DC - BAGIAN 14 [YOOK SUNGJAE]

184 35 49
                                    


#playmedia.

Aku sudah membuat sebuah kesepakatan beberapa waktu lalu, sebelum diriku menyatakan perasaan padanya. Kesepakatan yang memisahkan kami.

Jika ada laki-laki paling bodoh di dunia, mungkin itu aku: sekalipun diriku adalah seorang dokter. Seharusnya malam itu aku marah saja dan mengusir Lee Young dari toko cokelat. Ia sudah menghancurkan laboratorium kecil yang kubangun dengan susah payah dan menghabiskan banyak uang. Seharusnya aku menyingkirkan perasaan bahagia yang menggebu rindu acapkali kulihat ia. Bahkan mungkin aku perlu bersikap kasar dan mengatakan bahwa semua kebaikan, kelemahlembutan, dan kesopanan yang kutunjukkan padanya itu dusta. Tapi aku tak bisa. Nyatanya aku mengkhawatirkan Young.

Aku hanya tersenyum pahit ketika mendapati diriku tengah menyatakan perasaan padanya, pada Lee Young, padahal mungkin setelah ini aku pergi meninggalkannya. Bukankah aku tidak bertanggung jawab? Ya, secara terang-terangan aku akan menyakiti ia pada akhirnya.

Keinginanku mengoperasi Young untuk membantu kesulitan Changsub-hyung tak sepenuhnya disambut dengan baik. Lee Changsub, aku melihatnya  berusaha keras memercayaiku, namun ia tak bisa. Ya, aku tahu.  Bagaimanapun kau ingin memercayai seseorang, itu semua akan bertentangan dengan nuranimu yang sudah tertutup karena sebuah kekecewaan. Setidaknya demikian hukum alam orang-orang yang merasa dibohongi dan jatuh dalam jurang kekecewaan juga luka. Dan terjadilah kesepakatan itu: bahwa aku akan pergi menjauh setelah mengoperasi Young.

Lalu di sinilah aku berada, bersama Young yang terbaring di atas meja operasi dan salah seorang sunbae dari rumah sakit yang dulu kutempati untuk bekerja: Lee Minhyuk. Sebelumnya, di rumah sakit, kami adalah dua dokter terbaik yang ber-partner. Kami kerap melakukan operasi bersama jika itu berhubungan dengan bedah syaraf dan tenggorokan. Aku belajar banyak darinya, termasuk menguasai ilmu-ilmu bedah yang dipelajarinya. Namun kemudian aku mengacaukan semua itu ketika mendengar kabar kematian halmeoni. Kakiku melangkah pergi dari rumah sakit dan tak pernah kembali, sementara Minhyuk-sunbae dipindahkan ke departemen transplantasi organ: ia terlibat sebuah kecelakaan dan jempolnya patah. 

“Bagaimana kau akan mempertanggungjawabkan semuanya, Sungjae-ah? Kenapa kau melakukan hal ini, eoh? Sejauh ini, namamu hanya dihapus dari daftar dokter rumah sakit. Apa yang akan kau lakukan jika setelah operasi ilegal ini lisensimu dicabut? Kau benar-benar gila! Dasar bocah!”

“Aku minta maaf sudah membuatmu melakukan sesuatu yang ilegal seperti ini, Sunbae..”

“Sejak aku tak melakukan operasi, aku melakukan itu. Aish, sialan. Hidupku kacau semenjak jempol bodoh ini menghilang.” Ia menyela kalimatku. Aku tahu betul ia hanya mengkhawatirkan keadaanku selanjutnya.

“Minhyuk-Sunbae, aku hanya perlu berhasil melakukan operasi kali ini. Aku ingin…gadis ini mendapatkan suaranya supaya ia bisa ikut menyanyikan lagu-lagu indah yang ia sukai. Supaya ia bisa dengan mudah mengatakan permintaannya, mengungkapkan kebahagiaannya, juga memakiku karena benci…”

“Sialan. Sinting kau!” Ia memakiku untuk terakhir kali sembari menyiapkan seperangkat alat yang akan kugunakan untuk mengoperasi Young: kami akan melakukan transplantasi pita suara. Aku hanya berharap setelah ini Young hidup dengan baik dan bahagia tanpa harus menyukaiku lagi.

Aku mulai membedah leher kekasihku ketika sebuah anggukan dari Changsub-hyung kulihat. Maafkan aku, Youngi-ah. Jika kelak ketika kau buka matamu tak kau dapati aku, saat itulah kau harus menghapus perasaan itu. Kau hanya boleh mengingatku sebagai seseorang yang pernah ada dalam hatimu, tapi jangan cintai aku karena kau akan terluka dalam kesendirian.

***

Aku membuka pintu rumah, melangkah masuk. Lelah, shift malam kali ini sungguh membuatku ingin cepat membaringkan diri di ranjang. Namun aku belum juga melakukannya. Aku harus menyapa halmeoni dulu, entah pada akhirnya hanya melihat wajahnya yang terlelap sudah bermimpi atau mendapatinya tengah minum susu.

“Halmeoniiii, aku pulang!” seruku pelan sambil mengetuk pintu kamarnya. Tidak ada jawaban. Ah, kupikir halmeoni sudah tidur.

Aku menarik knop pintu kamar halmeoni dan menengok ke dalam, memastikan bahwa ia ada di sana. Ya, halmeoni memang ada di sana, duduk di ranjang sambil membelakangiku: mungkin tengah minum susu.

“Halmeoni? Aku pulang.” Pintu itu kubuka makin lebar dan aku masuk ke dalam kamar. Tidak tahu mengapa, aku merasa agak canggung kala itu. Ada atmosfer yang aneh di dalam kamar. Kami seolah asing, padahal hari itu sama seperti hari-hari sebelumnya.

Halmeoni lalu membalikkan badan. Di tangannya terdapat segelas susu yang tinggal separuh, namun ekspresi wajahnya nampak terkejut. Ia melihatku seperti orang aneh. Ia bahkan mengerutkan keningnya dan membulatkan mata.

“Nu… nugu??” tanyanya. Aih, aku melempar senyum. Halmeoni memang selalu bisa menghibur ketika didapatinya aku terlihat lelah. Ia sering melakukan hal itu bahkan pernah suatu kali aku nyaris percaya dan kami berakhir tertawa terbahak-bahak: menertawai kebodohanku, seorang Yook Sungjae yang nyaris menangis ketika digoda oleh neneknya.

“Aigooo, Halmeoni, jangan bercanda. Ini sudah terlampau larut malam. Harusnya halmeoni tidur, hm? Aku tidak selelah biasanya kok,” kataku sambil mendekatinya.

“Ani, jamkanman! Nuguseyo? Kau siapa, anak muda? Kenapa kau masuk ke dalam rumah kami tanpa permisi? Apa kau teman cucuku?” Halmeoni…bertanya serius. kala aku dibuat hampir menangis, ekspresinya juga seperti ini.

“Halmeoni, aku tidak sedang ingin bercanda. Aku mengkhawatirkan kesehatanmu, ayo tidur, hm?” Aku mendekat lagi: lebih dekat. Namun mata halmeoni tiba-tiba gelisah. Gestur tubuhnya mendadak gugup. Ia beringsut menjauh ketika kudekati. Semakin aku mendekat, kegelisahan di wajahnya kian menjadi-jadi, lalu gelas susu yang masih dipegangnya dilempar ke lantai hingga pecah berkeping-keping.

Kami sama-sama terkejut, lebih-lebih aku. Ketika itu terjadi, aku menyadari bahwa halmeoni benar-benar tidak sedang bercanda. Lalu apa yang terjadi?

“Halmeoni, jamkanman-yo. Kau kenapa? Apa yang terjadi?” Sekali lagi aku mencoba mendekatinya.

“Sungjae-ah!!! Sungjae-ah! Ili-wa!!! Yook Sungjae!!! Seseorang yang aneh datang. Kemarilah, Nak! Aku takut!” Ia memanggil-manggil namaku dengan keras dan berulang seolah anak laki-laki di hadapannya ini adalah orang lain.

“Ha..Halmeoni, ini Sungjae. Yook Sungjae di sini,” kataku. Kedua lenganku berusaha menggapai tubuh halmeoni untuk menenangkannya. Ia benar-benar panik, Aku makin tak mengerti. Selain panik seperti itu, ia bahkan tidak mengenaliku: ia pun melempar gelas sekuat tenaga sebelumnya. Jika… jika kejadian ini adalah level bercanda halmeoni yang dinaikkan, sungguh aku takkan berbicara dengannya selama dua malam. Namun, jika ini bukan gurauan…

“Sungjae-ya!!! Eodisseo, eoh??? Kau! Menjauh dariku! Kau pencuri!” Barang-barang yang ada di sekitar halmeoni mulai dilempar padaku: agar aku pergi menjauh.

Tiba-tiba saja aku disergap rasa takut. Jantungku berdegup tak teratur. Meski aku tak berani membayangkan apa pun malam itu, sebagai seorang keluarga, aku hanya berusaha memikirkan hal-hal yang baik: namun air mataku meleleh juga, rasa takut itu tak main-main rupanya.

“Halmeoni, dengarkan aku, hm? Aku… aku Yook Sungjae. Aku cucu Halmeoni. Ini Yook Sungjae. Sungjae ada di depan Halmeoni. Dan aku bukan pencuri. Aku Yook Sungjae, hm?” ujarku lembut padanya. Aku tahu, suaraku bergetar juga kala itu.

“Sungjae ga…cucuku Yook Sungjae, ia tunawicara. Ia bisu. Kau bukan Yook Sungjae. Sungjae akan menggunakan bahasa isyarat jika bicara denganku. Kau bukan dia.










Note:
Nah loh 😫😫😫
Jadi ini alasannya, gaes. Ini alasan Yook Sungjae bisa bahasa isyarat. Dia bukan belajar bahasa isyarat karena jatuh cinta sama Young, tapi karena memang pernah menggunakannya. Terus gimana dong ini :') Boleh nggak aku ketok kepalanya Changsub? Biar dia nggak keras kepala gitu :')

[2018] DARK CHOCOLATE ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang