- p r o l o g -

412 55 24
                                    

Aku tokoh yang tak terlalu berperan penting di sini. Hanya saja, tugasku adalah membuka, sekaligus menutup kisah ini nantinya: ya, masih nanti, masih lama, mungkin.

Ini sudah delapan tahun sejak pertama kali diriku berkutat dengan mayat-mayat di kamar jenazah yang dingin. Beberapa kali aku bertugas di rumah duka atau krematorium menggantikan rekan-rekanku yang tak bisa mengambil jam malam, dan beberapa kali juga hanya duduk-duduk menunggu di samping ruang operasi saat mendengar akan ada jenazah pendonor organ-organ yang awalnya mati otak itu.

Ketika itu terjadi hari ini, ia meneleponku lagi: hoobae. Aku sudah pernah bilang padanya bahwa diriku sudah berhenti melakukan hal mengerikan 'ini' sejak satu tahun lalu. Peraturan di Rumah Sakit kian ketat dan aku tak bisa dengan leluasa melakukan semuanya seperti dulu, ya, sekalipun mayat-mayat itu tidak memiliki keluarga.

Aku menolak panggilan itu. Sekali lagi, ponselku nyatanya tetap bergetar: itu hoobae.

"Eoh? Wae? Aku sedang ada tugas malam!"

"Sunbae, jebal. Temui aku di tangga darurat lantai 9. Aku ingin mengatakan sesuatu yang penting. Aku hanya mengandalkanmu..." katanya. Ia berbisik di seberang sana, kudengar gema tipis usai ia bersuara. Sialan. Aku sungguh harus meladeni bocah yang bahkan menghianatiku dan lari dari ruang operasi beberapa tahun lalu. Ini kali keempat ia menelepon. Pasti permintaannya sama.

Maka aku pergi keluar dari kamar jenazah yang dingin usai menggantungkan kertas identitas kecil di jempol kanan mayat yang baru saja diantar masuk kemari: pembicaraan kami bersifat... rahasia.

"Apa yang kau mau dariku? Kau tahu betul bahwa aku sudah tidak melakukan bisnis ilegal itu lagi, kan? Kau betul-betul sudah gila, ya?!!" Aku sedikit memberi penekanan pada kalimat-kalimat ini. Sengaja.

"Minhyuk~sunbae, haruskah aku membuatmu percaya padaku sekali lagi? Jebal. Jika kau sungguh akan menolakku, setidaknya datanglah dulu. Mari kita bertemu, bertiga, eoh?" Ia, laki-laki yang ada di balik panggilan ponselnya itu, suaranya terdengar amat serius. Kesungguhan hatinya itu ingin membuatku terus memaki: memaki diriku yang bahkan tanpa ragu lagi beranjak ke tangga darurat lantai 9 meski ini memasuki pukul 02.45 dini hari.

"Bertiga katamu? Jamkkanman! Nugu..." Belum sempat melanjutkan pertanyaan, sambungan teleponku dan hoobae sialan ini terputus. Tidak ada hal lain yang bisa kulakukan karena mendadak rasa penasaran dalam diriku memuncak: yang bisa kulakukan hanya naik.. naik terus... hingga sampai di tangga darurat lantai sembilan.

Kau adalah orang brengsek sialan. Kau selalu tahu bahwa di setiap kebahagiaan, pasti masih ada celah tersisa untuk satu hal yang dinamakan misteri. Karena itulah aku percaya, aku ada, aku mencari, dan aku harus menemukan 'sesuatu' di balik misteri ini: puas atau tidak.

Lalu aku betul-betul menjumpai dua orang laki-laki tengah menunggu di tangga darurat lantai sembilan.







2020 -








Note:
Annyeong, readers! Jumpa lagi dengan author :D
Kita sudah masuk ke dalam prolog. Bagaimana kesan prolog singkat ini? Sudah adakah yang bisa menduga jalan ceritanya? Awwwww 😌 sampai jumpa di chapter 1 ya, guys. Jangan lupa memberi banyak cinta pada work ini. See you 💙

[2018] DARK CHOCOLATE ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang