Aku membuka mata untuk pertama kali setelah operasi transplantasi itu dilakukan. Di kamar itu hanya kulihat Changsub Oppa dan seorang yang lain: seorang dengan wajah tampan dan ramah. Ia belum pernah kulihat sebelumnya. Tiada yang lain lagi. Hanya mereka berdua yang terekam dalam pandanganku: ia tidak ada. Sungjae Oppa tidak ada di sana."Youngi-ah? Gwaenchana?" Oppa menghambur mendekat padaku, laki-laki di sampingnya juga. Aku baik-baik saja sejauh ini, namun diriku hanya berani mengangguk tanpa mengucapkan apa pun. Takut.
"Lee Young-ssi, operasimu berhasil. Tapi kau belum boleh menyuarakan pita suaramu dulu. Butuh sedikit lebih banyak waktu untuk membiasakannya, dengan terapi. Aku akan membimbingmu untuk itu. Perkenalkan, aku Lee Minhyuk," katanya sambil mengulurkan tangan kanan. Aku menjabatnya, uluran tangan itu. Iya, aku memahami hal ini, hanya saja hatiku merasa di sekeliling begitu kosong.
"Oppa, Sungjae oppa di mana? Aku tidak melihatnya sejak tadi," tanyaku pada Changsub Oppa yang sejak tadi memandangiku sambil berkaca-kaca: ia belum mengatakan apa pun selain kalimat kekhawatirannya tadi.
"Sungjae? Ah, itu...dia bilang ada urusan. Untuk beberapa saat, ia akan pergi. Sungjae menitipkan permintaan maaf untukmu, Youngi-ah," kata Oppa-ku.
Kutatap lekat-lekat sepasang mata milik Changsub Oppa. Kedua retina itu tak berhenti bergerak gelisah. Aku tahu ia sedang berbohong. Seorang Yook Sungjae pergi tanpa pamit padaku dan hanya meninggalkan sepotong kata maaf setelah malam itu kami berdua saling mengungkapkan perasaan? Bukankah ini konyol? Sungjae Oppa bukanlah orang seperti itu. Bukan. Malam itu ia mengatakan padaku tentang harapannya: harapan untuk semua yang harus baik-baik saja.
"Changsub Oppa, kau berbohong padaku?" tanyaku masih menatap sepasang mata itu.
Oppa memalingkan pandangannya dariku. Kini sepasang matanya menerawang jauh ke luar jendela kamar. Ia tidak berbicara untuk beberapa saat, hanya air matanya saja yang tiba-tiba meleleh: aku bingung, apa yang telah terjadi sebenarnya? Laki-laki yang masih berada satu ruangan dengan kami, Lee Minhyuk, ia juga menutup rapat bibirnya. Ia menyibukkan diri mengatur infusku yang sebetulnya baik-baik saja."Aku tidak berbohong padamu, Youngi-ah. Sungguh. Yook Sungjae mengatakan agar aku menyampaikan ini padamu. Dengarkan baik-baik: Youngi-ah, tidak peduli seberapa banyak kau menanyakan tentangku, kala matamu terbuka, aku memang betul-betul tidak ada di sisimu. Aku minta maaf karena mengatakan ini, tapi untuk sementara jangan cari aku. Aku berharap kau fokus pada pemulihan pita suaramu. Dibanding mencari keberadaanku, kupikir ini yang jauh lebih baik untukmu.
"Kau boleh marah padaku jika pada akhirnya kau terluka karena ucapanku. Aku memang pengecut karena meninggalkanmu begitu saja dan menitipkan pesan ini pada Changsub-Hyung. Tapi kupikir, dengan ini semua akan baik-baik saja. Sekali lagi, jangan mencariku, Youngi-ah. Jika suatu saat nanti tanpa sengaja kita bertemu di satu tempat, berjanjilah kau lebih dulu memanggil namaku. Jangan khawatir, karena apa pun yang terjadi, aku masihlah Yook Sungjae yang kau kenal. Pengecut Yook Sungjae yang meninggalkanmu tanpa pamit."
Changsub Oppa mengakhiri kata-katanya dan aku tersenyum perih. Benarkah pesan itu yang disampaikan oleh Sungjae Oppa? Apakah pesan ini bukan rekayasa? Bukankah seharusnya ia menulis surat atau merekam suara untuk membuatku percaya? Aku tidak mengerti mengapa ia meninggalkan kehampaan yang berarti untukku. Batinku tak mau memakinya karena perasaanku jauh lebih besar dari kekecewaan yang baru saja ia goreskan dalam ketulusan ini.
"Aku mengerti. Jika itu yang Sungjae Oppa mau, aku akan menurutinya. Aku takkan pernah mencarinya. Sekalipun tidak akan."
"Youngi-ah..." Changsub Oppa menyela. Ia menoleh. Tatapannya tajam padaku. Kenapa? Apakah ada sesuatu yang salah? Aku hanya berusaha mengerti dengan tidak bertanya apa pun lagi. Bahkan diriku takkan tahu apa-apa perihal kepergian Sungjae Oppa yang tidak bertanggung jawab itu. Lantas jika aku menanyakannya, akankah Changsub Oppa menjawab? Aku tak tahu harus marah pada siapa dan berakhir menerima luka ini apa adanya.
"Lee Changsub-ssi..." Laki-laki yang masih berada di antara kami itu menegur oppa-ku. Setelahnya, ia menggelengkan kepala. Konspirasi ini, aku begitu membencinya.
"Youngi-ah, oppa hanya menyampaikan pesan Yook Sungjae padamu. Ia punya alasan sehingga harus melakukannya dengan cara seperti ini. Jika aku boleh memberi saran padamu, aku akan mengatakan ini dengan serius. Kau ... boleh membencinya, tapi sisakan sedikit maaf dalam hatimu: supaya kau tidak menyesal."
Baru kali ini aku tak bisa membaca pikiran Changsub Oppa. Apa yang sebetulnya mau ia katakan padaku? Apakah ia menyuruhku untuk melupakan Sungjae Oppa atau justru memperjuangkan cinta yang terpisah oleh keadaan dan waktu? Di satu sisi, aku mencurigai bahwa kepergian Sungjae Oppa adalah karenanya, namun di sisi lain aku tidak mengerti mengapa ia sampai menitikkan air mata dalam pembicaraan ini.
Kadang kala, ada saatnya kau begitu ingin tahu tentang sesuatu, namun rasanya hatimu menolak untuk mengizinkan mulut bertanya tentang hal itu. Dan akhirnya aku memutuskan menjalani kehampaan ini tanpa menyebut nama Yook Sungjae: baik dalam hati maupun dalam perkataan. Kuputuskan untuk mengubur namanya dalam-dalam di sanubariku dan hanya menyisakan sepotong ingatan tentang ia yang pernah kucintai.
Selama lebih kurang tiga bulan aku menjalani terapi bersama Lee Minhyuk. Kami hanya bertemu, menjalani terapi, kemudian berpisah. Hanya seperti itu pola yang kujalani. Ini sama seperti yang aku dan Changsub Oppa lakukan. Kami berdua menjadi lebih pendiam dari sebelumnya. Ah, mungkin lebih tepat kukatakan jika itu hanya Changsub Oppa (?) karena nyatanya sebelum ini aku memang tak pernah mengeluarkan suara apa pun. Hingga suatu malam ketika kami sama-sama berada di depan meja makan, ia menanyakan satu hal yang membuatku terhenyak.
"Youngi-ah, tidak merindukan Sungjae?" tanyanya sambil terus mengunyah nasi. Ia menatap mangkuknya tanpa mengalihkan pandangan padaku.
"Kenapa Oppa menanyakannya?" Aku balik bertanya. Diriku juga tidak menatap wajah Changsub Oppa: masih fokus pada kimchi jiggae.
"Sekalipun kau tak pernah menanyakan tentangnya sejak terakhir kali kita membicarakan Sungjae," katanya.
"Aku sudah pernah bilang pada Oppa bahwa aku takkan pernah mencarinya. Karena itulah aku tidak menanyakan apa pun, tak mengungkit hal apa pun yang berhubungan dengannya. Bukankah ia sendiri juga meminta hal itu?" tanyaku lagi. Aku berusaha tidak menatap wajah Changsub Oppa lebih dulu.
"Pernah kau berpikir bahwa kepergiannya yang tiba-tiba itu karenaku, Youngi-ah?"
Aku menyerah. Kudongakkan kepalaku dan kutatap oppa lekat-lekat. Ini kali pertama kami berbincang sambil menatap satu sama lain dengan serius. Awalnya hanya itu, namun beberapa saat kemudian Changsub Oppa meletakkan sumpitnya dan mulai bercerita.
"Ia memang pergi... karenaku. Ia mungkin tak ingin kembali sekalipun ia ingin, Youngi-ah. Kau... tidak adakah secuil niatan untuk menemuinya?"
Aku saja tidak tahu... apakah masih mencintainya... atau tidak.
Note:
Huaaaaa 😫😫😫 ini adalah part terakhir dari work Dark Chocolate, guys :')
Tapi rasanya ada kisah-kisah yang belum terjawab. Iya nggak sih? Author pengen tahu dong apa yang menurut readers masih janggal dan perlu dijawab di sini? :"
Dan.. apa cuma author yang gemes sama Sungjae-LeeYoung? Plus Changsubnya yang agak 😣
Nah, work ini akan ditutup dalam epilog istimewa. So, nantikan akhir kisah mereka semua ya, guys. See you 😽
KAMU SEDANG MEMBACA
[2018] DARK CHOCOLATE ☑
Fiksi Penggemar(Diterbitkan dalam 'INTERLUDE') Pemuda pemilik toko cokelat yang ada di ujung jalan itu gelisah. Hari demi hari tokonya menjadi kian ramai dan secara otomatis ia membutuhkan seorang asisten. Namun, siapa yang mau bekerja di toko cokelat yang kecil...