga" balas koko dengan senyum khas yang membuat wajah orientalnya terlihat begitu ramah

Aku menatap sekitar, salah satu tempat duduk kafe ini di huni oleh sepasang kekasih hati, mereka berdua terlihat bahagia, saling tertawa dan beberapa kali wanita itu mencubit lengan atas pasangannya karena kesal beberapa kali rambutnya di acak-acak oleh sang lelaki.

Aku juga begitu dulu. tapi bukan adegan rambut di acak-cak, dia tidak pernah melakukan itu. Namun lengannya pernah biru karena cubittanku.

***

Aku memutuskan untuk tak lagi membalas. Bagiku, itu sudah cukup menusuk. Dan sudah tidak perlu dijelaskan lagi. Bagiku, dia jelas seorang pengecut. Aku ingin marah, ingin sekali memakinya. Tapi tidak akan ada gunanya. Itu hanya akan membuat lelah.

Ada apa ? bukankah semua baik saja ? apakah aku melakukan kesalahan ? apa aku jadi tidak mengasyikkan ? apa aku mulai menjenuhkan ? aah, lagi-lagi dia begitu menyebalkan.

Tiga hari berlalu setelah pembicaraan malam itu.

Lalu diantara meninggalkan dan ditinggalkan, ternyata aku terpilih sebagai yang ditinggalkan. Setelah semua mimpi aku susun dengan begitu rapi, terlalu cepat memang. Tapi kadang begitulah hati yang sudah terlalu bahagia pada harapan-harapan yang dibangun sendiri. Setelah semua harap yang menyamankan, entalah, aku seperti kalah mendengarkan semua penjelasan darimu untuk berhenti atas mimpi yang ternyata aku aku buat sendiri.

Dengan tanpa ragu kau menyatakan bahwa tak akan ada penyesalan atas pilihanmu untuk meninggalkan.

Teori-teorimu sungguh mematahkan semua perasaan yang pada dasarnya mampu menguatkan. Lucu, padahal sebenarnya akulah yang memutuskan untuk tidak akan jatuh padamu, tapi ternyata aku lebih memilih mencobanya walau akhirnya nelangsa melanda.

Yang aku tahu saat ini, ditinggalkan jauh lebih menyakitkan dan tidak pernah semudah meninggalkan. Aku muak. Aku pikir ini sangat tidak adil. Mengatakan hal seperti itu ketika semua tawa hampir setiap malam menghiasi hati yang dulu sepi. Ketika segala ketiadaan berubah menjadi harapan. Ketika cinta mulai tumbuh disetiap sudut rasa yang hampa.

Tiga hari berlalu.

Aku memberanikan diri menghubungi. Mencari tahu yang hatiku ingin tahu. Tidak, sejujurnya aku butuh kalimat penenangan diri untuk seluruh gelisah yang menggusari hari.

"Dewa, apa kau membenciku?" kalimat itu aku kirimkan melalui ruang chat whatsapp pada Dewa

"Gak, gakk pernah"

"Terus, kenapa harus berlalu dan jadi asing?"

Tidak ada jawaban, pesan itu hanya tercentang biru.

"Aku boleh cerita ?" aku kembali mengirimkan pesan kepada dewa

Sungguh kali ini aku mengutuk diri sendiri atas hal paling tergila yang pernah aku lakukan saat ini, sungguh aku tidak perduli lagi, aku hanya ingin mencari tahu, bagaimana bisa saat sedang mekarnya dia siramkan racun seketika.

Masa bodoh sekali dengan tahu diri, kadang jatuh hati memang harus dengan usaha yang sedikit gila bukan ?

"Tentu" jawab dewa yang ternyata angkuh itu tidak berubah sama sekali.

Aku tetap mencoba tidak peduli. Aku bercerita sepanjang waktu.

Hingga yang sempat hilang diantara kami kembali menjadi candu untuk diulangi. Aku tidak menyangka langkah nekad penuh drama membujuk diri itu berhasil. Memang butuh sedikit gila untuk mendapat bahagia. Hari-hari dimana kau datang dengan membawa sedikit ragu untuk mengetuk pintu hatiku. Hari-hari yang semakin menjadi untuk tetap saling berkomunikasi. Ketika segala yang dijalani membuahkan sebuah kesepakatan untuk perihal pertemuan.

Aku merencanakan sebuah pulang.

***

"Mbak Jingga, banana split favorite anda dan coffelatte spesial" Suara pemilik kafe mengejutkanku.

"Ah, terimah kasih koko" aku membalas dengan senyum.

"Sendiri ?"

"Hhm, iya sendiri ko"

"Sungguh ?, saya kira akan ada yang datang menemani malam ini" koko terdengar menggoda

"Sendiri ko, tidak akan ada yang menemani. Saya hanya menunggu hujan reda. Sebentar lagi. Mungkin setelah menghabiskan kopi ini. Saya langsung pulang" aku kembali tersenyum.

"Mbak Jingga tahu mengapa hujan akhirnya menuntun langkah kaki kemari?"

"Gak" aku menggeleng dengan senyuman yang kali ini penuh tanda tanya.

"Mbak tahu mengapa akhirnya Mbak melangkah masuk kedalam kafe ini lalu menikmati kopi?" koko terdengar begitu penuh misterius.

"Gak koko, ayolah hentikan bermain teka-teki" aku kembali menjawab dengan penuh rasa penasaran.

"Karena kopi selalu membawa banyak keajaiban. Pahit memang karena hujan menghalangi untuk pulang lalu membuat menunggu hingga rintiknya jadi reda. Bukankah menunggu selalu menyebalkan ? Tapi pada akhirnya rasa manis itu terasa saat seruput pertama selesai. Sebab setelah menunggu bukankah selalu ada jawaban yang akhirnya kau temu" kemudian barista itu berlalu.

Selalu, jika itu berbicara dengan koko, aku selalu menggunakan bahasa sedikit kaku, mengikuti gaya bahasanya koko agar terasa terdengar lebih akrab.

Aku kembali menatap arloji. Dan hujan belum jua berhenti. Menunggu? aku sama sekali tidak sedang menunggu disini. Atau menunggu siapapun. Ataumungkin, aah sudahlah. Aku menikmati pesananku. Seporsi banana split dan secangkir coffelatte.

Lucu, hujan seperti ini aku malah memilih memesan ice cream. Tidak apa, waktu itu aku juga begini dengannya.




***



Hallo sahabat Jingga, maaf atas keterlambattan update Diary 4 ini yang seharusnya di update hari selasa kemarin, semoga part ini bisa sedikit mengobati, atau malah tambah penasaran ?? terimah kasih untuk teman-teman yang tetap membaca tulisan saya dan menjadikan Jingga sebagai list bacaannya, Jingga mencintai kalian semua.

nah, penasaran dengan siapa itu koko pemilik kafe ? dan penasaran apa yang akan terjadi saat Jingga pulang ? sampai bertemu minggu depan, jangan lupa kasih bintang dan tinggalkan pesan untuk Jingga dikolom komentar. Terimah kasih sahabat Jingga.

JINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang