Tahun berikutnya tidak ada yang berubah. Bagi Jimin, semuanya masih sangat terasa sama, tidak ada yang berubah sama sekali.
Bagi Jimin dirinya tetap sama. Dia yang selalu kesakitan, dia yang selalu merepotkan orang lain, dia yang tidak berguna, dan dia yang tidak bisa berbuat apa-apa.
Keadaan Jimin memang semakin lemah namun bersyukurlah dia masih bisa bertahan sampai sekarang. Bagi Yoongi, melihat adiknya yang sudah bisa terlepas dari satu persatu alat yang membantu adiknya tetap bertahan dia sudah sangat senang.
Terkadang Yoongi juga harus rela meninggalkan sejenak pekerjaannya untuk memantau perkembangan sang adik. Lelah memang, diusia nya yang masih muda dia harus bekerja sekaligus menjaga Jimin, tapi Yoongi ikhlas melakukan semua itu. Karena hanya Jimin lah, keluarga satu-satunya yang dia miliki di dunia ini.
"Jimin-ah "
Yoongi tersenyum saat dia melihat Jimin yang saat ini tengah duduk di atas sofa sambil menonton serial televisi.
Sudah seminggu Jimin keluar dari rumah sakit. Dokter mengatakan jika Jimin akan baik-baik saja asalkan tidak melakukan kegiatan yang berat-berat. Tentu saja hal ini membuat Yoongi bahagia, karena Jimin tidak harus tinggal di rumah sakit lagi.
Yoongi terkekeh saat sang adik tidak merespon panggilan nya. Dia melangkah mendekati sang adik. Semua rasa lelah karena pekerjaan nya terasa hilang saat melihat Jimin dalam keadaan baik-baik saja. Meskipun sebenarnya ini bukanlah jam untuk Yoongi pulang, namun Yoongi tidak peduli. Toh perusahaan itu milik appa nya dan pekerjaan nya bisa Yoongi bawa ke rumah.
"Hei, sedang apa ?''tanya Yoongi sambil duduk di samping Jimin yang masih asik menonton TV.
"Apa hyung tidak bisa melihat? Tentu saja aku sedang menonton saat ini "ucap Jimin datar.
Yoongi kembali terkekeh. Tangan Yoongi tergerak untuk mengacak-acak rambut sang adik yang rapi.
"Hyung jangan membuat rambut ku berantakan "kesal Jimin namun dia tidak menahan lengan sang kakak yang mengacak-acak rambutnya itu.
"Baiklah "
Yoongi menurunkan tangan nya. Dia juga ikut menonton TV. Tangan nya bergerak untuk merangkul pundak Jimin yang lebih kecil darinya.
"Hyung "ucap Jimin pelan.
"Hemm" respon singkat dari Yoongi. Jimin menyenderkan kepalanya di pundak Yoongi.
"Ada apa ?''tanya Yoongi lembut.
"Apa aku menyusahkan mu ?''
"Tentu saja tidak "jawab Yoongi sambil mengusap kepala Jimin.
"Jangan berbohong, aku tahu aku selalu menyusahkan mu kan, hyung ? Katakan saja yang sejujurnya kepada ku "
"Anni Jimin. Kau tidak pernah menyusahkan hyung. Untuk merawat mu dan menjaga mu tentu saja itu sudah menjadi kewajiban hyung "ucap Yoongi lembut.
Bagi Yoongi, Jimin tidak pernah membuatnya susah. Sudah menjadi kewajiban nya untuk selalu menjaga nya agar sang adik selalu baik-baik saja. Karena hanya Jimin yang dia miliki saat ini. Sudah sewajarnya jika sebagai seorang kakak, Yoongi memberikan semua kasih sayang dan perhatian nya kepada Jimin, sang adik.
''Apa aku boleh meminta permintaan kepada mu, hyung ?"
Yoongi terkekeh. Tidak biasanya Jimin seperti ini. Meskipun terkadang Jimin memang selalu meminta sesuatu kepadanya, namun bagi Yoongi, tidak bianya Jimin meminta permintaan dengan suasana seperti ini.
"Katakan saja apa yang kau inginkan. Hyung akan mengabulkan nya "ucap Yoongi.
Jimin terlihat tersenyum tipis. Dia memainkan jari-jari tangan kakak nya itu yang membuat Yoongi kembali terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Lie [ LENGKAP ]
Fanfiction"Manusia itu seperti bulan. Sisi luarnya terkadang membuat kita buta sehingga tidak melihat sisinya yang lain. Sama seperti bulan, kita hanya bisa melihat satu sisinya saja yang indah meskipun tahu jika bulan mempunyai satu sisi lain "