4. Kenapa Kau tak percaya padaku?

30 9 0
                                    

Nara mengerjapkan kedua bola mata tak percaya melihat Hwanin tergeletak di atas pembaringan. Duduk menyandar kuris kayu yang berada di sebelah kiri pembaringan. Sedikit santai tetapi di dalam hatinya penuh kecemasan.

"Apa yang harus ku lakukan? Memanggil polisi atau medis?" Nara frustrasi memandangi wajah Hwanin terlihat semakin memucat dan sebaliknya Nara ingin segera untuk mengusir secepatnya karena telah lama membuat repot dan biang masalah di rumah ini.

Hal ini membuat Nara ingin melempar nya jauh - jauh ke samudera agar tidak mengganggunya lagi. Dia begitu kesal dengan alat di rumah yang  rusak karena kecerobohan Hwanin yang tidak tahu apa-apa.

Bukan bodoh hanya saja Hwanin itu polos. Dia polos tetapi  sok tahu merasa mengetahui cara menggunakan kran air sehingga air meluber dan terjadi pembengkakan pada tarif listrik. Bayangkan sejam saja air tidak dimatikan, kerugian bukan hanya pada massa airnya  tetapi pada finansial.  Belum lama ini jam weker, kulkas, beberapa barang eletronik mengalami rusak parah juga olehnya sehingga terdeteksi Nara harus mengirim barang itu ke tukang service atau membeli yang baru. Total pengeluaran untuk service saja sudah 5000 Won. Sebentar lagi kantongnya kering.

Beralih pada Nara yang melingkarkan tangannya pada bantalan kursi, tatapannya masih sama tertuju pada tubuh di atas pembaringan. Sejam setelah kran diperbaiki oleh tukang service dan air yang luber telah dikuras. Hwanin belum sadar dari pingsan mendadak Nara dikejutkan oleh cahaya merah yang berasal dari gelas kaca.

Nara meninggalkan sebentar Hwanin dan mengikuti sumber cahaya yang bertemu pada tulip yang ada di dalam gelas kaca, dia merasa tulipnya tidak segar di atas meja.

Tangannya terangkat memegang gelas kaca dan menggantikan wadah yang telah terisi cuka apel. Bunga itu perlahan-lahan kembali segar. Di balik kesegarannya itu Hwanin membuka mata wajah itu tak lagi memucat karena kekurangan oksigen malah sebaliknya dia tampak segar seperti bunga tulip di atas meja Nara. Nara melihat jam melingkar di lengan kanan, jarum pendek berada di pukul sepuluh. Nara merasa liburan nya kali ini terisi oleh job-job lain.

Terutama mengurus Hwanin di atas pembaringan.
Pukul sepuluh jadwal berdentang di ponselnya, bercahaya dan berdering sehingga Nara bergegas mengambil ponsel nya di pembaringan Hwanin. Sorot mata Nara terpatut pada layar ponselnya. Pukul sepuluh dia harus mengajar privat anak murid di kelas satu. Sesuai janji pertemuan sebelumnya dengan para orang tua. Mungkin mereka sedang menunggu Nara datang di kelas atau sebaliknya Nara yang telah lama menunggu mereka datang terjebak macet karena hujan. Biasanya Nara akan mendapat pemberitahuan langsung dari emailnya sebelum pergi ke sekolah, Nara menyimpan ponselnya  ke dalam tas.

Dia berbalik dan melihat Hwanin sedang menatap Nara perlahan-lahan membuat Nara menyadari kalau Hwanin telah sadar. Dia bangkit. "Kau sudah sadar?"
"Dimana kau menaruh bungaku?" Hwanin bertanya sekilas tampak sedang mencari benda kehidupan itu dari sorot mata Nara. Dia duduk di atas pembaringan sedangkan Nara berdiri melipat kedua tangan.

"Aku..."Nara memutus kalimatnya-"tunggu dulu kenapa kau bertanya? Memangnya apa  istimewanya bunga itu untukmu? Kenapa kau terus beralih pertanyaan ke bunga itu terus menerus." Nara berkacak pinggang telah merasa bosan dengan lemparan pertanyaan semacam itu sejak dia bertemu sampai pertemuan pertengahan ini.

Tidak ada lagi memang pernyataan atau pertanyaan lain selain bunga tulip. Hwanin sungguh teguh pada pertanyaan yang berulang kali. Seharusnya  mengucapkan terima kasih atau di mana aku sekarang? Dia tidak seperti orang yang kehilangan kesadaran—bukan?,pikir nya.

Remember Me (When The Slave God fall in Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang